Oleh: Ahkam jayadi
Sejatinya kita keliru ketika agama dengan segala nilai-nilai atau ajarannya kita bawa-bawa masuk ke dalam ranah Negara. Negara adalah ciptaan dan urusan manusia sedangkan agama adalah ciptaan dan urusan Tuhan Yang Maha Esa. Agama (Tuhan) sejatinya hanyalah mengurus manusia agar hidupnya bahagia dan selamat dunia dan akhirat.
Agama dalam pandangan negara kita adalah hendak membangun dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Manusia Indonesia yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi juga memiliki moralitas (akhlak) yang mulia. Pada ranah yang terakhir ini lah agama berperan.
Setelah terbentuk manusia yang bermoral atau berakhlak mulia barulah silahkan menjadi pejabat publik atau penyelenggara negara atau pemerintahan yang amanah. Pejabat-pejabat yang bisa kita harapkan melaksanakan tugas-tugasnya untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Pejabat-pejabat publik yang bisa kita harapkan untuk tidak menyalah-gunakan kekuasaan dan kewenangan dalam segala aspek terkhusus untuk tidak melakukan korupsi.
Betapa banyak kita melihat personal pejabat publik kita yang sangat tinggi tingkat kualitas sumber daya manusianya dari sisi sains dan teknologi bertitel profesor doktor toch tetap saja menyalahgunakan jabatan dan kewenangan dengan melakukan berbagai bentuk pelanggaran hukum seperti kolusi, korupsi dan nepotisme. Sejatinya hal ini harus menjadi pelajaran besar. Kenapa orang-orang terpelajar tetap saja melakukan berbagai bentuk pelanggaran hukum khususnya korupsi yang sangat merugikan masyarakat, bangsa dan negara. Terlebih lagi bila keahliannya sebagai profesor doktor adalah di bidang hukum atau aparat penegak hukum dan kemudian melakukan berbagai bentuk pelanggaran hukum seperti korupsi.
Baru beberapa hari lalu kita dikagetkan lagi dengan penangkapan tiga orang hakim di Pengadilan Negeri Surabaya karena korupsi (meneriman sogokan dari orang yang berperkara). Penangkapan yang merupakan peristiwa yang senantiasa berulang berupa penangkapan hakim. Beberapa waktu lalu sebelumnya juga terjadi penangkapan hakim Pengadilan Negeri di Surabaya karena si hakim menerima sogokan. Termasuk juga salah satu mantan pejabat di Mahkamah Agung yang dari hasil penggeledahan ditemukan uang hampir satu trilyun serta emas seberat 51 kilogram, quo vadis?
Tentu saja penulis tidak menafikan hal-hal yang dilakukan selama ini oleh banyak pihak untuk melibatkan agama dalam berbagai aspek bernegara atau kebijakan pemerintahan akan tetapi penulis lebih fokus kepada bagaimana peran agama di dalam membangun dan membentuk kualitas sumber daya manusia yang religius. Hal ini penting kita pahami dan cermati oleh karena selama ini hal ini yang banyak kita abaikan.Â
Selama ini kita lebih banyak bila berbicara tentang kualitas sumber daya manusia dengan pelibatan sains dan teknologi. Kualitas sumber daya manusia lebih banyak dilihat dari tingkat pendidikan dengan mengabaikan sisi-sisi religius spiritual. Tentu saja hal ini tidak salah akan tetapi pendekatan ini tidak menyentuh aspek terdalam dari diri manusia (hakikat entitas terdalam dari diri manusia) khususnya tentang kualitas sumber daya manusia agar terbentuk pejabat-pejabat publik yang bermoral atau berakhlak mulia yang sangat dibutuhkan adanya.
Sayangnya dalam pidato pertama yang disampaikan oleh Presiden Prabowo setelah dilantik menjadi presiden periode tahun 2024 hingga 2029 yang begitu berapi-api dan menggelegar hal ini tidak disinggung. Padahal aspek religius spiritual adalah hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian oleh beliau sebagai penguasa tertinggi negara ini yang tidak saja sebagai kepala pemerintahan akan tetapi juga sebagai kepala negara. Aspek religius spiritual yang selama ini dalam setiap pergantian pemerintahan (presiden) tidak mendapat perhatian serius dan substansial tidak hanya dalam perumusan program pemerintahan akan tetapi juga dalam implementasinya.
Hanya pada ranah religius spiritual, kita tidak dapat hindari bahwa sisi keberagamaan masyarakat kita juga sangat banyak masalah. Masalah dari sisi pemahaman keagamaan yang ekstrim. Penyalah-gunaan ajaran agama sebagai akibat dari korupsi spiritual yang selama ini melanda umat beragama. Korupsi spiritual yang menyebabkan terjadinya pemahaman agama yang salah bahkan keliru.
Korupsi spiritual yang akibatnya lebih fatal dari korupsi uang negara. Betapa tidak pemahaman agama yang keliru atau salah itu lah yang melahirkan sikap-sikap ekstrim umat beragama. Sikap ekstrim yang menganggap hanya dialah (agama) yang benar dan yang lain salah. Umat beragama yang membenarkan umat lain untuk di bunuh, di musanahkan dan sebagainya.
Sebagai umat beragama marilah kita melakukan revisi, rekonstruksi dan evaluasi terhadap cara dan pemahaman keagamaan kita yang ada selama ini. Pemahaman yang pada akhirnya kita harapkan bisa melahirkan umat beragama yang saling memahami, mengasihi dan mencintai satu sama lain. Saling mencintai dan mengasihi tidak saja dalam ranah negara Republik Indonesia akan tetapi sebagai umat manusia yang harus menjadi rakhmat bagi sesama dan juga se isi alam. Semoga bisa menjadi bahan pertimbangan,
 wassalam.#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H