Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mak Tua, Dina dan Kisah Sebutir Telur

10 Oktober 2018   13:31 Diperbarui: 10 Oktober 2018   13:47 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pinterest


Dina, gadis manis berusia 17 tahunan dan masih duduk di kelas XII SMA itu duduk di teras rumah. Berdinding bambu beralas tanah namun cukup damai ditempati oleh seorang anak dan emaknya yang mulai memasuki masa tua. Mak Tua , kami biasa memanggilnya, sedang mempersiapkan telur asin untuk minggu depan. Telur asin itu dibuat dari telur bebek yang dicampur beragam adonan seperti tumbukan bata merah, abu , garam dan air. Dibuat menggumpal dan di dalamnya diberi telur bebek. Butuh waktu 4 hari untuk telur asin biasa dan 7 hari untuk super asin. Dina membantu mak Tua membuatnya.

Sudah tiga kilo yang mereka persiapkan untuk segera disimpan di belakang rumah.Dina harus membagi waktu antara membantu mak Tua dengan tugas sekolahnya. Meskipun sudah kelas tiga dia masih bisa menyisihkan waktu untuk membantu keluarganya. Setiap pagi dia membawa telur asin yang sudah direbus itu ke berbagai warung. Satu hari bisa menjual dua sampai tiga kilo. Lumayan untuk kehidupan mereka sehari-hari. 

Satu hal yang selalu Dina ingat dari keluarganya adalah tentang sifat jujur. Di zaman seperti sekarang ini sifat jujur itu sangatlah langka. Banyak orang yang melakukan kebohongan kecil yang kemudian menjadi kebiasaan dan berakhir , menjadi kebohongan besar. Mak Tua selalu berpesan tiga hal sebelum Dina pergi atau berangkat sekolah.

" Jangan lupa sholawat , jaga sholat dan juga jujur", kata mak Tua sambil mencium Dina sebelum berangkat ke sekolah.

" Ya, Mak. Dian akan selalu lakukan itu semua ", Dina berangkat sambil membawa dua kilo telur asin ke sekolahnya. Kantin sekolahnya selalu pesan telur asin. Dua kilo itu bisa terjual selama dua sampai tiga hari berjalan.

" Mbak Dina, ada pesenan dari salah satu bu Guru . Beliau mau ada arisan. jadi besok kami dibawakan telur empat kilo ya ? " , kata bu Sammy, pemilik kantin sekolah.

Angin siang itu seolah menjadi sejuk di kulit Dina. Hatinya gembira dan turut bersyukur mendapat pesanan yang banyak. Dia berjalan sambil bernyanyi riang.

" Kamu , Dina ya ?", tanya seorang laki-laki paruh baya yang baru saja keluar dari mobil.

Dina mengangguk dan tersenyum sambil bertanya , " Bapak siapa ? Ada yang bisa saya bantu, pak ?"

" Saya Pak Bonny. Dulu waktu saya SMA saya sering dibantu ibumu ", kata pak Bonny sambil mengulurkan tangan untuk berkenalan.

" Memang mak Tua membantu bapak apa ?", tanya Dina .

" Aku sering tidak sarapan waktu sekolah , hanya membawa nasi putih untuk makan siang. Lalu sewaktu ibumu melihatku begitu dia memberikau telur asin untuk makan siangku. Itu dilakukan tiap hari. Dia tiap hari membawa telur asin untuk dijual di kantin sekolah.

Bonny beberapa hari yang lalu mendatangi bu Sammy dan memastikan Dina adalah anak mak Tua, orang yang telah membantunya.

" Dina , bapak ingin kamu mengantar saya ke rumahmu. Saya ingin bertemu mak Tua ", sambung pak Bonny.

Maka mereka bertiga pun menuju ke rumah kecil di dekat waduk yang dihuni oleh mak Tua. Melihat kedatangan mereka mak Tua agak terkejut karena ada Bonny di mobil bersama Dina.

Menyalami dan mempersilahkan Bonny ke dalam, mak Tua mulai teringat apa yang telah dilakukan untuk Bonny.  Ternyata Bonny masih ingat.

' Mak Tua , saya kesini ingin meminta mak Tua menjadi orang tua angkat saya. Kedua orang tua saya sudah meninggal terkena bencana gempa beberapa bulan yang lalu. Saya sendiri di rumah bersama anak saya dan ingin Mak dan Dina bisa tinggal di rumah saya . Saya ingin merawat Emak dan Dina. Mak telah turut memberi warna kehidupan saya. Nutrisi untuk saya telah saya dapat dari Mak ", kata Bonny sambil tersenyum penuh harap.

" Nak Bonny, saya senang nak Bonny perhatian terhadap kami. Tetapi tujuan kami menolong bukan itu. Kami ihlas membantu, tidak ada maksud lain. Kami jujur dengan perasaan kami, tak ada harapan lain selain keingininan hati menolong. Itu pun bukan hal besar, hanya sebuah telur. Hanya itu yang kami bisa", Mak Tua sambil tersenyum menolak permintaan Bonny.

Hari itu langit sangat sejuk sekali. Udara semakin lama semakin sejuk. Angin semilir menyapu wajah Dina dan rambutnya yang sebahu menutupi wajahnya. Kembali Dina dan Mak Tua membuat adonan telur untuk hari berikutnya. 

Bonny hanya salah seorang yang dibantu mak Tua. Dina bangga mempunyai ibu yang suka menolong dan selalu perhatian kepada sesama. Dia juga suka mengingatkan hal -hal yang bersifat keagamaan tetapi secara lembut dan penuh kasih sayang. Mak tua tak berpendidikan tinggi. Cukup lulusan Madrasah di kampungnya  tetapi pengetahuan dan agamanya selalu diperbanyak lewat ngaji dan pengajian. Dan semunya itu bukan hanya di ranah pengetahuan saja tetapi apa pun yang dia dapat berusaha dia amalkan walau hanya sekedar memberi sebutir telur kepada yang membutuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun