Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Catatan Nikah Beda Agama

7 September 2022   13:28 Diperbarui: 7 September 2022   13:32 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CATATAN NIKAH BEDA AGAMA

Oleh: Ahkam Jayadi

 

Hari Kamis (8 September 2022) di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar akan di adakan, "Seminar Nasional" bertema, "Nikah Beda Agama Perspektif Yurisprudensi, Hukum Positif dan Fatwa". 

Penulis senang dan berterima kasih kepada panitia yang mengankat topik ini dengan menggunaan kata, "nikah" hal yang selama ini menjadi gugatan penulis untuk tidak menggunakan kata "kawin" karena untuk manusia itu nikah sedangkan kawin atau perkawinan itu untuk makhluk lainnya (Hedi, 2019).

Sayangnya, topik Seminar Nasional tersebut jelas memperlihatkan persepsi dan pemahaman yang salah. Agama sebagai istilah atau entitas tidak bisa menikah atau kawin. Yang nikah adalah manusia yang pada dirinya terkandung status sebagai pemeluk agama (Islam).

Pada ranah inilah tidak ada dan tidak diperkenangkan seorang penganut suatu agama untuk menikah dengan penganut agama lain (Wahyuni, 2014). Agama adalah urusan keyakinan, urusan iman dan urusan yang sakral jangan di jadikan mainan. Untuk itu setiap agama masing-masing punya ruang dengan batasnya masing-masing yang kemudian membedakannya dengan agama lain.

Berbagai norma di dalam kehidupan bermasyarakat dan peraturan perundang-undangan dari dulu sampai sekarang dan sampai dunia kiamat tidak mengenal dan tidak dikenal adanya pernikahan dari orang-orang atau pasangan yang berbeda agama (Nasution, 2019). Untuk melanasungkan sebuah pernikahan maka terlebih dahulu pasangan itu harus memiliki anutan atau keyakina agama yang sama. 

Artinya jika si laki-laki agamanya "A" sedangkan si perempuan agamanya "B" maka salah satunya harus mengalah atau memilih untuk masuk atau memeluk keyakinan salah satu pasangannya, misalnya keduanya menjadi penganut agama "A" atau agama "B".

Bahwa di dalam realitas kehidupan masyarakat ada terjadi pernikahan meskipun keduanya berbeda agama maka itu adalah penyimpangan dan tentu saja tidak bisa dibenarkan dari sisi agama (agama mana pun). Pernikahan adalah sakral dan terikat oleh aturan dan nilai-nilai agama (Wahyuni, 2014).

Pada ranah ini memang kehidupan keberagamaan masyarakat kita masih banyak yang menyedihkan (Zeinudin & Ariyanto, 2021). Masih banyak pemeluk suatu agama sesungguhnya tidak memahami dengan baik nilai-nilai agamanya sehingga dia dengan mudah melakukan pelanggaran terhadap ajaran agamanya (termasuk dalam pernikahan). 

Terlebih lagi bila kita melihat perkembanan kehidupan sekarang dengan semakin kuatnya nilai-nilai hukum sekuler (ex. KUH Perdata). Banyak masyarakat apalagi di berbagai Negara maju (baik penganut system hukum Anglo Saxon maupun Eropa Kontinetal) dalam memahami dan mamaknai hidup dan kehidupannya adalah tunduk dan patuh pada nilai-nilai dan prinsi-prinsip hukum perdata sekuler. 

Dengan demikian sebuah pernikahan misalnya dimaknai sebagai hubungan perdata (sebuah ikatan perjanjian yang semata bersifat pribadi dan duniawi) semuanya bernuansa profan di dalamnya. Mahkamah Konstitusi bahkan sudah memutuskan untuk tidak membenarkan pengesahan pernikahan beda agama dalam Putusan No. 68/PUU/XII/2014 (Zeinudin & Ariyanto, 2021).

Uraian di atas semakin jelas ketika kita melihat bagaimana saudara-saudara kita yang tergabung di dalam kelompok Lesbian, Gai Bisex dan Transpuan yang menghendaki Negara (pemerintah) mengakui adanya pernikahan sesama jenis. Termasuk fenomena aneh yang banyak kita saksikan adanya yang menikah dengan kambing, menikah dengan boneka dan yang lainnya.

Tugas berat dari pemerintah, politisi, tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama adalah membuat visi dan misi yang sama tentang eksistensi dan hakekat nilai-nilai agama di dalam mengatur kehiduan baik sebagai pribadi terlebih lagi sebagai sebuah komunitas umat beragama baik intern umat beragama maupun antar umat beragama sehingga tidak ada institusi Negara apalagi institusi agama yang mau melayani dan melakukan pernikahan terhadap penganut atau pemeluk suatu ajaran agama yang berbeda.#

Makassar, 7 September 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun