Mohon tunggu...
Ahmad Sofian
Ahmad Sofian Mohon Tunggu... Dosen -

Ahmad Sofian. senang jalan-jalan, suka makanan tradisional dan ngopi di pinggir jalan :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Koruptor, Bandar Narkoba dan Pelaku Kejahatan Seksual Anak

4 Juli 2018   22:08 Diperbarui: 4 Juli 2018   22:31 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang unik dari Peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum) selanjutnya disebut PKPU No. 20 Tahun 2018 terutama Pasal 7 Huruf i yang melarang mantan koruptor, bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual anak dicalonkan sebagai anggota DPR atau DPRD. Peraturan seperti tidak ada sebelumnya. Selama ini yg dilarang adalah jika pernah menjalani hukuman dengan ancaman 5 tahun atau lebih.

Saya hanya mengulas singkat pada bagian "pernah melakukan kejahatan seksual anak". Pertanyaan, apa yang mendorong KPU memasukkan frase ini? Begitu bahayakah pelaku kejahatan seksual anak bagi negara dan bangsa, sehingga mereka juga dilarang mencalonkan diri? Jika kita telisik, pelaku kejahatan seksual anak adalah individu yg memiliki kelainan jiwa atau individu yang memiliki orientasi seksual menyimpang. 

Mereka memilih anak-anak untuk memuaskan kebutuhan seksualnya. Anak-anak dalam pandangan mereka adalah makanan siap saji (fast food) yang harus disantap setiap saat. Mereka akan mencari anak-anak sebanyak mungkin untuk dinikmati. Dalam pandangan kriminologi ada kondisi psikobiologis yang menjadi faktor dominan menyebabkan mereka melakukan kejahatan ini.

 Dasar inilah yg menyebabkan pelaku kejahatan seksual anak sangat berbahaya sehingga mereka tidak saja perlu menjalani hukuman (punishment) tetapi juga perlu menjalani perawatan (treatment).

Situasi lain yang ada diseputar pelaku kejahatan seksual anak adalah belanja seks mereka terhadap anak juga tinggi. Mereka tak segan-segan mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk mendapatkan anak-anak untuk kepuasan seksual mereka. Bahkan dalam sebuah riset, belanja seks anak ini sebagian besar berasal dari uang yg didapat secara ilegal (korupsi, pencucian uang, penggelapan dll). Dengan demikian, mereka menggunakan cara-cara yg ilegal untuk mendapatkan uang dan kemudian membeli anak-anak untuk kebutuhan seksual.

Situasi yang saya gambarkan di atas, menjadi penting untuk menolak pelaku kejahatan seksual anak menjadi anggota DPR, DPRD bahkan harus ada pelarangan untuk calon kepala daerah, anggota DPD serta lembaga negara lainnya.

Apa yang terjadi jika pelaku kejahatan seksual menggunakan uang negara (yang sebagian besar dari pajak) lalu digunakan untuk melakukan kejahatan seksual pada anak. Sehingga aneh, jika Kementerian Hukum dan HAM berlama-lama mengundangkannya karena dapat tekanan yg bertubi-tubi dari anggota DPR. Tetapi hari ini berita yang saya dengar Menteri Hukum dan HAM menyetujui PKPU tersebut diundangkan meskipun ada kemungkinan akan di judicial review di Mahkamah Agung.

Kesimpulannya, penolakan Peraturan KPU tersebut merupakan suatu keunikkan juga, karena ini menunjukkan bahwa akan terjadi pembiaran predator seks berkeliaran di gedung wakil rakyat.

#kejahatan seksual anak, predator seks anak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun