Sebuah Batasan Bernama Nation  :
- "Dimensi Akomodatif Nasionalisme dalam Konteks Kekinian: Sebuah Tinjauan Konseptual".
Nasionalisme, sebagai sebuah konsep dinamis, telah mengalami berbagai transformasi pemaknaan sejak kemunculannya di era modern. Benedict Anderson (1983) dalam karya monumentalnya "Imagined Communities" mendefinisikan nasionalisme sebagai komunitas politik yang dibayangkan (imagined political community) - yang dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan.Â
Interpretasi ini membuka ruang diskursus yang lebih luas tentang bagaimana nasionalisme dapat bersifat akomodatif dalam konteks kontemporer.Â
Ernest Gellner (1983) dalam "Nations and Nationalism" menegaskan bahwa nasionalisme merupakan prinsip politik yang menyatakan bahwa unit politik dan nasional seharusnya kongruen. Namun, dalam perkembangannya, konsep ini perlu direinterpretasi untuk mengakomodasi kompleksitas global.Â
Anthony D. Smith (2010) dalam "Nationalism: Theory, Ideology, History" mengidentifikasi lima dimensi fundamental nasionalisme: otonomi, kesatuan, identitas, keaslian, dan kesinambungan sejarah.
Dalam konteks Indonesia, Soekarno telah mengartikulasikan konsep nasionalisme yang inklusif melalui Pancasila, yang menurut Yudi Latif (2011) dalam "Negara Paripurna" merupakan sintesis antara nasionalisme, demokrasi, dan religiusitas. Pendekatan ini menunjukkan bahwa nasionalisme dapat bersifat akomodatif terhadap keberagaman.
Batasan ruang lingkup nasionalisme akomodatif dapat dianalisis dalam beberapa dimensi:
1. Dimensi Identitas Kolektif
Michael Billig (1995) dalam "Banal Nationalism" menjelaskan bagaimana identitas nasional direproduksi dalam kehidupan sehari-hari. Nasionalisme akomodatif harus mampu mengintegrasikan berbagai identitas sub-nasional dalam kerangka identitas nasional yang inklusif.Â
2. Dimensi Politik-Konstitusional Will Kymlicka (1995) dalam "Multicultural Citizenship" mengajukan konsep kewarganegaraan multikultural yang mengakomodasi hak-hak kelompok minoritas dalam kerangka negara-bangsa. Hal ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kesatuan nasional dan pengakuan keberagaman.Â
3. Dimensi Sosial-Budaya
Bhikhu Parekh (2000) dalam "Rethinking Multiculturalism" menawarkan perspektif tentang bagaimana multikulturalisme dapat memperkaya, bukan mengancam, identitas nasional.Â
Nasionalisme akomodatif perlu mengembangkan narasi nasional yang inklusif.
4. Dimensi Ekonomi. Joseph Stiglitz (2002) dalam "Globalization and Its Discontents" mengingatkan tentang pentingnya keseimbangan antara kepentingan nasional dan partisipasi global. Nasionalisme ekonomi perlu bersifat strategis dan adaptif.
Paradigma Kontemporer:
1. Globalisasi
Manuel Castells (2010) dalam "The Power of Identity" menganalisis bagaimana identitas nasional bertransformasi dalam era informasi global. Nasionalisme akomodatif harus mampu beradaptasi dengan realitas ini.Â
2. Populisme dan Ultranasionalisme
Cas Mudde (2007) dalam "Populist Radical Right Parties in Europe" memperingatkan tentang bahaya populisme nasionalis yang eksklusif. Nasionalisme akomodatif harus menjadi antitesis terhadap kecenderungan ini.
      Nasionalisme akomodatif merupakan kerangka konseptual yang memungkinkan koeksistensi antara identitas nasional yang kuat dan pengakuan terhadap keberagaman. Dalam konteks Indonesia, hal ini sejalan dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang telah menjadi fondasi kehidupan berbangsa.
Referensi:
1. Anderson, B. (1983). Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism
2. Gellner, E. (1983). Nations and Nationalism
3. Smith, A.D. (2010). Nationalism: Theory, Ideology, History
4. Latif, Y. (2011). Negara Paripurna
5. Billig, M. (1995). Banal Nationalism
6. Kymlicka, W. (1995). Multicultural Citizenship
7. Parekh, B. (2000). Rethinking Multiculturalism
8. Stiglitz, J. (2002). Globalization and Its Discontents
9. Castells, M. (2010). The Power of Identity
10. Mudde, C. (2007). Populist Radical Right Parties in Europe
Esai ini memberikan kerangka konseptual untuk memahami batasan dan ruang lingkup nasionalisme akomodatif dengan pendekatan akademis. Apakah Anda ingin saya mengeksplorasi lebih dalam aspek tertentu dari pembahasan ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H