Mohon tunggu...
Nur DhuhaniaAhaddina
Nur DhuhaniaAhaddina Mohon Tunggu... Dokter - Medical doctor

Full time mother and wife Part timer medical doctor

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tentang Laktasi (Part 3)

9 Januari 2020   09:04 Diperbarui: 9 Januari 2020   09:06 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beda kalau di atas 3 bulan sudah lebih rumit, kemungkinan prosedur pembedahan dan rawat inap. Tapi hasil musyawarah saya dan Afkar memutuskan wait and see dulu, kasihan anak sekecil itu harus di insisi.

Dr. Ekawati juga mengevaluasi ASI saya. Diperah dengan pompa Medela Hospital grade, halah nggak ada 10 cc. Sementara barengan saya yg dipompa juga sudah dapat 100 cc. Gimana nggak down coba.

Dr. Ekawati menanyai saya (muka saya yang berantakan dan rawat diri kurang jelas membuat beliau berpikir saya ada masalah kejiwaan) siapa bantu merawat, suami mendukung/nggak, dll. Dan memang nggak ada masalah di situ, saya disupport full oleh suami, ibu kandung, dan bapak ibu mertua saya. Shofa & Marwa itu cucu pertama dari kedua pihak, jelas mereka dapat kasih sayang melimpah

 Yah, bener kan yang salah memang saya (begitu pikiran saya). Dr. Ekawati akhirnya menawarkan opsi susu formula, tapi saya menolak dan tetep kekeuh untuk usaha ASI dan dibantu donor (masih ada ASI donor yang diambil seminggu sekali).

Dr. Ekawati menjelaskan sufor boleh diberikan jika BB tidak naik juga, tapi sama sekali melarang dot. Sufor tetap diberikan dengan media lain. Karena dot itu menyebabkan risiko bingung puting (apapun jenis dot nya) yang akhirnya bayi nggak mau nenen langsung dan produksi ASI menurun.

Oh iya soal kerempongan saat mau periksa, wah nggak usah dibayangkan, hahaha. Bawa bayi kembar dengan ASIP masing-masing, perlengkapan tempur berupa pampers, baju ganti, air hangat untuk ngangetin ASIP. Si kembar kn harus minum per 2 jam (maksimal 3 jam). Dan tentu saja tatapan mata "aneh" dari orang-orang yang menatap kami saat melihat kami "berperang" dengan bayi, karena nyuapin ASIP sendok pasti rewel.

Menunggu antrean dengan banyak orang, otomatis bayi kepanasan dan rewel. Dan komentar-komentar sesama ortu pasien, lho ada ibunya kok nggak ASI, dsb, dll. Pikiran saya? Jelas down, kemeng maksimal.

Saya juga heran dengan anak-anak saya, kenapa dari kecil mereka tenaganya kuat sekali. Sudah bisa namplek, nendang. Ketrampilan ngasih ASIP pke sendok, wah itu kerjaan saya dari koas. Almamater UGM pasti pernah merasakan pas stase anak kalau dapat jaga perina Sardjito kerjaannya kan ngasih ASIP pakai sendok, mandiin bayi, ukur-ukur vital sign. Tapi entah, dengan anak sendiri kemana larinya kepintaran saya itu.

Oh iya anak-anak saya sudah paham juga bahwa kalau denger tangisan saudaranya artinya mereka akan dilepas nenen, gantian sama saudaranya. Jadi mereka akan menggenggam baju saya erat-erat. Otomatis kalau dilepas ya nangis juga. Jadinya cuma giliran nangis. Hahaha kalau inget itu dulu saya jadi kemeng sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun