Tentunya, di kalangan muda intelektual pasangan calon seperti halnya, Cak Imin dan Anies Baswedan, merupakan, citra ideal bagi kalangan muda dalam melihat sosok figur dan profil keduanya dari sisi, paradigma di atas kemampuan-kemampuan yang secara definitif dan metod persuasi, dalam menjelaskan dalam uraian akan pokok dari persolan negara dan bangsa, dari sudut pandang paradigma, cendikiawan, dan cendikiawan.Â
Sebab, kita semua bisa menilai, sejauh mana, keterlibatan keduanya, atas kecendikiawanan keduanya, dimana, Cak Imin, menulis, atau juga menggambarkan sosok kecendikiawanan seorang, KH. Abdurahman Wahid, sebagai seorang cendikiawan dalam parameter ruang pemikiran yang moderat, yang tentulah, para cedikiawanlah yang menulis atau menggambarkan dalam re-definisi, seorang cewek cendikiawan lainnya.
Di sisi lain, bahwa, Anies Baswedan dalam sabda logisnya, dalam mengurai suatu persoalan dalam dimensi birokrasi secara mendalam dan bukannya dangkal, baik secara teknis atau non-tekhnis, dalam di topang oleh secara empris pengalaman kerja, yang pernah menduduki kursi jabatan orang nomor satu di Jakarta. Dapat dilihat bukan sebagai isapan jempol belaka, dari tanggapannya secara kritis bagi problem politik maupun hukum, di tengah masyarakat, terutama Jakarta.
NILAI POSITIF VS NILAI POLITIK: Sebuah Memorandum: Catatan Kaki, Jejak Kepemimpinan.
Jika, hal ini bisa menjadi kesepahaman bersama, bahwa integritas dari pengalaman kepemimpinan di struktur organisasi atau pun birokrasi pada tingkatan-tingkatan pengelolaan sumberdaya yang down - top, adalah sebuah catatan jejak bagi, sekilas kemampuan kepemimpinan, yang berpengaruh pada suatu nilai, jika seandainya seorang kandidat calon bagi fungsi birokrasi dalam kriteria apa pun itu, menjadi suatu tinjauan atas kelayakan suara para calon, ditengah suara pemilih, atau suara rakyat dalam dukungan yang seirama, dalam integritas ide, dan gagasan, menuju suatu idelaisme bersama di tengah, kondisi, situasi, dalam jangkauan relevansi di masa sekarang ini.
Dengan berbagai nilai baru sebagai tantangan, menuju tatanan nilai yang lebih aktif, dan produktif dalam menjawab tantangan zamannya, di era demokratisasi, yang terus-menerus menafsirkan, dimensi, dan dikotomi-dikotomi etis, terhadap suatu kedudukan nilai positif di dalam masyarakat, dengan menjangkau secara pasti, arah dari lajunya roda ekonomi, kebudayaan, tradisi, kelompok, dan di tengah masyarakat, sebagai kebiasaan, dan perilaku yang dinamis oleh adanya dinamika, modernisasi. Sebagai suatu paradigma, ruang, kerja politik yang terukur.
A.W. Al-faiz.
Ruang Repleksi,
Bandar Lampung, Selasa 26 September 2023.