Isra'illiyyat dan Perjalanan Sebuah Kaum Menuju Lembah yang Subur dan Surgawi.
Kalam. Sindo.
Dalam diskursus Islam, istilah "Isra'illiyyat" merujuk pada narasi dan tradisi yang berasal dari sumber-sumber Yahudi dan Kristen yang telah meresap ke dalam literatur Islam. Istilah ini secara harfiah berarti "hal-hal yang berkaitan dengan Bani Israel". Meskipun banyak ulama memandang Isra'illiyyat dengan skeptisisme, narasi-narasi ini telah memperkaya wacana tafsir Al-Qur'an dan hadits, seringkali memberikan detail tambahan pada kisah-kisah yang hanya disinggung secara singkat dalam teks-teks Islam.
Salah satu narasi yang paling menarik dalam tradisi Isra'illiyyat adalah perjalanan Bani Israel menuju "tanah yang dijanjikan", sebuah lembah yang digambarkan sebagai tempat yang subur dan surgawi. Kisah ini, yang berakar pada Kitab Keluaran dalam Perjanjian Lama, memiliki resonansi yang mendalam dalam tradisi monoteistik.
Perjalanan ini dimulai dengan eksodus besar-besaran dari Mesir di bawah kepemimpinan Nabi Musa (dalam Islam) atau Moses (dalam Yahudi dan Kristen). Setelah berabad-abad hidup dalam perbudakan, Bani Israel akhirnya dibebaskan melalui serangkaian mukjizat yang menakjubkan, termasuk terbelahnya Laut Merah.
Namun, perjalanan menuju tanah yang dijanjikan tidaklah mudah. Selama empat puluh tahun, kaum ini mengembara di padang gurun, menghadapi berbagai cobaan dan ujian iman. Kisah-kisah tentang manna yang jatuh dari langit, air yang memancar dari batu, dan ular-ular berbisa yang menyerang mereka yang kehilangan iman, semua menjadi bagian dari narasi besar ini.
Dalam tradisi Islam, perjalanan ini sering ditafsirkan sebagai metafora spiritual. Padang gurun melambangkan kesulitan dan cobaan hidup, sementara tanah yang dijanjikan mewakili kedekatan dengan Allah dan keselamatan akhirat. Ujian-ujian yang dihadapi Bani Israel dipandang sebagai pelajaran tentang kesabaran, ketabahan, dan pentingnya mempertahankan iman dalam menghadapi kesulitan.
Gambaran tentang "lembah yang subur dan surgawi" dalam konteks ini memiliki makna yang mendalam. Ini bukan hanya tentang kelimpahan material, tetapi juga tentang pemenuhan spiritual. Dalam Al-Qur'an, tanah yang diberkahi ini disebut sebagai "ardh al-muqaddasah" atau tanah suci. Ini adalah tempat di mana banyak nabi telah tinggal dan berdakwah, menjadikannya pusat spiritualitas dan wahyu ilahi.
Namun, kisah ini juga mengandung peringatan. Meskipun Bani Israel dibimbing langsung oleh seorang nabi dan menyaksikan mukjizat-mukjizat luar biasa, sebagian dari mereka tetap berpaling dan menyembah berhala emas. Ini mengingatkan kita bahwa perjalanan spiritual memerlukan ketekunan dan komitmen yang konstan.
Dalam konteks modern, narasi ini tetap relevan. Ia berbicara tentang perjuangan universal manusia untuk menemukan makna dan tujuan hidup, tentang pencarian "tanah yang dijanjikan" dalam bentuk kebahagiaan, kedamaian, dan pemenuhan spiritual. Ini mengingatkan kita bahwa perjalanan seringkali sama pentingnya dengan tujuan, dan bahwa cobaan-cobaan yang kita hadapi dapat membentuk dan memperkuat karakter kita.
Kesimpulannya, kisah Isra'illiyyat tentang perjalanan menuju lembah yang subur dan surgawi bukan sekadar catatan sejarah atau legenda kuno. Ia adalah narasi yang kaya akan simbolisme dan pelajaran, menawarkan wawasan tentang perjuangan manusia, kekuatan iman, dan janji akan pembaruan dan penebusan. Dalam dunia yang sering terasa gersang dan menantang, kisah ini terus menginspirasi harapan akan "tanah yang dijanjikan" - baik itu dalam bentuk keadilan sosial, kedamaian global, atau pencerahan spiritual.