Mohon tunggu...
Po El
Po El Mohon Tunggu... -

happy time

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Duka Dalam Perpisahan

25 Maret 2013   13:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:14 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi yang cerah, udara yang sejuk dan kicauan burung turut memeriahkan  panggung kehidupan pada waktu itu. Kami yang sedari subuh belum beranjak dari Mesjid. Di dalam mesjid kami berpelukan satu sama lain untuk yang terakhir kalinya. Lelehan air mata mengalir membasahi pipi. Dada pun terasa sesak seperti ingin meletus. Suara Isak tangis memenuhi ruangan mesjid. Dinding mesjid seolah - olah ikut larut dalam kesedihan.

Pagi yang sangat mengharukan. Selalu ada air mata dalam perpisahan. Hari itu kami harus berpisah dengan sekolah tempat kami menimba ilmu. Kami akan berpisah dengan orangnya, gedungnya, suasananya, keceriaannya, kesedihannya, dan banyak lagi  yang belum tentu akan kami temukan di tempat lain.

Di dunia ini memang pada akhirnya harus merelakan semuanya. Pada satu waktu pun kita akan berpisah dengan dunia ini. Tetapi yang paling menyakitkan adalah tidak adanya kesempatan mengucapkan 'Selamat Tinggal'.

"Terima kasih pada guru - guruku yang dengan senang hati mendidikku. Tanpa didikan kalian mungkin aku tidak  menjadi yang sekarang. Kalian telah mendidikku banyak hal yang sangat bermanfaat dalam hidupku ini. Aku selalu berusaha mengamalkan semua yang kalian ajarkan. Semoga kalian dalam limpahan rahmat-Nya. Dan Tuhan membalas semua kebaikan kalian."

"Terima kasih pada sobat-sobatku yang telah ikut mengisi hari-hariku. Dukungan kalianlah yang membuatku tetap kuat sampai kini. Tanpa kalian, aku kehilangan pendukung yang setia. Kalianlah yang terbaik. Aku menyanyangi kalian. Semoga Tuhan memberkahi kalian."

Ungkapan yang tulus dari dasar hatiku.

Begitu cepat waktu berlalu. Tiap detik merupakan nafas kehidupan. Salah satu momen terbaik dalam hidupku ketika aku masih menghirup udara, menginjakkan kaki dan  menuntut ilmu di sekolah unggulan kota tercintaku itu. Sekolah yang didirikan oleh sebuah keluarga asal daerahku yang telah sukses dan kaya di Ibukota berupa hasil zakat, sodaqoh dan infak mereka. Kenangan yang tak terlupakan. Sesuatu yang sangat aku rindukan. Tetapi untuk kembali ke masa itu sungguh mustahil dan tak mungkin.

Aku rindu guru - guruku yang tiap pagi meniup pluit membangunkan kami,  menceramahi kami seusai sholat subuh, membimbing iman kami ke jalan yang benar, mendidik kami dalam nuansa islami dan mengajar kami di ruang kelas.

Aku juga sangat rindu dengan teman - temanku yang bersama-sama bermimpi menjelajahi dunia ini kelak dari balik tembok yang mengurung kami. Teman yang membangunkanku malam hari untuk belajar menghadapi ujian sekolah esok, sholat malam, dan mencuci pakaian.

&&&

Di pagi ini cuaca mendung, awan tebal menghias langit, udara terasa dingin dan suasana di rumah sakit masih hening membuat panggung kehidupan sedikit mencekam. Tubuhnya terbaring lemah di atas kasur. Pria yang gemuk itu sekarang kurus kerontang. Penyakit ganas yang dideritanya mengikis daging tebalnya. Ia menatap kami dengan tatapan yang dalam. Mungkin ia sedang mengingat wajah kami. Wajah yang mulai asing baginya. Wajah yang telah lama menghilang dari hadapannya.

"Bagaimana kabar kalian" sapanya terdengar sayup.

"Baik Pak" jawab kami serentak pelan.

"Alhamdulillah, sekarang kalian terlihat lebih ganteng dan berwibawa" ujarnya dengan senyuman khasnya yang kharismatik.

Kami tersenyum mendengarnya. Dalam keadaan yang cukup mengenaskan ini ia kelihatan tegar sekali dan tersenyum menghadapinya. Padahal penyakit yang dideritanya sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Dokter yang mengobatinya pun sudah memberi tahu jatuh tempo kematiannya. Meskipun takdir kematian itu merupakan rahasia Tuhan dan tidak seorang pun di dunia ini yang tahu itu.

Bahkan ia juga masih menyempatkan membaca buku. Baginya buku adalah teman sejati. Teman yang tak pernah berbohong dan berkhianat. Kecintaannya terhadap ilmu sangatlah dalam. "Sedalam samudera" katanya di teras mesjid saat kami bercengkrama denganya. "Buku merupakan warisan yang tak ternilai harganya bagi kita yang hidup sekarang dan orang yang akan datang" ujarnya singkat.

Semangatnya dalam menuntut ilmu  patut  ditiru. Ilmu itu tidak harus diperoleh di sekolah dan di perguruan tinggi. Ilmu itu bisa dicari di mana saja dan sama siapa saja. Meskipun ilmu itu diucapkan seorang pelacur yang perbuatannya keji tetapi bila yang ia sampaikan baik dan bermanfaat kita harus mengambilnya.

Begitulah sosoknya aku kenal. Ia merupakan pengajar sekaligus pendidik yang memberi teladan kepada kami. Ia tidak pernah melarang sesuatu kepada kami sebelum ia sendiri melarang dirinya. Ia memiliki ilmu yang sangat dalam sehingga butuh waktu menyelaminya. Tutur katanya sopan dan santun yang tak pernah menyakiti. Ia semampunya membantu permasalahan yang kami hadapi. Jika mengingat kebaikannya sangatlah banyak. Semoga semua kebaikannya mendapat balasan dari Tuhan.

"Terima kasih kalian telah menjadi muridku yang baik. Mendengarkan perkataanku, menjalankan perintahku dan tunduk pada laranganku. Tiap perkataan dan perbuatan pasti tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu aku meminta maaf kepada kalian. Dan sebelum aku meninggalkan dunia fana ini. Aku titipkan kalian Alquran dan As Sunnah sebagaimana Nabi menitipkannya kepada kita ummatnya. Kajilah alquran, tadabburilah dan amalkan isinya. Beramallah sesuai dengan yang dicontohkan Rasul. Karena sesuatu yang tak dicontohkan Rasul merupakan kesia - siaan." Ujarnya dengan suara lebih jelas dan lebih keras supaya kami menangkapnya mudah.

&&&

Sehari setelah kami menjenguknya di rumah sakit. Sampailah ke telingaku kabar kepergiannya. Tetes air mata berjatuhan seperti hujan deras di musim kemarau. Dadaku bergemuruh berhalilintar. Sosok wajahnya yang berseri langsung tampak dihadapanku, senyumnya yang mengembang, giginya yang putih dan jenggotnya yang mulai memutih.

"Terima kasih Tuhan aku telah dipertemukan dengannya. Ampunilah dosanya, kasihanilah ia, maafkanlan ia dan tempatkanlah ia di sisi-Mu. Amin."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun