Rekrutmen talenta muda ini sempat mendapat sorotan dari FIFA karena dianggap eksploitasi pemain di bawah umur dari setiap negara. Pada tahun 2011, QFA dan Aspire Academy memberikan opsi bagi setiap pemain muda untuk melanjutkan karir di Eropa atau Asia dan diperkenakan untuk membela negara asli mereka masing-masing.
Di sisi lain, secara kompetisi liga, QFA sejatinya telah mentransformasi kompetisi dari berbagai golongan umur dan ruang lingkup kompetisi. Selain kompetisi berjenjang, kompetisi antar sekolah layaknya di Jepang juga mendapat perhatian penuh dari federasi. Kasta tertinggi QSL yang hanya dihuni 12 klub juga difasilitasi dengan kompetisi domestik tambahan bagi klub-klub, yakni Emir of Qatar Cup, Sheikh Jassim Cup, Qatari Cup, Qatar Stars Cup (kompetisi Klub U19 dan U23) dan Qatar FA Cup. Selain itu, Qatar juga diuntungkan oleh adanya kompetisi antar klub di Timur Tengah.Â
Animo masyarakat kawasan Teluk soal sepak bola memang tengah menggila, apalagi negara tetangga Qatar yakni Saudi Arabia juga tengah menggelontorkan dana triliunan untuk menaikkan standar Saudi Super League dengan mendatangkan pemain-pemain eropa termasuk mega bintang Cristiano Ronaldo. Beberapa kompetisi eropa seperti Spanish Super Cup dan Supercopa Italia juga diadakan di sana. Tidak hanya itu, FIFA juga memfasilitasi FIFA Arab Cup untuk kompetisi internal kawasan. Semua program dan juga lingkungan yang mendukung ini menjadi basis penting dalam revolusi sepak bola Qatar.Â
Menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 adalah faktor krusial dalam kebangkitan sepak bola Qatar. Meski partisipasi pertama kali dengan hasil yang tidak memuaskan, capaian tampil di kompetisi bergengsi dunia ini patut diapresasi meskipun dianggap sebagai privilege negara kaya di kawasan Teluk.Â
Ditambah lagi, kualitas stadion megah dan training camp telah disulap seperti taraf klub terbaik eropa. Akan tetapi, beberapa tahun sebelum itu, Qatar sejatinya sudah memanen hasil dari apa yang mereka programkan. Partisipasi impresif di Piala Asia U23 di tahun 2018 mencapai tempat ke tiga adalah buah instan dari usaha Qatar. Pemain muda kala itu seperti Akram Afif, Almoez Ali dan Tarek Salman menjadi pondasi penting di level senior.Â
Pemain senior saat ini, Hassan Al-Haydos juga merupakan salah satu pemain yang mengantarkan Al-Sadd menjadi juara Liga Champions Asia di 2011, mengalahkan Jeonbuk Hyunadi Motors lewat adul pinalti. Bisa dibilang, prestasi di Piala Asia 2019 merupakan kombinasi antara pemain muda dan senior hasil dari kerja keras QFA dan kualitas QSL yang saat itu menunjukkan tren positif dengan mengalahkan tim-tim kuat saat itu seperti Saudi Arabia, Korea Selatan dan serta mengalahkan Jepang di Final. Â
Pendek kata, kemenangan Al-Annabi di kejuaraan tertinggi Asia kali ini bukanlah sebuah kebetulan. Melainkan, bagian dari kerja-kerja serius untuk mengubah sepak bola Qatar disegani di level internasional. Skema rekrutmen, sistem liga, pembinaan pemain dan fasilitas sangat menunjang dan menjadi prasayarat sah serta modal utama sebagai kampiun dua tahun beruntun. Sekali lagi, Mabrouk Al-Annabi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H