Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Harapan Kepada Presiden Prabowo dalam Menindak Koruptor

17 Oktober 2024   20:04 Diperbarui: 17 Oktober 2024   20:04 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harapan Kepada Presiden Prabowo dalam Menindak Koruptor

Oleh: Ahkam Jayadi

            Dua hal yang sangat penting kita pahami dan tegakkan dalam realitas terkait dengan tindak pidana korupsi (extra ordinary crime) adalah: upaya pencegahan dan upaya penindakan atau penghukuman kepada pelakunya.

            Masalahnya, seringkali korupsi hanya dilihat dari sisi penghukuman atau penindakan bila telah terjadi tindak pidana korupsi. Bahkan terang benderang suatu proses korupsi dibiarkan berlangsung tanpa ada tindakan. Lihatlan korupsi yang terjadi di PT. Timah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nanti dilakukan tindakan setelah korupsi itu berlangsung selama kurang lebih tujuh tahun.

            Pertanyaannya kemudian bagaimana sejatinya kita berharap pada pemerintahan Prabowo (Presiden periode 2024-2029) ke depan guna mencegah atau menindak para pelaku korupsi? Sebagimana pernyataan beliau untuk menindak tegas dan menghapus korupsi dari akar-akarnya.

            Pengalaman selama ini juga sudah terang benderang memperlihatkan bahwa salah satu penyebab terjadinya korupsi adalah tidak transparannya jumlah atau besaran pendanaan suatu proyek serta pertanggung-jawabannya. Di tambah lagi sikap permissif terhadap berbagai bentuk korupsi yang dilakukan secara bersama-sama untuk memperoleh keuntungan dengan cara melanggar hukum.

            Lingkup pejabat yang menangani sebuah proyek secara bersama-sama mereka permisif dengan korupsi atau penyalah-gunaan keuangan negara dan merugikan keuangan negara. Masyarakat umum atau bahkan aktivis anti korupsi dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat terkadang juga permissif terhadap korupsi karena mulutnya di sumbat dengan uang.

            Last but not least adalah institusi pengawasan yang juga permissif atau tidak menegakkan fungsi pengawasannya secara baik dan benar. Lagi-lagi dalam berbagai kasus auditor pengawasan seperti BPK dan BPKP juga di sogok dengan uang agar tidak melaporkan secara benar apa sesungguhnya yang terjadi, berbagai kasus tentang ini sudah banyak diberitakan. Kepala Daerah menyogok auditor untuk menutupi korupsinya sehingga mendapatkan predikat WTS atau WTP.

            Tentu saja sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tidak masuk akal korupsi yang terjadi di PT. Timah yang merugikan keuangan negara dengan nilai fantastis 300 trilyun dan berlangsung sekitar 7 tahun. Korupsi yang terjadi di PT. Asuransi Jiwasraya dengan korupsi 25 trilyun juga sudah berlangsung puluhan tahun. Korupsi di PT. Asabri demikian juga adanya. Terakhir korupsi di Kementerian Pertanian yang juga sudah berlangsung ber tahun-tahun bahkan bawahan di peras juga membiarkan hal tersebut terjadi sekian lama. Ini lah wujud korupsi berjamaah atau semua stake holder yang ada membiarkan hal itu terjadi karena menguntungkan bagi mereka semua.

            Terkait dengan apa yang dikemukakan di atas maka ada beberapa potensi korupsi yang kalau tidak di kelola atau di tangani dengan baik maka sangat mungkin terjadi korupsi yang dibiarkan berlangsung bertahun-tahun hingga hal tersebut menjadi temuan. Kita berharap hal ini tidak lagi terjadi di pemerintahan Prabowo.

            Korupsi yang kemungkinan terjadi di proyek trilyunan dalam Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang sangat di tuntut keberanian para auditor BPK atau BPKP dan yang lainnya untuk bicara yang sebenarnya. Demikian juga dengan berbagai proyek strategis nasional seperti: Food estate, Pembangunan berbagai bandara dan irigasi, pembangunan kereta api dan yang lainnya. Pemerintahan baru Presiden Prabowo harus mengevaluasi proyek-proyek ini ada korupsi apa tidak dan jangan korupsi tersebut diwariskan ke dalam pemerintahannya. Dengan kata lain semua Proyek Strategis Nasional harus dihentikan sementara lalu di lakukan pemeriksaan investigatif oleh auditor dan kalau ada penyimpangan maka semua pihak yang bertanggung jawab harus di proses secara hukum tanpa pandang bulu.

            Kita berharap bahwa ketegasan yang disampaikan oleh Prabowo sebagai presiden ke depan bukan hanya gertak sambel akan tetapi benar-benar di wujudkan secara tegas dari awal pemerintahnnya hingga akhir pemerintahannya. Ketegasan yang tidak hanya dimiliki oleh Pak Prabowo akan tetapi juga di dukung dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran pemerintahan mulai dari Pusat hingga level daerah paling kecil (Lurah dan kepala Desa). Dengan dukungan audit yang dilakukan oleh para auditor dari berbagai Lembaga pengawasan dengan sebenar-benarnya.

            Masalahnya ketegasan seperti ini sudah dilakukan oleh semua presiden akan tetapi jebol juga. Bagaimana Pemerintahan SBY, Jokowi korupsi mash juga terjadi. Bahkan di era Pemerintahan Jokowi salah satu menteri (Menteri Kelautan)  yang nota bene anak buahnya Pak Brabowo melakukan korupsi.

            Salah satu hal yang penulis maksudkan dengan kata, "baik dan benar" adalah kebiasaan yang salah dan memupuk terjadinya korupsi adalah, "pemaafan" kepada pelaku korupsi atau penyalah-gunaan keuangan negara. Bila nilai kecil maka pelakunya tidak akan di proses hanya dimaafkan. Demikian juga bila pelakunya bisa mengembalikan kerugiaan negara maka pelakunya lagi-lagi dimaafkan. Prinsip hukum pidana bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana yang sudah dilakukan. Loch kan jelas pengembalian kerugian negara telah membuktikan secara nyata dia telah melakukan korupsi.

            Cara-cara seperti itu jelas tidak akan bisa menghilangkan perilaku korupsi. Para pelaku korupsi akan gambling dengan korupsi yang dilakukan. Kalau dia ketahuan ya lagi sial tapi kalau tidak diketahui dan lolos menyogok para aparat penegak hukum maka selamat. Hal ini tergambar dengan sangat jelas dari kesimpulan yang disampaikan oleh KPK baru-baru ini bahwa korupsi masih jamak terjadi atau dilakukan oleh para penyelenggara negara oleh karena dua hal yaitu: korupsi resikonya kecil dan korupsi untungnya besar. Wouuu kereeen.

            Demikian juga hal ini dapat kita cermati melalui diskusi (Focus Group Discution) yang di lakukan oleh Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP) baru-baru ini (September-Oktber 2024) di tujuh wilayah Indonesia. Salah satunya di Kota Makassar (Universitas Hasanuddin) yang penulis ikuti mengangkat tema, "Rapuhnya Etika Penyelenggara Negara". Dalam diskusi itu penulis menyampaikan selain karena rapuhnya etika maka yang tidak kalah pentingnya adalah, "hilangnya rasa malu" dari para penyelenggara negara untuk melakukan berbagai pelanggaran hukum.

            Quo vadis pernyataan Presiden Prabowo dalam upaya memberantas korupsi, semuanya terpulang kepada kita semua: masyarakat, pemyelenggara negara atau pemerintahan, aparat penegak hukum dan para auditor lembaga pengawasan sejauh mana kita mendukung dan memberikan dukungan serta partisipasi di dalam mencegah terjadinya korupsi,#  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun