Eksistensi: Dalam Bahasa Convergensi Problem Filosofis, Noumena Versus Tajanni & Fenomena Versus Tajalli.
Eksistensi telah menjadi topik perdebatan filosofis selama berabad-abad, dengan berbagai perspektif yang mencoba memahami hakikat keberadaan. Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi konvergensi antara konsep Barat tentang noumena dan fenomena dengan konsep Timur tentang tajanni dan tajalli, serta bagaimana keduanya berhubungan dengan pemahaman kita tentang eksistensi.
Noumena dan Fenomena: Perspektif Kant.
Immanuel Kant, filsuf Jerman abad ke-18, memperkenalkan konsep noumena dan fenomena dalam karyanya "Critique of Pure Reason" (1781). Kant membedakan antara:
1. Noumena: "benda-dalam-dirinya-sendiri" atau realitas yang ada terlepas dari persepsi kita.
2. Fenomena: penampakan atau manifestasi dari realitas yang dapat kita amati dan alami.
Kant berpendapat bahwa kita tidak dapat mengetahui noumena secara langsung, dan pengetahuan kita terbatas pada fenomena (Rohlf, 2020). Pemikiran ini menantang asumsi tentang kemampuan kita untuk memahami realitas mutlak.
Tajanni dan Tajalli: Perspektif Sufi.
Di sisi lain, tradisi mistik Islam, khususnya Sufisme, memiliki konsep yang serupa namun berbeda:
1. Tajanni: ketersembunyian atau kerahasiaan Tuhan.
2. Tajalli: manifestasi atau penampakan Tuhan dalam ciptaan-Nya.