Mohon tunggu...
Ahlan Zulfakhri
Ahlan Zulfakhri Mohon Tunggu... Praktisi Maritim -

Naval Architecture, Pendiri APMI, Praktisi maritim , ahlanzulfakhri.blogspot.com, www.pemudamaritim.com www.apmi.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ironi Kampanye Kota Tangerang

27 Agustus 2013   21:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:44 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam hitungan hari Kota Tangerang akan segera mengadakan pemilihan walikota baru tepatnya pada tanggal 31 agustus mendatang. Harapan besar datang masyarakat kota tangerang akan mempunyai pemimpin yang akan membawa Kota Tangerang menjadi lebih baik dan mampu memanfaatkan semua potensi yang ada di Kota Tangerang. Kota Tangerang yang memiliki banyak potensi sampai saat ini belum mampu dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini menjadi sebuah tugas besar pemimpin Kota Tangerang selanjutnya. Untuk itu semua keinginan untuk membangun Kota Tangerang seharusnya mampu dimulai dengan calon pemimpin yang melakukan kampanye dengan tujuan mencerdaskan masyarakat.

Kampanye pilkada Kota Tangerang tahun ini memang nampaknya berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, ketika Wahidin Halim tidak dapat mencalonkan diri kembali pada pilkada tahun ini. Sebenarnya ini adalah sebuah kesempaan emas bagi para calon pemimpin Kota Tangerang untuk dapat mengeksplorasi kemampuan dan strategi mereka dalam melakukan kampanye. Kreatifitas para calon seharusnya mampu diperlihatkan ketika masa kampanye, bukan hanya melakukan kampanye dengan cara-cara kuno yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Metode dan gaya para calon berkampanye akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kota Tangerang kedepan, karena dari cara mereka berkampanyelah tergambar sikap dan prilaku calon dalam memimpin. Hakikat kampanye bukan hanya menjadi ajang sosialisasi dan pemaparan visi misi melainkan sebagai ajang pencerdasan masyarakat dalam berdemokrasi dan melek politik.

Perkembangan zaman seharusnya mampu membuat para calon pemimpin Kota Tangerang mempunyai inovasi dalam menarik perhatian masayarakat, tentunya dengan tujuan masayarakat akan mampu menjadi masyarakat yang melek politik. Bukan malah mengajarkan masyarakat buta akan politik bahkan terkesan tidak peduli dengan pemilihan pemimpin baru Kota Tangerang. Masyarakat seharusnya diajarkan untuk menjadi pemilih cerdas bukan hanya dibentuk menjadi pemilih pragmatis “siapa yang memberikan uang itu yang saya coblos” kemudian “berpa besar dullu uangnya” tergantung mereka yang memberikan uang paling besar. Doktrinasi akan politik uang merupakan musuh besar, dan haram hukumnya dalam kampanye. Dari kampanyelah sebenarnya dapat kita lihat bagaimana karakteristik pemimpin yang akan memimpin Kota Tangerang.

Kehadiran lima calon Walikota dan wakil walikota pada pilkada Kota Tangerang tahun ini merupakan sebuah pesta demokrasi bagi masayarakat Kota Tangerang. Kehadiran berbagai latar belakang calon pun mewarnai hiruk pikuk pilkada Kota Tangerang tahun ini. Harapan baru seharusnya muncul dari para calon kandidat pemimpin Kota Tangerang dengan gaya kampanye cerdas dan elegan dari masing-masing calon. Namun, amat disayangkan hal tersebut tidak terjadi pada kampanye pilkada Kota Tangerang tahun ini. Secara garis besar sudah bisa dipastikan seminggu lalu Kota Tangerang seolah menjadi Kota yang amat berantakkan ketika setiap kampanye terbuka terjadi kemacetan dimana-mana. Disamping itu sampah yang berserakkan pra kampanye terbuka dan dan pasca kampanye terbuka pun terlihat jelas. Ditambah ketertiban akan keselamatan jalan raya kian diabaikan. Ironi memang calon-calon yang rata-rata berasal dari srata pendidikan tinggi tidak dapat mengajarkan etika kepada para timsuksesnya.

Jika kita coba membahas bagaimana cara dan gaya kampanye masing-masing calon menjadi sebuah koreksi besar bagi Kota Tangerang. Hal tersebut terlihat jelas pembodohan terhadap pendidikan politik terjadi pada pilkada Kota Tangerang kali ini. Masing-masing calon tidak satupun mengajarkan bagaimana membuka mata masayarakat untuk mampu menjadi masyarakat yang melek akan politik. Kehadiran lulusan Amerika dan seorang Doktor pun tidak mampu memberikan warna baru pada kampanye Kota Tangerang. Seharusnya mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan jauh lebih baik mampu memberikan sebuah inovasi dalam kampanye tahun ini, agar masyarakat Kota Tangerang terbebas dari tren pengkultusan.

Janji-janji palsu pun terucap manis dalam berbagai kampanye yang dilakukan demi mendapatkan simpati masyarakat. Janji yang sebenarnya tidak mampu ditepati namun diobral untuk memberikan harapan palsu bagi masyarakat. Jejak rekam yang berkasus pun seolah tidak menjadi sebuah aib an membuat malu maju dalam pemilihan pemimpin daerah yang mempunyai tagline “Kota Akhlakul Karimah” . Gambaran yang terlihat jelas pada pemilihan pemimpin Kota tangerang Tahun ini yang banyak terjadi kecacatan didalamnya. Sebuah hal yang memalukan jika seorang terduga kasus korupsi dan kerugian amat sangat besar  bagi lembaga daerahan masih diperbolehkan untuk bertarung dalam pilkada Kota Tangerang.

Disamping itu membawa nama besar dari masing-masing personalpun menjadi tren pada pilkada Kota Tangerang kali ini. Seolah para calon tidak mempunyai kekuatan secara pribadi untuk mampu menjual dirinya pada masyarakat. Popularitas tokoh seolah menjadi senjata utama mereka, mungkin mereka berfikir bahwa dengan mambawa nama tokoh tersebut akan mampu mendulang suara yang significan. Kampanye yang tidak bertema membuat masyarakat Kota Tangerang semakin jenuh dengan pesta demokrasi yang dilakukan semacam ini. Belum lagi dengan berbagai black campaign yang mengajarkan masyarakat  menjadi semakin buta akan demokrasi. Berbagai claim pun datang terhadap prestasi-prestasi Kota Tangerang yang seolah tidak ada cara lain untuk mampu menunjukkan bahwa para calon memberikan kontribusi konkrit untuk masyarakat.

Jika kita berkaca pada kampanye Kota Bandung kita dapat melihat bahwa ada sebuah pembelajaran politik di dalam kampanye yang disampaikan. Masyarakat bukan hanya diambil suaranya namun masyarakat juga diajarkan utnuk menjadi seorang yang cerdas. Masyarakat diajarkan menjadi masyarakat yang peduli bahwa pemilihan pemimpin daerah adalah sesuatu yang penting utnuk nasib masa depan wilayah tersebut. Penurunan angka golput pun seharusnya menjadi PR para partisipan kampanye. Bukan malah menaikkan angka golput karena kejenuhan masyarakat akan gaya kampanye yang tidak kreatif. Hakikat sebuah pemilihan kepala daerah adalah untuk mampu menyadarkan masyarakat bahwa dalam kondisi terburuk yang terjadi saat ini masih ada sebuah harapan besar kita mamapu memeperbaiki daerah kita, masih ada mereka yang peduli akan masa depan kota yang mereka cintai. Pilkada adalah ajang pencerdasan politik bagi masayrakat, menjadi sebuah parameter keberhasilan sebuah wilayah kedepan.

Salam Cinta untuk Indonesia

Cinta Indonesia, Cinta Banten, Cinta Kota Tangerang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun