Mohon tunggu...
Ahalla Tsauro
Ahalla Tsauro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar, Penerjemah & Penggemar Sepak Bola

Karena Anda bukan siapa-siapa, maka menulislah

Selanjutnya

Tutup

Diary

Obrolan Sore tentang Boikot Produk Perancis

7 Januari 2022   15:45 Diperbarui: 7 Januari 2022   16:12 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sore tadi, seperti biasa waktu senggang, Ibuku sedang duduk di teras rumah sambil baca pesan beruntun di grup whatsapp (wa) emak-emak kelurahan semi-perumahan. Kali ini lumayan heboh, karena tetangga sebelah membagikan daftar produk perancis sebagai bentuk boikot atas kasus pernyataan Presiden Perancis, Emmanuel Macron beberapa waktu lalu.

Sebagai tipikal ibu-ibu pada umumnya yang selalu bereaksi, pesan itu sedikit banyak berdampak pada ibu saya. Pastinya, saya pikir, broadcast itu sudah menyebar luas, tidak hanya seatero RT/RW, tapi bisa jadi sebagian kota di penjuru negeri ini.

Salah satu produk minuman gelas Aqua yang biasanya untuk menjamu tamu kebetulan ada dalam daftar di grup wa itu. Seketika itu pula, Ibuku masuk ruang tamu dan hendak memindahkan dua kardus minuman kemasan gelas isi 48 itu ke ruang dapur. Pikirku, itu cukup berat dan bisa memicu sakit punggung bagi ibu-ibu kisaran 50-an untuk urusan angkat-angkat itu.

"Aduh Bu" kataku dalam hati sambil tepuk jidat. Tanpa banyak pikir, seketika itu pula saya angkat karton itu alih-alih membantah secara langsung apa yang dipahami ibuku waktu itu.

Tidak lama setelah itu, Ibuku hendak pesan ke warung sebelah produk minuman kemasan lain Club sebagai gantinya untuk suguhan tamu. Maklum, beberapa tamu pastinya akan ada yang menolak suguhan minuman, termasuk yang masuk daftar tadi. Ini benar-benar terjadi, karena setelah itu saya mendengar sendiri apa yang dilakukan tamu dengan menyebutkan preferensi meminum produk selain yang disebut di awal tadi.

Setelah tamu pergi dan saya berniat mengajak ibu ngobrol sembari mencoba membicarakan soal boikot dan apa yang ada dibaliknya. Tentunya sebelum itu, saya browsing berbagai macam informasi dan juga argumentasi tokoh publik favoritku - mulai dari yang agak kanan, tengah maupun kiri - yang mungkin dapat membantu meredakan sikap reaksionis itu.

Seketika itu pula, tugas kuliah daring saya tinggal sebentar demi quality time sama ibuku. Ini yang aku suka dari ibuku, meski mungkin beda dalam pendapat, tapi masih bisa diajak dialog. Waktu duduk disamping ibuku di teras rumah, tanpa basa-basi, Ia memulai pembicaraan. "Ibu-ibu dasa wisma ini lagi ramai bahas boikot-memboikot nih dek, kebanyakan sedang ngeshare berita soal menolak produk yang berbau Perancis. Jadi, biar aman, sementara karton minuman tadi jangan ditaruh di ruang tamu dulu ya." Ucap ibukku.

Saya menanggapi dengan positif sikap ibuku yang mengikuti perkembangan berita walaupun melalui pesan berantai dari grup wa dan juga memuji reaksi dan pengambilan sikapnya itu seraya menyebut "boikot itu pilihan kok bu, gak papa, asal rasional dan tidak emosi. Ini masih mending kok, ada yang lebih parah dan gak masuk akal reaksinya, Bu" ucapku.

"Lho, emangnya ada?" sambut Ibuku.

Seketika itu pula, kukeluarkan gadget lusuhku sembari mengelap layarnya pakai tisu basah.

"Ini bu, di Jakarta, ada geng anak muda yang masuk mini market, lalu beli beberapa produk yang dianggap berbau Prancis, trus dibakar. Ada yang demo di tempat kursus Bahasa Perancis, bukan di Perwakilan Pemerintahan seperti Kedutaan atau Konsulat Jenderal terkait. Ada juga yang beli berkardus-kardus Aqua, trus dibuang di tempat sampah, kayak gak tau mubadzir aja bu" tanggapku.

Dari video yang sedang viral itu, menurutku, bentuk protes atau aksi boikot yang dilakukan tidak tepat. Karena, pertama, boikot itu sikap berupa tindakan tidak menggunakan, membeli atau berurusan tidak barang atau pihak tertentu sebagai bentuk protes. Sedangkan yang dilakukan orang-orang di video tadi, membeli dan merusak, bahkan menghamburkan uang untuk hal yang merugikan dan sia-sia alias mubadzir. kedua, pastikan aksi protes berada di tempat yang tepat. Ketiga, beberapa ada yang asal menganggap suatu produk dari Prancis tanpa mencari tahu apakah produk tersebut benar-benar dari/atau dikelola oleh negara tersebut.

"Aqua dan Club itu sama-sama ngelola air minum kemasan di Pasuruan lho, pekerjanya juga mayoritas orang Indonesia. Misalnya nih, kemungkinan terburuk pabriknya tutup, trus pekerjanya di-PHK, apalagi nyari kerjaan sedang susah-susahnya di tengah musim corona begini" tambahku sembari mengajak ibuku berfikir.

 Seperti obrolan-obrolan biasanya, Ibuku membalas, "lha terus gimana ini?" tanya Ibuku.

"Yang penting itu, boikot itu masih dalam batas kewajaran saja dan konsisten, toh dulu, ibu juga pernah boikot produk Israel-Amerika sebentar. Habis itu bapak juga pasang wc jongkok produk American Dream juga oh hehe" tuturku sambil sedikit bercanda.

Terlepas dari kejadian di balik pemboikotan ini yang menyinggung agama, politik global, persaingan perdagangan/produk dan manfaat pemboikotan ini, Emak-emak seperti ibu saya ini perlu untuk bisa menyaring dan mencerna informasi yang beredar melalui diskusi santai paling tidak dengan anggota keluarganya.

Kadang meyikapi berbagai informasi melalui obrolan kecil dimaksudkan untuk memperkaya informasi, menempatkan diri di tengah-tengah sebelum memposisikan diri. Artinya, mencoba mempertimbangkan cara pandang lain dan mencoba mengambil sikap terbaik dan tidak merugikan banyak orang.

"Nah, minuman yang di belakang tadi buat saya saja ya bu. Sayang, mubadzir nanti" pungkasku sembari lari masuk kamar melanjutkan baca bahan kuliah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun