Sungguh tipis rasa benci dan rindu
Setipis kulit kentang yang ku kupas siang tadi
Setiap lembar kulitnya bergesekan dengan pisau tajam
Setajam luka yang kau tanamkan
*
Aku ingin dudukkanmu di kursi pesakitan
Dan mendengarkan semua alasanmu
Entah hoax, tipuan atau kejujuran
Saat bibirmu mulai gumamkan suara awal
*
Sungguh satu hari terasa seminggu bagiku
Aku tak sabar untuk segera menali tanganmu
Dan kusandarkan punggungmu di bibir dinding
Agar kau tak berlari mencari alasan tak penting
*
Tak kenal betul aku , kamu hari ini
Semua berubah jadi tak bertepi
Tak ada lagi sosok yang dulu sempat aku kagumi
Berubah bagai rubah kehilangan bulu
*
Ingin ku peluk kamu, ku gigit dan kutampar sekalian
Agar kau rasakan sakit yang kuderita
Dipecundangi oleh kenyataan
Disiksa oleh ketakberdayaan
*
Sungguh aku rela kau jadi siapa saja
Mengumbar muka dan intrik dunia
Tapi berhentilah menjadi bandit
Saat kau di sisiku yang lagi sakit
*
Aku lebih rela kau katakan dengan jujur
Memberiku hanya sebatas rasa syukur
Oleh cinta dan semua rindu yang tak terukur
Tapi bukan kata gombal dan janji tak kenal untung
*
Maka marilah kita ke kursi Nya
Yang disediakan bagi manusia
Yang mungkin pernah lupa
Sebelum kita binasa
*
Masih ada waktu sebelum terlambat
Lakukan sholat taubat sebelum sekarat
Lafadkan ampunan untuk apa yang kita lakukan
Agar energi kita tetap kekal di langit terdepan
*
Yakinkan kekekalan energi kita masih cukup
Dari masa yang kita rangkaiÂ
Juga kecepatan kita bergerak atas kesalahan
Karena energi itu kekal, hanya berubah bentuk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H