Titin duduk termenung di teras rumah. Angin sore yang sejuk  dan dari tadi menari-narikan rambutnya helai demi helai tak membuat dia nyaman dan tersentuh. Kicauan burung di senja hari yang merdu di telinga tak dapat mengalihkan rasa sedihnya. Cantiknya oranye semburat matahari di ufuk barat tak juga membuatnya tertarik untuk sejenak melongok atau menoleh. Ah hatinya sedang galau, teramat sangat.Â
Sudah 4 hari ini Titin selalu memandangi kopi yang ada di ruang tamu.Tak pernah disentuh suaminya. Juga ketelah rebus, kacang rebus, pisang goreng atau sekedar gethuk yang menemaninya tak luput dari rasa dingin yang hendak membuatnya kaku, tanpa rasa.Titin kembali mengingat apa saja yang dilakukannya sehingga sudah empat hari ini mereka tak bertegur sapa. Ah, Nugraha yang telah dinikahinya selama 10 tahun tak pernah semarah ini.Â
Marah? Dia tak pernah marah. Hanya kalau sedang berada di puncak kejengkelannya maka dia akan menutup rapat-rapat bibirnya.Tak ada satu kata pun yang bakal keluar sampai Titin mencoba mendudukkan permasalahannya. Maka hari itu dia sudah tak sabar lagi. Dia ingin duduk di depan suaminya dan menerangkan atau pun menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Bertahun- tahun dia mencoba membuat komunikasi yang seimbang sehingga ada kesempatan dia juga untuk marah sebagai perempuan atau berkatan agak galak seperti mak-mak kebanyakan. Tetapi itu semua tak berlaku. Dia tak pernah bisa melakukan apa yang biasa dikerjakan para perempuan terhadap para suaminya.
Baginya suaminya ibarat hukum yang harus ditaati dan perkataannya adalah aturan dalam keluarga yang harus disepakati. Maka hari ini dia sudah siapkan semua perasaan dan rendah hatinya untuk Nugraha, lelaki yang tampak dingin, angkuh, jaim namun romantis saat berdua.Titin tak pernah berkeingan ke lain hati apalagi menduakan, meskipun selalu ada godaan yang menghampiri. Maklum dia cantik, segar, menarik, berambut panjang, ramah, baik hati dan pendengar yang attentif terhadap lawan bicara. Siapapun yang menjadi lawan bicaranya maka dapat dipastikan dia tak akan dapat beranjak segera. Daya tariknya yang luar biasa adalah pada komunikasi dia dengan orang lain yang sangat membuat orang nyaman.
Tak pernah ada kata kasar atau menyakitkan yang keluar dari mulutnya yang mungil. Meskipun kadang tergelak saat tertawa tetapi itu menunjukkan bahwa dia bukan perempuan yang jaim. Dia apa adanya. Apakah sifat ini yang membuat Nugraha mendiamkannya selama 4 hari. Ah dia mesti mencari tahu.
Kerinduannya bertambah-tambah saat mengetahui Nugraha tak juga membalas semua sms dan WA nya. Bahkan telppon pun  tak diangkatnya. Ah Titin yang malang. Dia mau mengatur strategi yang lain.
Rembulan sembunyi di balik keredupan malam. Jangkrik menyanyi merdu. Suara burung pipit menghantarkan Titin menaungi sampan kecil menuju mimpi saat di sampingnya Nugraha dipeluknya erat dalam dengkuran lembut kelelalahan semalam. Titin sudah menyempurnakan rasanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H