Mohon tunggu...
Ahdiyat Kaspurridho
Ahdiyat Kaspurridho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Salatiga

Menyukai apa yang ada dan apa yang tidak ada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Singkat Penulisan Hadis

29 Juni 2024   06:48 Diperbarui: 29 Juni 2024   07:13 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

. Pada saat ini, Nabi tidak hanya memberikan perintah, tetapi juga memberikan banyak inspirasi melalui doa-doanya. Selain itu, Rasulullah sering mendoakan kebaikan di dunia bagi mereka yang mempelajari hadis dan menginformasikannya kepada orang lain. Itulah yang mendorong teman untuk mempelajari hadis; Selain itu, para sahabat adalah penduduk asli Arab yang mayoritas orang buta huruf dan tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik, namun memiliki kemampuan hafalan yang sangat baik. Namun, ini tidak berarti mereka tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis. Keadaan ini hanyalah ciri kebanyakan dari mereka, tetapi sejarah telah menunjukkan bahwa beberapa di antara mereka mampu, Adiy bin Zaid Al-Abbady, yang mampu membaca dan menulis, meninggal 35 sebelum hijrah. sudah belajar menulis hingga mahir, dan menjadi individu pertama yang menulis surat dalam bahasa Arab kepada kisra: Sebagian orang Yahudi juga mengajarkan anak-anak di Madinah menulis. Arab. Kota Makkah, yang dulu merupakan pusat perdagangan sebelum kenabian, menjadi bukti keberadaan penulis dan pembaca. Sebagian besar informasi menunjukkan bahwa di kota ada individu yang mampu membaca dan menulis. ini menunjukkan bahwa orang Arab adalah bangsa yangummi.

 

Rasulullah saw menyampaikan hadis kepada para sahabatnya dengan beberapa cara. Yang pertama adalah melalui majelis ilmu, yaitu tempat pengajian yang diadakan untuk membina jamaah. Kedua, dia menggunakan Rasulullah saw juga banyak menyampaikan hadis. melalui rekan tertentu, yang kemudian didistribusikan kepada orang lain. Jika hadis tersebut terkait dengan masalah keluarga dan kebutuhan biologus, maka hadis tersebut disampaikan melalui istri-istri Nabi sendiri. Ketiga, mereka disampaikan melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti saat haji wada' dan fath al-Makkah. Ketika melakukan haji pada tahun 10 H, Nabi berpidato di depan ratusan ribu orang. kaum muslimin yang menjalankan ibadah haji, isinya berhubungan dengan bidang yang mencakup muamalah, ubudiyah, politik, jinayah, dan hak asasi manusia kebajikan, kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan konsistensi. Ada juga larangan Nabi untuk menumpahkan darah, larangan riba, pelecehan, dan arahan untuk menegakkan persaudaraan sesama manusia, serta berpegang teguh pada alQur'an dan Hadis sepanjang waktu.

 

 

 

  •  Pembukuan hadis
  •  
  • Kodifikasi dalam bahasa arab dikenal dengan al-tadwin yang memiliki pengertian codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Dalam beberapa kitab ulumul hadis al-tadwin memiliki kesamaan makna dengan penulisan atau pencatatan dalam satu buku[3]. At-tadwin telah diebutkan dalam kitab Mana' Al-khatan: "Tadwin bukanlah menulis, yang dimaksud menulis ialah, seseorang menulis suatu lembaran atau lebih banyak dari itu, sedangkan tadwin ialah mengumpulkan sesuatu yang tertulis dari lembaranlembaran dan hafalan dalam dada, kemudian menyusunnya hingga menjadi satu kitab"[4]
  •  
  • Dari penjelasan di atas tersebut kita dapatmemahami kalau pengkodifikasian dilakuukan scara bertahap mulai dari pengumpulan tulisan tulisan dan penulisan yang dihafalkan di dalam hati kemudian akan dibentuk menjadi sebuah buku.

 

Rasulullah SAW meminta umatnya untuk selalu berbagi pengetahuan, mengajarkan cara melakukannya, dan berwasiat untuk menyebarkan pengetahuan. Beliau tidak hanya berfungsi sebagai nabi, tetapi juga menjadi pemimpin, guru, hakim, mufti, dan pendidik. Pada awalnya, dia melakukan kegiatan di masjid, selain sebagai tempat ibadah, proses belajar mengajar, dan tempat teman untuk belajar dan fatwa Nabi Muhammad.[5]

 

Dalam pembukuan hadis ada beberapa periode yaitu dintaranyan Periode Pra Khulafa' Ar-Rasyidin pada masa ini, tersebarnya periwayatan hadits ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadits pun menjadi ramai. Karena meningkatnya periwayatan hadits, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga hadit di berbagai daerah di seluruh negeri. Periode Abad II dan III Hijriah hingga sampai Periode saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun