Muhammad Abduh: Reformis Islam dan Pengaruhnya terhadap Modernisme Islam.
Muhammad Abduh - (lahir 1849, daerah delta Nil, Mesir---meninggal 11 Juli 1905, dekat Alexandria).
an Introduction.
Muhammad Abduh (1849-1905) merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam gerakan reformasi Islam pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sebagai seorang ulama, pemikir, dan reformis Mesir, Abduh memainkan peran kunci dalam upaya menjembatani kesenjangan antara tradisi Islam dan modernitas. Esai ini akan mengeksplorasi latar belakang Abduh, pemikiran utamanya, dan dampaknya terhadap perkembangan pemikiran Islam modern.
Latar Belakang Historis
Muhammad Abduh lahir di sebuah desa di Delta Nil, Mesir, pada tahun 1849. Ia tumbuh di tengah perubahan sosial dan politik yang signifikan di Mesir, termasuk modernisasi yang diprakarsai oleh Muhammad Ali Pasha dan dampak kolonialisme Eropa (Hourani, 1962). Pendidikan awalnya di Al-Azhar memperkenalkannya pada ilmu-ilmu Islam tradisional, namun pertemuannya dengan Jamaluddin al-Afghani pada tahun 1872 menjadi titik balik dalam pemikirannya, mengarahkannya pada reformisme Islam (Keddie, 1968).
Pemikiran Utama Muhammad Abduh
 1. Rasionalisme dan Ijtihad.
Abduh menekankan pentingnya rasionalisme dalam interpretasi Islam. Ia berpendapat bahwa pintu ijtihad (penalaran independen) tidak pernah tertutup dan bahwa Muslim harus menggunakan akal mereka untuk memahami dan menerapkan ajaran Islam dalam konteks modern (Esposito, 1999). Ini merupakan tantangan terhadap taqlid (imitasi buta) yang ia anggap telah menghambat kemajuan masyarakat Muslim.
2. Pendidikan dan Modernisasi
Abduh melihat pendidikan sebagai kunci untuk memajukan masyarakat Muslim. Ia mengadvokasi reformasi sistem pendidikan, termasuk integrasi ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum tradisional. Reformasi Al-Azhar yang ia prakarsai bertujuan untuk menciptakan ulama yang mampu menghadapi tantangan modernitas (Haj, 2009).
 3. Reinterpretasi Teks Agama
Abduh berpendapat bahwa teks-teks agama harus diinterpretasikan ulang dalam konteks modern. Ia menekankan pentingnya memahami maqasid al-syariah (tujuan hukum Islam) daripada sekadar mengikuti aturan secara harfiah. Pendekatan ini memungkinkan fleksibilitas dalam penerapan hukum Islam di era modern (Rahman, 1982).
4. Pan-Islamisme dan Nasionalisme
Meskipun awalnya mendukung pan-Islamisme bersama al-Afghani, Abduh kemudian mengembangkan pendekatan yang lebih pragmatis, menekankan reformasi bertahap dan kerja sama dengan pemerintah yang ada. Ia juga mengembangkan gagasan nasionalisme Mesir yang kompatibel dengan identitas Islam (Kedourie, 1966).