Namun ternyata, hasutan religi ini adalah pupuk baik bagi dimensi irasional manusia.
Di saat figur sekelas Menteri Kordinator nyatakan Ahok tukang bohong & berbagai bukti valid nan otentik seperti rekaman video aksi verbal abuse Ahok, saking irasionalnya, Caroline tetap menulis komen di wall FB saya: “Ahok ramah”.
Saya pancing dia. Saya reply “ramah nenek luh”. Di bawah komen, saya pasang meme Ahok dengan mulut terbuka seperti mimik seseorang yang sedang memaki. Ada grafiti: “tai lu, baik lu, goblok lu, nenek lu”.
Caroline langsung meledak. Dia menghujat saya. Dia bilang, “Kurang ajar kamu. Apa kamu Zeng Wei Jian tidak pernah diajar sopan santun oleh nenek moyangmu?”
Saya bilang saya hanya meniru kata-kata gubernurmu: Ahok.
Caroline speechless. Sampai sekarang dia raib. Bagi saya, Caroline, dan mungkin semua ahokers, mempraktekan “double standard”. Dan biasanya, salah satu ciri kaum amoral adalah double-standard.
Saya berharap semua orang, terutama kelompok Nasrani, bisa rasional dan proporsional dalam melihat fenomena Ahok. Dia cuma politisi biasa. Mendukung Ahok atas landasan irasional akan direspon pula dengan irasionalitas kelompok anti ahok. Situasi ini bisa memicu konflik yang tidak perlu. Karena irasionalitas itu selalu identik dengan “ngeyel”. Dan itu sangat menyebalkan.