Mengenal Arti Pertentangan
Adapun TERJADINYA pertentangan bahkan peperangan lebih karena bumi yang kita diami itu punya sumber daya terbatas (langka), dan semua orang merasa saling berebutan dan merasa saling bertentangan, saling berkelompok dan seringnya saling menyisihkan. Jadi masalahnya menjadi bergeser dari ”Kelangkaan” sumber daya alam kepada masalah ”pertentangan akibat perbedaan”. jadi di sini terlihat kunci jawaban mengatasi persoalan pertentangan yaitu berakar dari kelangkaan sumber daya alam, dan “kelangkaan sumber daya alam ini tidak mungkin selesai dan di atasi dengan mempertentangkan perbedaan”. kelangkaan hanya bisa diatasi dengan produktifitas, dan menciptakan lancarnya siklus produksi dan konsumsi yang tertebar, bila siklusnya memusat maka lama kelamaan siklus produksi akan mati, sehingga kelangkaan benar-benar terjadi, siklus harus benar-benar tertebar bagi setiap golongan, caranya dengan memperhitungkan hal-hal yang perlu untuk produktifitas, dan perbedaan keyakinan tidak relevan dikaitkan dengan produktifitas. Disini juga terlihat persoalan kelangkaan pun hanya bisa diatasi dengan kesadaran bukan dengan jalan kekerasan dan penyerangan.
Konsep pertentangan ”Hitam vs Tidak Hitam” dalam realitas sosial bahkan agama tidak akan pernah ada, itu hanya imaji pikiran saja, jadi sebenarnya pertentangan itu hakikatnya tidak ada. Dalam dimensi agama, Agama Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu, Kejawen, Zoroaster, Yahudi, Shinto, dan lain sebagainya adalah berbeda saja dan tidak bertentangan jika dibahas dari sudut pandang berbeda. Terlebih lagi kebanyakan orang-orang bergama karena faktor keturunan bukan karena pilihan dari hasil pemikirannya. Jika ada hujat-menghujat dan iklim sesat mensesatkan itupun karena faktor ikut-ikutan, bukan karena mengerti persoalan. Mereka semua (yang berbeda-beda) ingin dan berhak hidup menghirup udara yang sama. Jadi perbedaan JANGAN dipertentangkan
Kita juga tahu mana mungkin kita mengajari Alquran dengan teks-teks alquran secara sepihak kepada orang yang memegang kitab Injil yang berbahasa yunani, dan mana mungkin mengajari langsung dan memaksakan fiqh Mazhab Syafii kepada orang-orang yang teguh menjalankan fiqh mazhab Hambali, apalagi melalui jalan kekerasan, semua pihak harus bisa menggunakan bahasa yang dimengerti untuk memberi kesadaran tentang suatu agama dan keyakinan bukan dengan paksaan, dengan jalan dialog pun jika hasilnya debat kusir tidak akan menambah kesadaran, kesadaran hanya bisa diperoleh melalui jalan pendidikan dengan bahasa universal, dan bahasa universal itu ada, dan pasti ada. Sekali lagi kita katakan mengatasi pertentangan hanya bisa dengan jalan pendidikan, kita tidaklah mengatasi perbedaannya, karena bagaimanapun perbedaan tidak mungkin dihapuskan di muka bumi, dan perbedaan bukanlah pertentangan.
Titik Tekan Penyelesaian Konflik
Kita ingat-ingat lagi bahwa pada dasarnya perbedaan tidak bisa dihapuskan, bila terjadi kesalahpahaman dan perbedaan pandangan dalam masyarakat haruslah dianggap wajar dan menjadi bagian dari dinamika yang tidak bisa dihindari, sehingga janganlah kita alergi terhadap konflik sebagai akibat dari kesalahpahaman, karena itu adalah hal wajar terjadi, namun bila kesalahpahaman sudah bergeser kepada tindakan penyalahgunaan, pelanggaran dan tindakan melawan hukum bahkan memulai penyerangan dengan kekerasan maka harus ada tindakan tegas dari pihak berwenang, titik tekan tindakan tegas ini bukan pada kesalahpahamannya tetapi pada tindakan melawan hukum dan aksi kekerasan memulai penyerangannya, atau kriminalitas, dengan cara ini maka persoalan konflik diupayakan cepat ditangani
Kebenaran Universal
Jika kita sungguh-sungguh ingin meluruskan kesalahpahaman dan perbedaan pandangan, misalnya meluruskan pandangan dalam soal agama, dan ingin melakukannya secara fair dan masuk memeriksa mana agama yang BENAR, baiklah ayo masuk ke terminologi Universal yang bakal diterima semua agama, kita khan tahu jika ada suatu Agama mengklaim dirinya Universal tentu mampu menyampaikan pesan kebenarannya dengan bahasa mudah yang dipahami banyak kalangan, bahkan berani melepaskan atribut agama masing-masing dengan mencoba memakai logika universal, yang bisa dimengerti kaum yang mendengarkannya.
Ikut merawat iklim Ke-Bhineka-an bukan berarti kita melepaskan keyakinan aksholut kita, kita harus percaya adanya kebenaran absholut, seperti halnya kita percaya dengan kebenaran logika bahwa A=A , "A adalah A "dimana akal dan hati nurani pun menerima sepenuhnya, hanya saja kebenaran absholuth dan keyakinan tidak diperoleh secara tiba-tiba tetapi bertahap dari pengetahuan yang mudah menuju kepada pemahaman yang kompleks. Belajar matematika saja bertahap, untuk mengerti perkalian saja harus lebih dulu mengenal penjumlahan, apalagi ini mempelajari keyakinan, tidaklah mungkin berhasil memberi pelajaran keyakinan dengan meloncat-loncat misal dengan aturan atau undang-undang penyeragaman keyakinan, apalagi dengan kekerasan. Dari penjelasan ini arti Bhineka Tunggal Ika bisa kita artikan kembali bahwa diantara kebenaran-kebenaran relatif yang tidak mungkin dipaksa sama ada kebenaran abshulot yang universal yang dapat diyakini semua golongan dan dapat diterima secara alami bertahap dan tanpa paksaan. itulah paham kita, jadi rawatlah ke-Bhineka-an Indonesia dengan tepat, dengan pendidikan dan penyadaran bukan dengan kekerasan.
Note
Sebagai orang awam dalam tulisan ini saya mencoba menggali pengetahuan dari dalam diri sendiri, dengan bahasa awam yang saya punya, dan tidak memakai teori-teori asing dari luar. Karena bagi saya kesadaran diperoleh ketika kita dapat mengembalikan pengetahuan kepada hal-hal yang paling kita pahami yang sudah ada kita miliki, inilah proses kesadaran, dengan demikian kesadaran dimungkinkan terjadi. (ahp)