Mohon tunggu...
Nur DhuhaniaAhaddina
Nur DhuhaniaAhaddina Mohon Tunggu... Dokter - Medical doctor

Full time mother and wife Part timer medical doctor

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Bukan Pilihan (Part 7)

8 Januari 2020   19:12 Diperbarui: 8 Januari 2020   19:25 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hani sudah buka mulut mau menimpali, tapi Sari lebih dulu menyahut, "Nggak lah, An. Lha mas Arif alim gitu ya nggak mungkin mau pacaran. Lagian cowok galak, dingin gitu bukan tipe nya Hani blas. Aku juga tadi cuma mau godain Hani. Eh, nggak kusangka ternyata malah kalian ngira beneran. Cewek-cewek emang doyan gosip."

Hani baru saja bernafas lega sampai dilihatnya tatapan Sari ke arahnya yang tersenyum penuh arti. Hani jadi salah tingkah sendiri. Jangan-jangan Sari bisa menebak isi hatinya. Tidak dapat dipungkiri memang dirinya selalu merasa nyaman jika berdekatan dengan Arif. Dan rasa nyaman itu selalu ingin dirasainya terus menerus.

Malam pun tiba. Teman-temannya mulai mempersiapkan diri untuk menuju lapangan tempat pentas seni dihelat. Hani masih malas-malasan tidur di tenda. Dia hanya menonton saja kehebohan teman-temannya.

"Yakin, kamu nggak ikut, Han? Serem lho di sini. Tuh atas bukit sana ada kuburan cina. Mas Gusta kemarin cerita pas jerit malam", Sari angkat bicara sambil membenahi atribut yang dipakainya.

Hani menahan tawa. Pintar bener mas Gusta menebar cerita bohong ke juniornya. Hani jelas tahu persis, tidak ada kuburan atau hal seram lain di atas bukit sana. Bahkan panoramanya molek sekali. Bukankah semalam dirinya menikmati malam yang syahdu di tempat itu. Tidak, dia tidak berusaha meralat ucapan Sari. Lebih tepatnya belum ikhlas membagi momen bahagianya semalam dengan siapapun.

"Hoi, ngelamun. Ntar kesambet lho. Beneran ini tak tinggal ya. Kalau mendadak takut, nyusul ke lapangan juga nggak apa-apa."

"Halah santai aja, Sar. Lagian di tenda sebelah juga ada Anis kan. Sudah ya mbak ketua. Cepet berangkat sana. Anggota sudah menunggu", Hani setengah bercanda mengusir Sari.

"Oh, ok. I will leave you. Take care Honey", Sari melangkah keluar. Di ujung tenda dia menoleh lagi. Setengah berbisik tapi masih dapat didengar jelas oleh telinga Hani.

"Lagian aku juga nggak perlu khawatir. Toh nanti mas Arif bakal ke sini juga kalau tahu yang jaga tenda kamu, Han."

Hani terkesiap. Sari agaknya paham isi hatinya tanpa harus dia utarakan. Tapi baik juga dia, mengucapkan kalimat itu setelah memastikan hanya mereka berdua yang mendengar. Mungkin memang takdir membawa mereka jadi sahabat baik.

Sari berasal dari kota yang sama dengan Hani. Sebelumnya mereka selalu bersaing. Bisa dibilang kalau ada lomba terkait akademik, Sari dan Hani selalu bergantian yang jadi juara. Tapi persaingan hanya ada dalam kompetisi. Hubungan pribadi mereka tetaplah baik. Bahkan orang tua mereka pun bersahabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun