Sepanjang aku lewati lorong kota lama ini, air mataku menetes tak terhenti.
Pernah kita bersama , walau sesaat untuk sekedar cerita berbagi hati.
Agak renta kau di usia mu yang menjelang 69, namun tetap tersenyum lebar pada dunia.
Meski rambut tak lagi hitam, warna abu dan putih menbuatmu dewasa dan lebih berwibawa.
Kini ku tak lagi bisa bersamamu naik becak menuju pasar Kliwon , tempat kita menghela dari keramaian sesaat.
Kini tak lagi bisa bercengkerama denganmu walau hanya ditemani nasi gudangan dan pisang goreng hangat.
Kini ku tak lagi bisa menggandengmu dan berjalan pagi sekedar lewat gang depan rumah
Kini ku tak lagi bisa mendoa di beberapa tempat para Sunan ataupun para sesepuh keramat.
Sepanjang perjalanan  pulang kadang berkelebat ingatan  waktu kita ke Pesarean Sunan Kudus, Sultan Fatah atau Sunan Muria.
Mewakili bahagia kita di Gunung Merapi, Gunung Muria atau sekedar di pantai terdekat dengan kota lama.
Aduh, hanya segenggam doa lewat Yasin dan Tahlil yang bisa kusampaikanÂ
Untukmu ibu tercinta sepanjang masa, tak ada makanan yang kupersembahkan kecuali harapan untukmu abadi dalam bahagia
Doa kecilku belum bisa gantikan apa yang kau minta untuk berkah bagi anakmu sekeluarga.
Setiap detik hanya cinta yang selalu kuhujamkan dalam harapan dan doa kekalmu dalam syurga
Bersama ayah dan juga nenek , kakek serta anak-anakku yang telah mendahului.
Bercengkeramalah bersama, berceritalah tentang kehidupan dunia yang penuh warna.
Rubiyah, Nukhin, Kastuban, Rodhi, Jasminah, Japon, Sarpilah, Sarminah, Karman , Karyo dan semua yang bersamamu.
Fadhilah Fathihah untuk semua yang tercinta di dunia dan selamanya.
Meskipun doa ini hanya sachet kecil di alam semesta tetapi keberlangsungannya semoga sampai anak cucu.
Membahana dalam cinta untuk eyang semuanya sampai ke Junjungan kita , Nabi Adam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H