Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urgensi Akhlaki bagi Hakim Konstitusi

20 Juli 2023   11:09 Diperbarui: 23 Juli 2023   09:17 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Etika, Moral atau Akhlak

Entitas etik, etika, moral atau akhlak hingga kini masih di kacaukan atau di salah pahami tidak hanya dalam posisi terminologi akan tetapi juga pada sisi substansi. Kekeliruan atau kesalahan tersebut berawal dari hasil perenungan para filosof sejak zaman Yunani klasik, abad pertengahan hingga abad modern serta era kontemporer yang menempatkan norma hukum di satu sisi sebagai produk hasil perenungan dan hasil berfikir manusia dan nilai-nilai moral atau akhlak di sisi lain sebagai produk alam (Allamah M.H. Thabathaba'I, 1997).

Pada ranah ini lah kita telah tersalah yang menempatkan entitas manusia dengan kemampuan berfikirnya yang melahirkan ilmu pengetahuan, filsafat dan filsafat hukum. Sumber nilai dan sumber belajar sejatinya hanya ada dua, yaitu: Ilmu Pengetahuan dan Agama. Nilai-nilai etik, etika, moral dan akhlak bukan ciptaan manusia, bukan produk alam akan tetapi nilai yang melekat pada entitas kemanusiaan sebagai pemberian Tuhan itulah akhlak (moral). Pada ranah inilah setiap orang harus mengenal dirinya secara utuh (dari mana, sedang dimana dan hendak kemana). Hal ini penting agar kita tidak tersalah di dalam menganalisis sesuatu termasuk di dalam memberikan solusi tehadap permasalahan yang terjadi (Alqur'an Surat At- Tarik ayat 5, Surat At-Tagabun ayat 2).

3. Upaya Rekonstruksi Epistemik

Manusia sebagai sebuah entitas yang mempunyai kemampuan berfikir yang luar biasa bukanlah sesuatu yang terbentuk sebagai hasil dari sebuah proses akan tetapi sesuatu yang given (pemberian Tuhan) sebagaimana Firman Tuhan dalam Surat As- Sajadah ayat 9. Nilai-nilai etik, etika, moral atau akhlak sejatinya adalah term yang sama satu asal dan sumbernya, hanya kita manusia (para ahli) yang dengan akal pikirnya (dari hasil olah akal) kemudian membeda-bedakannya. Semuanya bermuara pada pengertian, "nilai baik dan buruk menurut pandangan Tuhan" (Surat Al Baqarah ayat 147). Untuk itu kesemua istilah tersebut penulis menyatukannya dalam istilah, "akhlak".

Akhlak adalah nilai dasar yang melekat pada diri setiap manusia sebagai pemberian Tuhan (siddiq, amanah, tabligh dan fatanah). Dengan sifat-sifat itu sejatinya setiap manusia tahu betul eksistensi dirinya dalam sebuah perkara. Setiap orang pasti tahu dan sadar betul pada sisi mana dia tersalah dan pada sisi mana dia benar. Kebenaran dan kesalahan itu akan muncul ketika kita selami diri kita masing-masing. Tidak perlu kita saling salah menyalah. Nilai-nilai akhlak muncul dalam bentuk, "rasa"  atau bisikan hati nurani (voice of the heart).

Pada akhirnya ketika kita tahu betul dimana kita benar dan dimana kita bersalah maka ujung solusinya adalah, "saling memaafkan satu sama lain". Dalam kontes pemilu presiden, pemilu legislatif dan pemilukada cantolannya adalah pada kesepakan bersama sejak awal kontestasi adalah, "siap untuk menang dan siap untuk kalah", bukan mencari-cari berbagai cara agar menang dan mencari-cari cara agar lawan kita salah dan kalah. Inilah nilai sejatinya kultur bangsa kita dengan Pancasilnya adalah, "nilai-nilai kekeluargan dan musyawarah mufakat". Pada ranah ini jugalah kita bisa melihat keanehan dan kesalahan beragama masyarakat kita dalam menghalalkan segala cara untuk menang dan menempatkan Tuhan secara salah (kemenangan yang di dapat karena permainan uang tapi di klaim sebagai rezeki dari Tuhan), hingga di gugat ke Mahkamah Konstitusi.

Intinya kita sejatinya membiasakan penyelesaian suatu masalah hukum dengan proses mediasi sebagai proses penyelesaian terbaik (misalnya perselisihan hasil pemilu presiden, legislatif dan kepala daerah, pembubaran partai politik dan yang lainnya).   

Dalam proses litigasi sejatinya segenap stakeholder yang terlibat harus melibatkan nilai-nilai akhlak dalam proses bekerjanya. Salah satu wujud pelibatannya adalah melalui pelibatan hati Nurani dengan suara hatinya (voice of the heart). Hati nurani sebagai pemilik atau tempat bersemayamnya nilai-nilai akhlak (kebenaran). Bukan nilai-nilai kebenaran yang sudah terkontaminasi oleh berbagai kepentingan. Baik itu kepentingan pribadi, kepentigan kelompok, kepentingan material, kepentingan politik, kepentingan finansial dan last but not least adalah kepentingan dominasi kebenaran tunggal yang individual liberal.

Wujud nyata di dalam membiasakan memahami dan menegakkan nilai-nilai akhlak adalah melalui pengamalan nilai-nilai ajaran agama (Islam). Contohnya melalui, shalat, sembahyang, dzikir, puasa, zakat, infaq dan sadaqah atau amal ibadah sesuai dengan agama masing-masing. Demikian juga yang tak kalah pentingnya adalah setiap saat kita evaluasi atau menilai diri kita (sebanyak apa kita berbuat baik dan sebanyak apa kita berbuat salah).  

4. Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun