Tulisan ini merupakan bagian dari keluh kesah saya saat memilih (dan memutuskan) transportasi mana yang akan saya gunakan untuk menuju ke kantor. Bulan-bulan sebelumnya, saya tidak pernah gusar untuk menuju ke tempat kerja.Â
Pasalnya kantor saya berada di pinggiran Jaksel-Depok. Dengan mengendarai motor saya pilih jalan alternatif dan tidak kurang dari 10 menit sudah sampai.
Sejak Mei ini, saya pindah ke tempat kerja yang terbilang masih cukup dekat. Tetapi, butuh effort yang tidak biasa (saja). Salah satunya terkait pilihan transportasi tidak umum yang harus saya gunakan untuk berangkat kerja.
Langsung saja, yang pertama baca sahadat ada beberapa opsi yang bisa saya gunakan. Motor, bus TJ, angkot dan tentu saja transportasi siksaan sejuta umat, KRL. Untuk sekedar menghemat, saya biasanya kombinasikan pilihan itu dengan jalan kaki.
Sepeda Motor
Sejak awal, motor memang tidak saya gunakan sebagai pilihan utama. Tentu saja karena alasan macet, sehingga menurut saya membutuhkan ekstra tenaga dan waktu tempuh menjadi tak tentu. Singkatnya malah bikin saya emosi. Kzlll
Ada beberapa ca(c)ta(c)tan selama saya menggunakan motor. Macet disebabkan karena banyaknya simpangan jalan, pengendara yang putar arah dan kendaraan mobil yang hanya diisi oleh satu penumpang.Â
Rasanya tidak adil bila hendak menyalahkan jalanan yang sempit sedangkan pertumbuhan volume kendaraan yang tiap tahun kian meningkat. Kurangnya kesadaran pengendara juga menambah semrawutnya jalanan.Â
Belum lagi ulah polisi gopek yang mengais rupiah dengan cara menyeberangkan kendaraan dan yang putar arah.
Angkot
Salah satu teman baru saya adalah angkot. Saya menggunakannya 2 kali dalam sehari. Saat pergi dan pulang ke/dari stasiun. Tarifnya cukup murah,yaitu 4-5 ribu untuk sekali trip.Â
Saya kurang tau tarif resminya, tapi bila dikasih 5ribu tidak ada kembalian. Kalo beruntung, saya bisa dapat angkot yang bagus, tetapi tidak jarang saya dapat angkot yang kurang layak. Ah betapapun, angkot tersebut masih laik jalan, setidaknya menurut otoritas kendaraan di kota ini.
Angkot bisa menampung 12-16 penumpang. Kalo angkot belum penuh, biasanya sopir akan mangkal dibeberapa titik agar bisa memenuhi kursi yang ada. Perlu persiapan mental yang kuat karena penumpang akan dihadapkan dengan panas apalagi saat macet melanda.Â
Bau asap rokok sang sopir yang masih mengebul dan juga pengamen yang menjajakan suaranya. Kadang kasihan kalo lihat sopir angkot harus setor recehan ke beberapa preman yang mangkal di sekitaran stasiun. Ups
Kereta KRL
Apa yang kamu pikirkan tentang KRL? Yap, desakan penumpang. KRL memang menjadi salah satu transportasi umum yang membelah kawasan Jabodetabek. Selain cepat, tarifnya juga sangat murah. Rute terjauh dari Bogor ke Jakarta tidak lebih dari 5rb. Pun, dapat ditempuh kurleb 60 menit.
Dibalik itu semua, perjuangan melelahkan dan segala resiko harus tetap diambil. Pada jam-jam sibuk. Penumpang harus berebut masuk ke gerbong.Â
Bila sedang tidak beruntung, penumpang harus siap tergencet sana-sini. Ah mengerikan. Belum lagi kalo ada penumpang yang ngotot dan resek yang memaksa masuk walaupun sudah sangat sesak.
Siksaan lainnya terkadang kamu harus siap mencium aroma badan tidak sedap dari penumpang lain (Jangan dibayangkan). Resiko bagi perempuan terkadang harus menghadapi pelecehan seksual, seperti sentuhan dan lainnya. Meskipun sudah disediakan gerbong khusus wanita, nyatanya belum mencukupi kuota yang ada.
Mengenai kursi prioritas? Rasanya semua orang juga tau, penumpang yang sudah dapat tempat duduk akan berpura-pura tidur agar tidak diberikan cuma-cuma. Saya maklum, betapapun penumpang tentu merasa kelelahan setelah seharian beraktifitas di tempat kerja.
Opsi selanjutnya adalah busway. Meskipun saya bisa menjadi pilihan, selama ini saya belum pernah menggunakannya. Alasan saya karena busway akan terkena macet sehingga waktu tempuh akan lama.Â
Bahkan akan lebih lama dari Motor karena berebut jalan dengan mobil dan kendaraan lain. Selain itu, rute yang digunakan masih jauh dari tempat kerja. Mungkin suatu hari, saya akan mencobanya.
Dari semua opsi kendaraan yang ada, saya paling sering menggunakan kereta dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Nikmat dan sengsara adalah rasa. Bagaimana saya menjalani, begitulah saya menikmatinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H