Mohon tunggu...
Antonius Hananta Danurdara
Antonius Hananta Danurdara Mohon Tunggu... Guru - Sedang Belajar Menulis

Antonius Hananta Danurdara, Kelahiran Kudus 1972. Pengajar Fisika di SMA Trinitas Bandung. Alumni USD. Menulis untuk mensyukuri kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Mengenang Belajar Merangkak hingga Muncak bersama Daihatsu Xenia

26 Desember 2021   09:29 Diperbarui: 27 Desember 2021   12:03 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lepas bebas setelah melampaui medan perjuangan pegunungan 'entahlah' (sumber: Hananta/pribadi)

Umumnya, gaya hidup pasangan muda setelah mempunyai rumah sendiri adalah menghadirkan mobil idaman. Namun, mengusahakannya tidak semudah membalik telapak tangan. Keluarga muda harus bersabar menunggu terjadinya 'resonansi' antara dana dengan berbagai jenis mobil yang masuk dalam jangkauan keuangan mereka. Ada keluarga yang akhirnya memilih membeli mobil second. Namun ada juga yang dengan sabar menginginkan mobil baru.

Sebagai keluarga muda, kami pun sampai pada kebutuhan memiliki mobil, setelah mengalami kehujanan berempat di satu sepeda-motor. Akhirnya 'resonansi' terjadi. Kami berhasil menghadirkan Daihatsu All New Xenia Sporty 1300 cc di teras rumah kami.

Berubah Pikiran Setelah Berkunjung ke Showroom

Bulan Juni 2013, kami berkunjung ke beberapa showroom mobil. Kunjungan ini bertujuan untuk mengklarifikasi hasil literasi spesifikasi mobil yang kami incar dengan penampakan nyata eksterior, interior, fungsi fitur - fitur, seputar service rutin, dan pengadaan suku cadangnya.

Daihatsu Astra Biz Center (disingkat: Daihatsu ABC) yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung adalah showroom terakhir yang kami sambangi. Belajar dari kunjungan dua showroom sebelumnya, fokus kami langsung tertuju pada mobil keluarga, Daihatsu All New Xenia.

Daihatsu Astra Biz Center, Jalan Soekarno-Hatta No. 438 D, Bandung (sumber: Daihatsu ABC)
Daihatsu Astra Biz Center, Jalan Soekarno-Hatta No. 438 D, Bandung (sumber: Daihatsu ABC)

Kami mendapatkan pelayanan sales yang baik. Bahkan ia bersedia mengantar kami ke gudang untuk melihat 'wujud asli' warna dan varian Daihatsu. Di sinilah kami merasa diyakinkan. Setelah mempertimbangkan informasi- informasi dari sales tersebut, kami memutuskan untuk membeli Xenia type sporty manual berwarna putih.

Memang jika dilihat sepintas, harga beli mobil baru nampaknya besar. Namun setelah di-breakdown dalam bentuk cicilan, ternyata mobil baru menjadi masuk akal untuk dibeli.

 

Belajar Mengemudikan Mobil

Delapan belas hari kemudian, mobil idaman akhirnya datang. Berbekal keterampilan mengemudi dari kursus singkat, saya pun menjajal Xenia di seputar kompleks rumah kami.

Asyik juga mencoba fitur-fitur touchscreen yang disajikan di layar 7 inci. Tampilannya sederhana, tetapi ikon-ikonnya mudah dioperasikan. Sebagian fitur memiliki fungsi yang melebihi ekspektasi kami.

Singkat cerita, saya berhasil mengemudikan Xenia dengan hampir seratus jam jalan. Rute-rute seperti jalan sempit perkampungan, jalan tol, kelokan, dan tanjakan-turunan telah selesai dipelajari.

Dari semua rute tersebut, pembelajar mobil sebaiknya ekstra-fokus saat melenggangkan kendaraannya di jalan tol. Namanya juga jalan bebas hambatan, mobil-mobil yang dikendarai pasti berkelajuan tinggi. Jika bergerak lambat, mobil kita akan menjadi penghambat mobil-mobil lain.

Meskipun agak panik saat disalip dari kanan-kiri, perlahan saya mempunyai keberanian menekan pedal gas mengikuti irama laju mobil-mobil lainnya.

Belajar memarkirkan Xenia tidaklah sulit. Cara parkir belok-maju, belok-mundur, samping-maju, dan samping-mundur dengan cepat saya kuasai berkat dukungan kamera belakang yang jernih dan terang (termasuk saat malam hari).

GPS bawaan Xenia Sporty sangat membantu pengemudi pemula menyusuri rute perjalanan. Namun sebelum digunakan, GPS perlu di-setting terlebih dahulu. Mode jenis jalan harus tepat agar tidak tersesat.

Untuk pengendara pemula, tidak disarankan mencentang 'Jalur Tak Beraspal' (sumber: Hananta/pribadi)
Untuk pengendara pemula, tidak disarankan mencentang 'Jalur Tak Beraspal' (sumber: Hananta/pribadi)

 

'Bulan Madu' Bersama Mobil Baru

Akhir Desember 2013 pun tiba. Rencana mudik Natal dan Tahun Baru sekeluarga dengan Xenia sudah dibulatkan.

Kota Kudus adalah tujuan pertama. Kami mencapainya setelah delapan belas jam di jalan. Di kota kretek tersebut, kami menjemput eyang-nya anak-anak untuk diantar ke tujuan kedua, kota Yogyakarta.

Akhirnya kesampaian juga keinginan kami mengantar Ibu dengan mobil baru hasil jerih-payah sendiri. Anak-anak kami duduk di baris kursi ketiga. Sementara eyang mereka duduk di baris kursi kedua. Xenia mempertemukan buah-hati kami dengan eyang-nya. Sesekali anak-anak dengan lincah 'berguling' pindah baris mendekati mamanya yang duduk di kursi depan.

Ruang Xenia cukup leluasa untuk ukuran anak-anak 6-8 tahun. Karet-karet sekatnya cukup rapat menutup. Noise dari luar hanya sedikit yang menembus, asal kelajuan Xenia tak lebih 60 km/jam. Barney dan Strawberry Shortcake dapat tayang di layar monitor double-Din dengan suara menggelegar.  

Selain menjadi 'tempat silaturahmi keluarga', keuntungan kita memiliki mobil pribadi adalah pengaturan jam perjalanan, rute, dan tujuan-tujuan singgah.

Dengan GPS yang terpasang, kita dipandu mencapai tujuan. Ke Yogyakarta lewat Salatiga? Ternyata bisa! Rute yang tidak pernah terbayang ketika saya masih menggunakan transportasi bus umum.

Di perjalanan, kami menyempatkan mampir di percandian Prambanan, sekedar mengenalkan anak-anak pada karya adiluhung leluhur tanah jawa, Siwagrha untuk Trimurti.

Setelah puas menikmati candi-candi nan-megah tersebut, kami melanjutkan perjalanan ke rumah saudara, tempat natalan keluarga besar kami.

Hampir Kecelakaan di Jalur Kelok Karangpuncung

Bersemangat luar biasa mengendarai Xenia membuat saya mengabaikan lelah. Malam itu, setelah selesai natalan keluarga di Yogyakarta, kami membuat keputusan sembrono yaitu lanjut mudik nataru ke kota Kuningan, tujuan ketiga. Kira-kira jam sepuluh malam, kami mengarahkan mobil melewati jalur selatan Jawa.

AC mobil yang seharian menyejukkan kini menjadi terasa lebih dingin bagi anak-anak yang duduk di belakang. Sementara derasnya hujan dan hawa dingin menyebabkan kaca depan bagian dalam mobil berembun.

Terganggu dengan keterbatasan pandangan, kami memutuskan untuk mengistirahatkan mobil sejenak di SPBU perbatasan Wates -- Purworejo. Istri memberikan dua selimut tebal kepada dua permata hati kami. Tak lupa, Xenia diisi pertamax, full tank.

Ketika semua kaca mobil ditutup, kelembaban udara di dalam kabin meningkat karena respirasi para penumpang yang melepaskan uap air. Dalam cuaca dingin, uap air ini akan terkondensasi dalam bentuk embun yang menempel di kaca bagian dalam. Dampaknya akan mengganggu pandangan sang pengemudi.

Secara teori, sebaiknya AC mobil dimodekan pada skala besar. Tujuannya agar proses penyedotan udara yang mengandung uap air di dalam kabin semakin besar. Konsekuensinya, kabin mobil menjadi lebih dingin karena udara kering yang ditiupkan kembali oleh AC tersebut. 

Untuk itu, dalam setiap perjalanan jauh, terutama melintas dataran tinggi, sebaiknya kita mengantisipasinya dengan menyiapkan selimut atau jaket yang tebal.

Setelah hujan berkurang intensitasnya, kami melanjutkan perjalanan menuju Kota Kuningan lewat jalur selatan.

Setibanya di jalur kelok Karangpucung, mobil kami hampir crash adu-bagong dengan sebuah truk. Waktu itu bermodalkan persneling gigi 3, Xenia dipacu menyalip truk-gandeng di sebuah tanjakan. Tiba-tiba sebuah truk-medium muncul dari arah atas-depan. Rem Xenia pun saya injak sampai berdencit 'menangis'. Untunglah, truk tersebut melakukan hal yang sama.

Pengalaman itu sempat membuat kami bergetar was-was untuk melanjutkan perjalanan. Untuk menenangkan diri, kami berhenti di SPBU pinggiran kota Banjar.

Belajar Merangkak di Tanjakan Terjal 

SPBU tersebut menjadi titik start kami menjadi offroader-pemula Banjar-Kuningan. Dimulai dari diskusi kecil dengan istri, saya pun mengisi kota tujuan di layar GPS dengan ketikan 'Kabupaten Kuningan' sebagai tujuan akhir perjalanan. Saat itu saya merasa lega. Peta GPS menampilkan jalur warna merah. Jalur ini yang akan memandu kami sampai ke Kuningan. Tertulis juga jarak tempuhnya hanya 75 km!

Sekitar jam dua pagi kami melajukan Xenia mengikuti panduan GPS. Jalan yang kami lalui begitu mulus. Namun akhirnya saya sadar, GPS telah mengarahkan Xenia kami melewati jalan pintas. Jalan yang tadinya aspal kini berganti tanah dan bebatuan. Karena kepalang basah, kami pun melanjutkan perjalanan dengan mengikuti rute GPS.

Tanjakan-tanjakan mulai bergantian menampakkan diri. Diselingi dengan hujan rintik-rintik, Xenia kami berhasil melalapnya semua. Adrenalin petualangan pun telah menang melawan kantuk. Sementara anak-anak dan ibunya masih terlelap tidur.

Sampailah kami pada tanjakan dengan kemiringan sangat terjal. Daihatsu dengan persneling gigi 2 awalnya mampu mendaki tanjakan itu. Namun di separo jalan, mesin mobil terhenti kehabisan tenaga karena kebelummahiran saya mengganti persneling. 

Perlahan, mobil mulai melorot mundur. Menginjak pedal-rem yang dikombinasikan dengan tarikan handle-rem perlahan, itulah yang saya lakukan saat itu. Secara refleks, stir saya pertahankan lurus, agar mobil tidak berguling.

Syukurlah beberapa detik kemudian, mobil terhenti setelah roda belakang sebelah kiri masuk ke parit yang tidak terlalu dalam.

Sejenak terdengar suara kepanikan istri mengajak anak-anak kami keluar mobil berbaur dengan suara gerimis. Gelap pekat di kanan-kiri menyembunyikan belantara dari pandangan kami. Sementara terang benderang lampu Xenia menyorot tanjakan yang menjulang.

Tak berselang lama, sebuah mobil bak terbuka terlihat di ujung atas sedang menuruni tanjakan. Saat berpapasan, sempat saya melihat sejumlah ibu-ibu bersama aneka barang dagangan berdiri di bak belakang, tegar melawan rintik hujan. Mungkin sekitar jam tigaan pagi.

"Pakai persneling satu saja terus, jangan diubah-ubah. Itu kan nanti masih belok-belok, Pak, masih nanjak lagi lebih tinggi lagi." Kira-kira seperti itulah teriakan sang sopir sambil tertawa. Kelihatannya ia sangat paham medan dan tahu permasalahan yang saya hadapi.

"Hatur nuhun, Pak," balasku.

 

Pengalaman pertama, 'Muncak' Melampaui Awan

Xenia kami mulai meraung-raung bersemangat kembali, memecah kesunyian hutan yang rapat dengan aneka pepohonannya. Pelan tapi pasti, ia menaiki tanjakan demi tanjakan dengan level kemiringan yang belum pernah saya temui selama berlatih mandiri.

Menjelang subuh, Xenia masih mendaki. Syukurlah tak lama dari itu, jalan mulai mendatar. Artinya kami telah sampai di titik tertinggi jalan yang bisa dilalui kendaraan. Mobil saya hentikan dengan mesin dalam keadaan hidup.

Aku dan 'Daki' (sumber: Hananta/pribadi)
Aku dan 'Daki' (sumber: Hananta/pribadi)

Rintik-gerimis reda berganti kabut yang mulai menipis. Sambil menikmati dinginnya udara pagi, saya mencoba untuk berjalan ke sebelah sisi kanan jalan.

Di sela--sela pohon cemara, ternyata Mobil kami muncak. Awan-awan terlihat bergulung merona indah di bawah. Sebuah puncak bukit utuh terlihat di bawah kami dengan kontur yang samar. Kalau dibayang sekarang, kira - kira seperti melihat Bromo dari Pananjakan.

Ilustrasi: Pemandangan Gunung Bromo (sumber: Guntur-Kresno/Pexels)
Ilustrasi: Pemandangan Gunung Bromo (sumber: Guntur-Kresno/Pexels)

Sayang keindahan saat itu tidak terabadikan. Istri hanya sempat mendokumentasikan diriku dengan 'kekasih' baru keluarga kami, Daihatsu All New Xenia Sporty. 

Tanjakan-tanjakan di pegunungan itu telah mewisuda saya menjadi pengemudi Xenia dengan pesan "berendah-hatilah selalu". Sunrise yang tersaji indah di sela- sela pepohonan seakan-akan meneguhkan, "Hudang! Lindungilah keluargamu."

 

Kaki-kaki yang Kokoh, Suspensi yang Nyaman dan Rem yang Handal

Satu ujian bersama Xenia telah kami lalui. Ujian berikutnya membawa selamat keluarga turun dari puncak gunung melalui jalur balik gunung (utara) agar sampai ke Kota Kuningan.

GPS mengarahkan kami turun melewati punggung gunung. Kabut tebal menghalangi pandangan ke segala penjuru. Namun dari GPS kami tahu, kiri-kanan kami adalah jurang-curam yang tersamarkan oleh lebatnya pepohonan perdu.

Jalan tanah berbatu dan tidak rata di alam nyata merupakan tempat ujian kaki -kaki mobil, suspensi, dan rem yang sesungguhnya. Goncangan-goncangan karena roda menghantam keras bebatuan yang besar atau masuk 'cerukan' di perlintasan mirip offroad selalu kami rasakan tiap detiknya. Xenia dilajukan tak lebih 10 km/jam agar saat pengereman di turunan curam tidak terjadi slip.

Bagi saya yang mengalami langsung, Xenia kami telah lolos ujian itu.

Saat melihat anak-anak di belakang baik-baik saja, membuat suara pagi dengan kunyahan kripik ketela dan kentang, saya berkesimpulan bahwa Daihatsu Xenia cukup layak memberikan kenyamanan walau di medan semi-offroad.

Berpose dengan latar belakang pegunungan 'entahlah'  (sumber: Hananta/pribadi)
Berpose dengan latar belakang pegunungan 'entahlah'  (sumber: Hananta/pribadi)

Lega rasanya setelah kami memasuki perkampungan demi perkampungan dan akhirnya tiba di jalan beraspal. Sejenak mobil kami pinggirkan. Kami berfoto ria dengan latar belakang pegunungan yang semalaman menjadi medan perjuangan kami.

Perjalanan heroik, 75 km Banjar-Kuningan telah berhasil kami tempuh selama delapan jam! Dalam senda gurau kami kala itu, anak bungsu mencetuskan nama 'Daki' untuk mobil kami. Daki, sang pendaki pegunungan pemisah Banjar dengan Kuningan.

 

Merawat Daki dengan Servis Rutin di Bengkel Resmi

Daki kini telah menjangkau lebih sembilan puluh delapan ribuan kilometer. Hal yang patut kami syukuri, di usianya yang lebih dari delapan tahun, 'Daki' masih sehat-bugar.

Saya menyakini, kunci Daki nyaman dan aman dikendarai adalah perawatannya yang rutin. Kami mempercayakan Daki untuk selalu di-service di bengkel Daihatsu ABC. Catatan 'medis' daihatsu Xenia kami tertulis rapi di database bengkel tersebut.

Mengapa harus bengkel resmi? Bagi kami, bengkel semacam Daihatsu Astra Biz Center menjanjikan pengerjaan service yang apik karena ditangani ahlinya, dipertanggungjawabkan hasilnya, yang pada akhirnya memberikan rasa aman sang pengendara.

Suku cadang yang digunakan pasti genuine, tanpa ada kekawatiran pemalsuan.

Belasan kali kami service rutin, belum pernah ada komplain serius yang kami ajukan.  Nyatanya, service di bengkel resmi memang memberikan kepuasan.

Di usianya yang sudah tidak muda, Daki masih bisa digeber gaspol. Dengan dukungan body yang streamline, Xenia itu melaju lurus melesat seperti kilat. Dengan pertamax, getaran mesin akan terasa lebih tenang di perlintasan rata dan datar.

Tetapi memaksakan kehendak melajukan Daki dengan kecepatan tinggi sangatlah berbahaya. Apalagi karakter Daki sebenarnya ditujukan untuk mobil keluarga. Karakter tersebut haruslah diimbangi dengan sikap pengemudi yang rendah hati dan melindungi keluarga.

Berdasarkan pengalaman, sebaiknya mobil sekelas Daihatsu All New Xenia, dilenggangkan di kelajuan 60-80 km/jam. Mobil ini akan menghemat bahan bakar. Saat besar kecepatan mobil melebihi 100 km/jam, pasti akan lebih boros. Energi dari bahan bakar yang diubah menjadi energi gerak mobil akan semakin besar.

Jika untuk sekedar menaikkan adrenalin, meng-gaspol mobil keluarga tersebut adalah tindakan sia-sia, menghamburkan uang, membahayakan orang lain, dan membahayakan diri sendiri.

Penutup

Demikian cerita pengalaman kami akan Daki. Upaya untuk sabar, detail, dan terencana berbuah pada pilihan yang tidak disesali, yaitu Daihatsu All New Xenia Sporty 1300 cc. Kami pun bisa merawatnya di bengkel resmi dengan optimal. Pengeluaran atas jasa perbaikan dan biaya penggantian suku cadang masih dalam jangkauan untuk keluarga kami.

Kesederhanaan tampilan Daki dibanding mobil keluaran sekarang tidak membuat kami berkecil hati sebab ada cerita besar Daki yang telah membahagiakan kami sebagai keluarga.

Daki, sekarang, setelah 8 tahun (sumber: Hananta/pribadi)
Daki, sekarang, setelah 8 tahun (sumber: Hananta/pribadi)

Berkat Daki, kami mendapatkan 'ruang-komunikasi' antar anggota keluarga. Rasanya lebih sering kami mengambil keputusan bersama di dalam mobil daripada ketika berpencar di rumah.

Terima kasih kepada Daki yang merangkak mendaki tanjakan, melewati kelokan, dan 'muncak' dengan perkasa. Terima kasih kepada Daki yang memberikan kenyamanan dan keamanan menyelesaikan turunan, melaju di jalan bebas hambatan, mengantar kami sampai tujuan. Daki menjadi sahabat setia. Daki menjadi salah satu saksi syukur kami atas anugrah kehidupan dari Sang Penyelenggara Ilahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun