Melayani mereka, guru harus memiliki kemauan dan waktu. Ketiadaan keduanya, program BMM akan mengambang - gagal dalam membangkitkan kesenangan, perhatian, kemauan, dan kepuasan belajar siswa. Apalagi bila BMM ditujukan untuk siswa - siswa ekstra - perhatian.Â
Personality guru juga berefek pada interaksi langsung dengan grup. Meramu ketegasan, target - tuntutan, canda, dan kasih - sayang dalam formula yang pas akan mampu memotivasi siswa lepas dari suapan - suapan pengetahuan.
Kadang topik - topik yang diangkat peserta program bukan topik yang dikuasai guru. Mau tidak mau, guru harus berliterasi mengimbangi letupan gagasan murid - muridnya.
Nah, sampai disini, apakah hybrid learning di masa pandemi akan mampu 'menghadirkan' guru yang ingin menghidupkan BMM?
Jawabannya adalah mampu, demikian penulis meyakini.
Hampir semua langkah pembelajaran BMM dapat disajikan secara tatap - muka online, baik yang sifatnya personal - grup maupun dalam kelompok besar. Tentu harus didukung dengan software dan  hardware yang memadai serta user yang trampil.
Akan ada sedikit kendala di tahap workshop. Hal ini dikarenakan siswa peserta program BMM memiliki keterbatasan skill, terutama yang menyangkut aktivitas pertukangan.
Kita akan tertawa bila mendengar siswa kota tingkat SMA yang masih kesulitan menggergaji, membor, atau yang paling sederhana saja, yaitu memaku. Aktivitas biasa di masa lalu yang sebaiknya memerlukan pengawasan di masa sekarang.
Baca juga: Imunitas Tubuh Bekal Utama Pejuang WFO
Terkait dengan presentasi dan pameran hasil karya, lingkup online justru membuka peluang jangkauan yang lebih luas dan tak terbatas oleh waktu.
Penutup