Karena di benak sudah terpatri jalan-kaki menuju Gedung Sate, saya berbalik menawarkan agar Pak X mengikuti jalur saya. Terkesan agak ragu, ia mengiyakan.
"Pak, hati-hati saja, kalau pagi begini, jalanan masih sepi", ujar saya melanjutkan pembicaraan. Terkekeh, ia menjawab pelan,"Saya pensiunan kolonel, pernah tugas di Bandung."
Dibuat TerlibatÂ
Namun baru beberapa langkah kami berjalan, tiba-tiba datang mendekat seorang 'aktor lain' memperkenalkan diri, sebut saja Pak Y.
Orang ini mengaku pengusaha minyak dari negara tetangga. Seingat saya, ia mengenakan celana blue-jeans dan baju katun cerah bermotif garis-garis biru. Di pergelangan tangan kirinya melingkar jam tangan merk terkenal.
"Bapak-bapak, dimana letak departemen urusan pertanian di Bandung? Kami dari perusahaan minyak (menyebut nama perusahaan dan asal negara), ingin membagikan CSR perusahaan kami, langsung kepada kelompok petani." Demikian Pak Y membuka pembicaraan.
Akhirnya kami bertiga terlibat dalam percakapan kembali. Terlihat Pak X antusias bertanya kritis bagaimana dana tersebut bisa sampai ke Indonesia. Apakah perlu proposal untuk pencairannya, syarat dan ketentuannya apa saja, kapan waktu pencairan dana tersebut, dan lewat bank mana dana ini akan dicairkan.
Mencoba mengikuti alur pembicaraan tersebut, lama kelamaan saya merasa kikuk, bengong, dan ingin segera keluar dari percakapan itu karena tidak tertarik.
Mungkin gerakan mata dan kernyitan dahi kebosanan saya terbaca oleh Pak Y. Ia terus berusaha melibatkan saya dalam pembicaraan. Yang dilakukannya unik. Setiap Pak X selesai bertanya, saya diminta Pak Y menjelaskan maksud pertanyaan Pak X.Â
"Apa tadi dia berkata?" Demikian katanya.