Mohon tunggu...
Agyl Dhani Praditya
Agyl Dhani Praditya Mohon Tunggu... Peternak - Mencari jalan menjadi pelawak.

Masih noob. Pembelajar sekaligus pendengar yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memaknai Rebahan melalui Pendekatan Filsafat Schopenhauer

29 Desember 2019   23:59 Diperbarui: 30 Desember 2019   00:09 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tahun 2019, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu memunculkan istilah-istilah yang digemari dan sering diucapkan oleh banyak orang. Salah satunya yang ada di tahun ini adalah kata: Rebahan. Ya, kata ini seperti menjelma menjadi kata yang sangat dekat dengan banyak orang, terutama bagi gen Y (millenial) serta gen Z yang pada tahun ini menginjak remaja hingga dewasa. Tapi sebaliknya, kata tersebut justru tidak disenangi oleh generasi sebelumnya yakni gen X maupun baby boomer. Dari perbedaan pandangan tersebut, kemudian muncul pertanyaan: Apa sebetulnya yang salah dengan rebahan? Apa yang bisa dimaknai dari sebuah aktivitas bernama rebahan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya akan menggunakan pendekatan dari pemikiran filsafat Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang merupakan filsuf idealis Jerman. Ia berpendapat bahwa, realitas bersifat subjektif. Artinya, keseluruhan kenyataan merupakan konstruksi kesadaran dari subjek. Menurut Schopenhauer, manusia sebagai subjek dipenuhi oleh kehendak yang buta. Kehendak yang tak lain membawa manusia pada kesengsaraan karena hidupnya dikendalikan oleh kehendak. Ia juga membagi kehendak yang paling dasar dari manusia menjadi dua: 1.) Kehendak untuk hidup (keinginan untuk makan dan minum) dan 2.) Kehendak untuk reproduksi (keinginan untuk beranak pinak).

Kehendak tersebut, adalah satu-satunya unsur yang permanen dalam diri dan jiwa manusia. Kehendak tersebut adalah pusat organ pikiran. Semua yang manusia lakukan dan kerjakan di dunia ini, adalah murni buah kehendak. Manusia bisa saja memberikan penjelasan mengapa ia ingin makan ini atau itu, mengapa ia jatuh cinta kepada wanita A atau B, tapi semua itu hanyalah rasionalisasi yang dikendalikan oleh kedua kehendak di atas tersebut. Manusia mampu menyelaraskan ide, pikiran dan tindakannya, karena mempunyai kemampuan bernalar dan berintelektual, yang tak lain adalah hanya sebagai pelayan bagi kehendak.

Rebahan dalam konteks ini, barangkali juga bisa termasuk dalam kehendak yang paling orisinil dalam jiwa manusia. Tiap individu bisa saja memberikan penjelasan yang paling rasional mengapa mereka melakukan aktivitas rebahan tersebut. Tapi harus jujur diakui, bahwa apa yang sebetulnya mendorong manusia untuk rebahan adalah kehendak untuk rebahan itu sendiri. Penjelasan dan alasan hanyalah rasionalisasi dan buah pikiran dari kehendak. Pada akhirnya, kita tidak pernah tau apa yang sebetulnya begitu memaksa kita untuk rebahan, dan kita tidak perlu memberikan penjelasan kepada orang lain alasan mengapa kita rebahan. Karena semua penjelasan hanyalah cara individu merasionalkan kehendaknya. Bagi saya, itulah penjelasan yang paling radikal yang bisa diambil, supaya kita dapat memaknai rebahan sebagai suatu pengalaman yang imanen dalam diri manusia.

Oleh karena itu sebagai kesimpulan, saya mengusulkan untuk menambahkan pemikiran dari Arthur Schopenhauer bahwa kehendak yang paling dasar dari dalam jiwa manusia ada 3 yakni:
1. Kehendak untuk hidup,
2. Kehendak untuk reproduksi dan,
3. Kehendak untuk rebahan.
Terakhir sebagai kalimat penutup, saya meminjam kutipan terkenal dari filsuf Perancis yang juga bapak filsafat modern Rene Descartes: "Aku rebahan, maka aku ada".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun