Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*
Sudah semestinya kader-kader Himpunan mahasiswa Islam mengambil sikap tak sekedar merespon namun ketegasan dalam mengembalikan HMI pada khittah perjuangannya dinamis. Seyogyanya kader-kader milineal mengisi tonggak kepemimpinan komisariat, korkom, Badko maupun PB HMI. HMI bukan organisasi berlagak elitis, HMI adalah organisasi perjuangan dikendalikan oleh mahasiswa, bukan pejabat atau turut pihak 'keamanan negara' ikut campur soal HMI.
Bila masih ada sikap dan watak HMI elitis kerap merawat kemapanan maka seluruh kader perlu mengambil sikap penyelamatan sesungguhnya. Kader usia lanjut di HMI hanya akan menjadi kaum tangan-tangan teknokrat. Dan kerap merayakan selebrasi politik dengan kekuasaan investor politik parlemen. Tak khayal jika hari ini HMI mengalami kemunduran dalam menegakkan khitah perjuangan untuk menegakkan syariat Islam, menyoal agenda keummatan yakni terciptanya masyarakat adil dan makmur.Â
Problematika negara luput dari pendalaman perjuangan HMI seolah HMI hanya simbol bagi segelintir oknum menjadikan HMI sebagai wadah merawat kemapanan dan kehidupan elit. Kasus-kasus korupsi , kebijakan-kebijakan pemerintah pro pasar bebas, kerusakan lingkungan, rakyat termarjinalkan dari pembangunan suatu wilayah, toh HMI luput dari perjuangan itu. Penulis merasakan sendiri semenjak LK1 di Komisariat Teknik salah satu cabang di Makassar, sikon dinamika HMI selama pengkaderan hingga berproses beberapa tahun kemudian segala kegiatan dihendel oleh senior seolah segala kemerdekaan manusia hanya milik senior (kakanda) nyatanya hampir semua kader HMI merasakan hal serupa. HMI dibuat sebagai tempat mengaduh nasib, beruntung bisa menjadi kaya, tak beruntung menjadi kader biasa saja.Â
Praktik HMI semakin jauh dari nilai-nilai perjuangan sebagaimana telah diformulasikan oleh Nurcholis Madjid prinsip mendasarnya adalah keimanan, keIlmuan. Dan keamalan. Praktek Hmi saat ini memaknai keImanan secara pragmatis, beriman manakala memberikan keuntungan. Sebagian kader HMI beriman kepada kemapanan. Dan pejabat dekat dengannya. Keilmuan untuk kepentingan, basis NDP khususnya keilmuan kini dijadikan tools praktis politik retoris di lingkar kekuasaan elit. Keamalan minim tak ada prinsip persatuan dan persaudaraan munculnya ragam dualisme kepengurusan dari tingkat PB hingga komisariat sebab tak ada keikhlasan menjadi prasyarat untuk beramal akhirnya, mudah diadudomba karena tak memiliki prinsip nilai-nilai perjuangan sesunggunya. NDP diakumulasi terdapat 3 kualitas, kualitas Iman, ilmu dan amal semestinya menjadi kompas kader HMI di mana saja terhadap kegiatan apa pun dilakukan secara konstruktif.
Organisasi HMI didirikan pada 5 Februari 1947 sudah 74 tahun organisasi didirikan mulanya identik dengan kaum intelektualis, cendekiawan, aktivis merawat idealisme dan intelektualisme sehingga minim kemapanan. Kader HMI sebagaimana Prof Lafran Pane karakteristik kader sederhana (tak elitis) namun pikiran dan tindakan bisa mengguncang kekuasaan. Tak mudah disusupi ataupun dikelabui, kader berpinsip selalu menjaga diri dari politik praktis. HMI pada mulanya tak mudah diobrak abrik oleh rezim, mulanya mandiri dengan idealisme. Saya tak dapat membayangkan bila HMI pada masa berdiri awal mula, Lafran Pane dn 14 tokoh lainnya selalu mengandalkan proposal. Dan bantuan dana dari pemerintah setiap kegiatan ratusan juta, saya berkeyakinan tokoh seperti Professor Lafran Pane tak mungkin melakukan hal seperti itu sebagaimana dipraktekan oknum-oknum kader saat ini.
*Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah kader HMI Cabang Makassar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H