Keempat, penguatan negara dengan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya masih lemah. Janji ini terlihat seperti “jauh panggang dari api” seperti juga terlihat pada poin kedua Nawacita karena pelanggaran hukum masih terjadi, sehingga kredibilitas aparat penegak hukum tetap rendah.
Kelima, peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia melalui pendidikan dan pelatihan. Sejauh ini belum terlihat indikasi meyakinkan pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Dunia pendidikan Indonesia justru kian terbelenggu dalam birokratisasi dan “kementerianisasi”.
Keenam, peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Belum terlihat kebijakan dan langkah konkret meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di tingkat internasional.
Ketujuh, perwujudan kemandirian ekonomi. Janji ini masih berputar pada retorika. Belum terlihat indikasi atau gejala di mana Indonesia dapat mandiri secara ekonomi.
Kedelapan, perwujudan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kurikulum pendidikan nasional. Revolusi karakter atau revolusi mental baru sekedar retorik. Belum terlihat penataan kurikulum nasional yang mendorong revolusi karakter bangsa.
Kesembilan, peneguhan kebinekaan dan penguatan restorasi sosial Indonesia. di tengah kecemasan masyarakat tentang gejalapeningkatan intoleransi yang menginginkan keseragaman, belum terlihat langkah konkret tidak hanya untuk penguatan kembalikebinekaan, tetapi juga Pancasila yang merupakan peneguh utama tenunan sosial negara-bangsa Indonesia.
Belum berhasilnya Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memenuhi janji-janji mereka, seperti terumuskan dalam Nawacita, secara apologetis karena keduanya baru menjalankan pemerintah sekitar delapan bulan. Dalam rentang waktu itu, perhatian dan energi Presiden terseret ke dalam berbagai pergaduhan politik.
Apa pun alasan belum terpenuhinya janji-janji itu membuat popularitas dan kredibilitas Jokowi merosot. Waktu tersisa bagi Jokowi sekitar empat tahun lebih, Presiden Jokowi sepatutnya segera menciptakan momentum yang dapat mendorong realisasi berbagai janji, terutama termaktub dalam Nawacita-nya.
Penulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Penerima MIPI Awards 2014 Kategori Pemerhati Pemerintah.
Tulisan ini dimuat Kolom Analisis Politik halaman 15 Harian Kompas, Selasa 16 Juni 2015