Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*
Perang hari ini terjadi konflik Israel-Palestine, konflik Amerika-China-Rusia, konflik Arab Saudi-Iran, AS merupakan perang memperebutkan sumber daya alam mineral, Migas (Minyak dan gas bumi), pasokan kebutuhan dunia tak lepas dari kebutuhan mineral logam, gas bumi mendorong gerak energi sebagai keutamaan kebutuhan manusia dan Negara pada umumnya. Keberadaan migas di Tanah Arab selamanya diperebutkan oleh negara-negara kekurangan sumber daya alam. Negara kaya natural resources secara terpaksa membuka diri menerima modernisasi kapitalisme kemudian memperlancar akses jual beli sumber daya alam di pasar bebas. Arab Saudi, Qatar dll merupakan penghasil minyak bumi terbesar di dunia. Pada tahun 2012 Arab Saudi memompa 10,782 juta barel per hari minyak bumi atau dengan sederhana dapat diartikan 1 barel minyak setara 158,9873 liter atau setara 159 liter. Cadangan minyak lebih dari 260 miliiar barel, cadangan gas alam terbukti  lebih dari 7 triliun meter kubik (250 triliun kaki kubik). Negara Arab khususnya Saudi dengan kekuatan sumber daya alam minyak terbesar selalu menghadapi berbagai tantangan perang, konflik, salahsatu  AS akan mengulangi kejayaannya tak tertandingi oleh Negara apapun seperti kisah di Bretton Wods pascaperang dunia ke-2. Berbagai proxy war dilakukan oleh AS untuk mempercepat krisis minyak bumi di Tanah Arab, namun Saudi telah mengetahuinya kini diplomasi kedua negara terjalin baik. Berbagai tafsiran menganggap itu sebagai perwujudan keterlibatan Islam politik dalam arus globalisasi, Deepa Kumar (2012). AS tetap memperlakukan proxy war melalui Israel dengan mengganggu psikologi Negara-negara Islam kaya sumber daya alam di dunia untuk terlibat dalam sistem propaganda untuk mengembalikan kejayaannya kembali. Tak hanya Arab Saudi terus-menerus bergulat dalam dinamika perang besar Negara-negara industrial, Indonesia juga sebagai negara penghasil sumber daya alam mineral logam Emas, tembaga, Uranium, Nickel, Batubara terbesar di dunia namun ketimpangan, distrust menjadi terancam memasuki perang (membumi hanguskan) tercatat kini, cadangan emas tahun 2019 terhitung 3,5 miliar ton  sedangkan batubara di Indonesia mencapa 9 miliar ton atau 1,2 persen dari keseluruhan total cadangan batubara di dunia. Pada 2009 keseluruhan produksi mencapai 225 juta ton terdiri dari 75 juta ton untuk pemanfaatan dalam negeri 150 juta ton diekspor (Kemenperin, 2009). Kekayaan sumber daya mineral di Indonesia melimpah tak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Ketimpangan, kemiskinan melonjak berbagai kepentingan penguasaan sumber daya alam sepihak tak khayal lagi, apabila korupsi turut membuat kemiskinan, ketimpangan 'larut' di Indonesia. Bila krisis sumber daya alam dialami Indonesia pada 5 abad kemudian dengan melonjak ketimpangan, kemiskinan, dinamika politik global maka Indoensia turut mempercepat gejolak perang sebagaimana proxy war memperlancar perang baik secara militer maupun perdagangan. Krisis sumber daya alam turut melatarbelakangi suatu sejarah baru kemunduran peradaban, gejolak konflik, kerusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam berlebihan. Dunia diliputi pertarungan harga diri kekuatan negara-negara adidaya. 5 abad kemudian adalah kecamukan bagi Indonesia harus mempersiapkan berbagai perang menyangkut harga diri.
*Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah Mantan Ketua Umum Forum Mahasiswa Tambang Maluku Utara-Makassar/ mahasiswa Pascasarjana UMI Makassar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H