Mohon tunggu...
Ahercapres
Ahercapres Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendukung PKS

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebijakan Jokowi Buat Ekonomi Indonesia di Ambang Bencana

25 Juni 2015   21:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:35 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Judul koran jakarta"][/caption]Pakar ekonomi Australia memperkirakan perekonomian Indonesia akan terus melambat, dari buruk menjadi sangat buruk, di tengah ketidak-percayaan pelaku bisnis terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo.Dalam tulisannya di situs Australian Strategic Policy Institute (ASPI) Strategist, John McBeth menulis pelambatan yang terus memburuk ditandai volume ekspor yang terus merosot dan ambruknya konsumsi domestik.

Ekonomi nasionalis, menurut McBeth, adalah penghalang pertumbuhan. Kritik Presiden Joko Widodo di forum Konferensi Asia Afrika memang membuat senang kelompok nasionalis, tapi Indonesia tidak melakukan apa-apa untuk menarik invenstasi asing.Di era Presiden SBY, pemerintah Indonesia dan Bank Dunia mencanangkan pertumbuhan 5,8 persen. Kini, proyeksi pertumbuhan ekonomi turun antara 5,2 sampai 5,3 persen, dan kemungkinan terus turun dalam beberapa bulan ke depan.

Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan Indonesia 4,7 persen pada kuartal pertama, terendah sejak 2009. Terpengaruh harga komoditas rendah dan pelambatan Tiongkok, ekspor Indonesia periode Mei 2015 turun 15,2 persen year on year, dan hampir dua kali lipat dibanding bulan sebelumnya. Namun masih ada surplus untuk bulan keenam, karena impor turun 21 persen -- sama dengan penurunan 22,3 persen pada April. 

Bulan madu politik Presiden Joko Widodo ternyata lebih pendek dari yang diharapkan, karena keretakan hubungan degnan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan ketidak-mampuannya menghentikan konflik antara polisi dan Komisi anti-Korupsi (KPK). Presiden Joko Widodo, menurut McBeth, berusaha memperbaiki hubungan dengan Megawati setidaknya sampai penundaan perombakan kabinet. Sedangkan kritikus sepenuhnya fokus pada ekonomi, dan mengeluhkan kurangnya visi strategis dan koordinasi kebijakan.

"Tidak ada contoh lebih baik selain upaya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menarik investasi asing, tapi di sisi lain Departemen Tenaga Kerja membuat orang asing semakin sulit mendapatkan ijin kerja," tulis McBeth.

McBeth juga menyoroti langkah berani Joko Widodo menghapus subsidi BBM. Namun, banyak pihak prihatin dengan cara kabinet Jokowi mengelola fluktuasi harga minyak dunia dan mendidik orang Indonesia memahami cara kerja pasar dunia.

Rejeki dari minyak, tulis McBeth, kemungkinan harus dialihkan. Bank Dunia memperkirakan Indonesia akan defisit Rp 282 triliun, karena target peningkatan 30 persen dari pajak terlalu ambisius bagi sebuah negara yang rasio pajak terhadap PDB hanya 11 persen. Mengutip salah satu mantan menteri ekonomi Indonesia, McBeth mengatakan fokus Presiden Joko Widodo pada infrastruktur adalah kesalahan, karena yang diperlukan saat ini adalah tindakan pump-priming untuk membuat ekonomi bergerak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun