Isu pekerja asing yang menyerbu Indonesia makin mengemuka. Dari grup-grup WhatsApp, FB, maupun BBM secara berantai tersebar luar berita kedatangan 10 juta pekerja asal China. Bahkan secara spesial, Yusril Ihza Mahendra melalui akun Twitter-nya mengkritisi kebijakan tersebut. Utamanya soal kebijakan bebas visa untuk 196 negara.
Isu impor pekerja asing sebelumnya juga diwacanakan Menteri Ristek terkait dengan jabatan rektor universitas yang boleh dijabat orang asing. Tak pelak, pro dan kontra menggelinding bak bola salju.
Geger pekerja asing sebelumnya juga sudah terjadi setelah 5 warga China tertangkap tangan menggali tanah di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. Pekerjaan kasar ternyata sudah juga diimpor? Informasi kedatangan tenaga kerja asing yang juga bekerja di sektor-sektor yang selama ini dianggap kelas teri, rendahan, pekerja kasar, tukang sapu, tukang masak, hingga sopir-sopir angkut mulai menyeruak memasuki wilayah Indonesia.
Informasi-informasi yang menyatakan pekerja kasar di pertambangan sudah merupakan pekerja asing juga banyak ditemukan di ranah media sosial. Pekerja kasar ini datang bersamaan dengan proyek-proyek negara yang sumber dananya berasal dari investor asing.
Para pemberi bantuan atau pemberi hutang dengan berbagai persyaratannya juga memasukkan klausul pelaksana dari proyek terkait dengan melibatkan tenaga kerja dari negara asalnya. Disinyalir berbagai proyek-proyek pertambangan dengan investasi besar dari China tak hanya membawa uang tetapi juga buruh-buruh kasarnya.
Wajar jika banyak tersebar informasi tentang ditemukannya warga China di pertambangan maupun di pintu-pintu masuk seperti bandara dan pelabuhan.
Pemerintah memang tidak mengizinkan pekerja kelas bawah ini masuk di wilayah Indonesia. Aturannya jelas dan tegas, namun fakta di lapangan berbicara lain. Jika mengikuti aturan mereka tidak akan bisa masuk. Pekerja kasar juga tidak ada dalam data Kemenaker, selain dibawa perusahaan dari negara investor.
Pekerja-pekerja kasar ini biasanya memang memasuki wilayah Indonesia dengan cara “illegal”, tak berizin dari kementerian/lembaga terkait. Mereka umumnya masuk melalui visa wisata, lalu tak kembali ke negara asalnya, dengan sedikit uang tips mereka bisa mendapatkan KTP Indonesia dengan mudah.
Parahnya, beberapa temuan juga menyebutkan para tenaga kerja kasar yang dikirim ke Indonesia tak lain adalah para tahanan. Situasi ini akan sangat berbahaya jika mereka adalah intel atupun tentara.
Indonesia memang butuh asung investasi untuk mendorong perekonomian yang sedang lesu. Dorongan untuk mempermudah investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tak bisa dihindarkan, apalagi di saat pendapatan negara “seret” untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Tentu juga sangat disayangkan, jika investasi asing yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tinggi tak dinikmati tenaga kerja Indonesia sendiri. Apa guna pertumbuhan ekonomi tinggi, pembangunan besar-besaran tetapi dampaknya bukan untuk penduduk Indonesia sendiri.