Mohon tunggu...
ahjab ahjab
ahjab ahjab Mohon Tunggu... -

Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dokter

17 September 2015   15:29 Diperbarui: 17 September 2015   15:29 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Dipojok, saya cekikikan sendiri, mengamati fragmen lucu tur asu itu. Doktris (dokter artis) itu sembrono. Kenapa mereka sama sekali tak paham rasa. Saya berani taruhan dengan ujung kuku saya, tak ada satu pun dari mereka yang anak petani. Mereka pasti anak orang kaya. Digadang-gadang orang tuanya karena sudah menjadi dokter. Atau dipaksa jadi dokter sebagai dongkrak status sosial keluarga, kemudian karena keterbatasan kapasitas otak lalu kuliah di kampus gak jelas (induk semang menyebutkan nama kampusnya, dan memang gak jelas, hehe)

 

Waduh, saya sinis sama dokter nih. Sinis tanda tak mampu, hehe. Ndak, sama dukun saja saya ndak sinis, apalagi sama dokter. Cuma adegan tadi sangat lucu. Bayangkan, dokter itu profesi setengah dewa, apalagi di Indonesa. Profesi itu menjadi jaminan bahwa anda akan mampu melamar/dilamar anak mentri. Dengan profesi sementereng itu, doktris itu gagal belajar empati, toleran, tawadlu, dst. Mereka mungkin jago membedah organ manusia, tapi mereka gagal membedah "rasa" bathin warga kampung itu. Mungkin, khayalan mereka saat masih kuliah adalah menjadi dokter di rumah sakit Internasional mewah di Jakarta atau Singapura, lalu berharap pasien yang datang adalah Brad Pit atau Tom Cruise, konsultasi tentang kesehatan kelamin. Eh, lha kok ternyata malah beramah-tamah dengan orang kampung bau kambing di pelosok Karawang.

 

"Bapak-ibu yang saya hormati. Dokter-dokter nu geulis tea, akan menjadi tulang punggung bagi kualitas kesehatan masyarakat Kecamatan Kutawaluya." Induk semang melanjutkan pidato.

 

Tulang punggung ndasmu sempal...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun