Pernah, aku tak peduli apa warna bayangku.
Memerah karena mentari atau redup oleh rembulan.
Gemericik oleh taburan hujan atau penat oleh payah keringat.
Pernah, aku abaikan apa jenis sapaan alam kepadaku.
Perihnya tertoreh duri dan onak serta kerikil jalananan.
Terjatuh oleh bongkahan batu atau sekedar kayu sempalan.
Pernah, aku tak harapkan masa depan.
Hidup bagaikan aliran air tanpa jeda.
Walau tangan tetap nadah meminta.
Bagai tak ada nyawa di badan yang berbalut kulit dan tulang.
Seperti roda yang terus menggilas jalan, tanpa bekas.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!