Mohon tunggu...
Agus Sastranegara
Agus Sastranegara Mohon Tunggu... Administrasi - bukan pujangga, hanya pemuja kata

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Barongan "Pink", Si Imut yang Menggoda Hati

8 Mei 2018   11:50 Diperbarui: 8 Mei 2018   12:33 4625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

        

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupannya yang bermasyarakat yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya adalah sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa kebudayaan adalah hasil karya manusia yang diturunkan secara terun temurun. 

Menurut E.B. Taylor, Budaya ialah suatu keseluruhan yang kompleks meliputi kepercayaan, kesusilaan, seni, adat istiadat, hukum, kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang sering dipelajari oleh manusia sebagai bagian dari masyarakat. Manusia tidak bisa lepas dari kebudayaan yang biasanya diterima dan dilakukan secara terus menerus. Salah satu unsur budaya diantaranya adalah kesenian. 

Kesenian ini dapat berupa seni rupa, seni ukir, seni patung, seni relif dan seni gerak atau yang sering kita sebut seni tari. Apabila berbicara sebuah kesenian, secara tidak langsung akan berbicara mengenai berbagai instrumen sebagai pendukung sebuah kesenian. Pada kesempatan ini, penuis lebih tertarik untuk membahas kesenian Jaranan.

Penulis pernah membahas tentang sebuah kesenian Jaranan aliran Pegon, akan tetapi dalam kesempatan ini penulis akan menulis tentang kesenian jaranan dari sudut pandang yang lain. Kesenian Jaranan lebih dominan berasal dari daerah Jawa Timur, walaupun pada kenyataannya jaranan ini juga terdapat diberbagai daerah di Indonesia. Banyak yang mungkin bertanya-tanya mengapa kesenian jaranan ini ada dimana-mana bahkan jauh dari daerah asalnya. 

Semangat dari para seniman-seniman kesenian Jaranan telah membawa dan menghidupkan kesenian ini sampai di daerah perantauan. Peran dari seniman inilah sehingga jaranan bisa dikenal oleh masyarakat luas sampai lintas suku. Sebagai pengetahuan, jaranan merupakan kesenian yang masih eksis hingga sekarang, kesenian ini dimainkan secara berkelompok baik itu putra ,maupun putri.

Gerakan tarian khas dengan menggunakan kuda yang terbuat dari kepang ini diiringi oleh alat musik tradisional yaitu gamelan. Dalam kesenian jaranan terdapat caplokan atau biasa disebut juga barongan atau barong, caplokan merupakan perwujudan dari naga yang mempunyai mahkota diatasnya. berdasarkan mitosnya, barongan ini adalah perwujudan dari raja Singo barong.

           

Dokpri
Dokpri
Caplokan/barongan terbuat dari kayu dan diberi kain penutup dibelakangnya, serta dimainkan oleh satu orang didalamnya. Penonton akan mudah mngetahui bahwa menyerupai kepala naga, makhluk yang masih menjadi legenda dan dianggap mempunyai kekuatan ghaib. Caplokan ini biasanya keluar setelah babak tarian jaranan dan rampokan. 

Pada kesempatan ini "Bopo", sebutan untuk pawang dalam kesenian jaranan ini akan menyabetkan pecut ke udara sehingga menghasilkan suara yang memekakkan telinga. Setelah bopo membunyikan pecut ini, satu Caplokan akan memasuki lapangan dan mulailah ia menari dengan irama yang menghentak-hentak. Tarian caplokan ini menggambarkan kekuatan sang naga yang sedang menari-nari menampakkan kekuasaannya dan memperlihatkan taring-taringnya. Naga ini meliuk-liuk dengan lincah dan gesit sesuai irama gendang dan tabuhan gamelan. 

Pada umumnya, tidak dibatasi berapa jumlah caplokan yang ditampilkan, akan tetapi semakin banyak akan semakin baik. Permainan warna baik dari ukiran dikepalanya maupun aksesoris pendukung sampai jubah dibuat dramatis sehingga penonton akan disuguhi sebuah pertunjukan yang indah.

Pemain caplokan ini tidak ada batasan usia dan jenis kelamin. Bahkan, di kota Batam(Kepulauan Riau), terdapat satu paguyuban (New Turonggo Laras) yang menampilkan caplokan atau barongan berwarna merah muda atau Pink. Hal ini tentu saja membuat penasaran penulis, dari pemilihan warnanya yang diluar kewajaran, karena pada umumnya caplokan berwarna agak lebih gelap sehingga dipercaya mengeluarkan aura yang kuat dan mistis. Penulis pun tertarik dan mencoba menelusuri tentang barongan yang berwarna pink ini, sehingga sering dipanggil "si Pinky". 

Ternyata yang memainkan caplokan ini adalah seorang putri, masih muda dan masih duduk dibangku Sekolah menengah Pertama. Gadis cilik berbakat ini bernama Anggun Firda, masih duduk manis dibangku sekolah menengah pertama. Berdasarkan penuturan orang tuanya, bakat menari anaknya sudah terlihat sejak kecil. masih berdasarkan wawancara dengan orang tuanya, untuk mempelajari gerakan tarian jaranan maupun barongan, hanya butuh waktu satu bulan saja. Sekilas apabila diamati ketika tampil, penonton tidak akan menyangka bahwa yang berada dibalik barongan ini adalah anak yang masih belia. 

Tubuh mungilnya lincah memainkan caplokan mengikuti irama, selaras dengan kidung dan tembang Jawa, tidak ada rasa takut atau mider disandingkan dengan para seniornya disana.  Tidak jarang caplokan ini lah yang mendapat perhatian lebih dari penonton, selain karena warnanya yang imut dan fresh juga penampilannya dilapangan. Tentunya, pengalaman tampil dan latihan adalah kunci dari caplokan ini.  Darah seni ternyata memnag mengalir dari kedua orang tuanya yang memang sudah mendalami kesenian jaranan ini. Satu hal yang patut diapresiasi adalah dengan usia yang masih muda ini, jiwa dan semangatnya untuk melestarikan kebudayaan leluhur begitu kuat. Ia terus menari dengan hati yang gembira. Anggun bisa menjadi panutan bagi teman sebayanya atau bahkan orang lain agar mencintai budayanya sendiri. Tentunya dengan dukungan keluarga dan segenap masyarakat, generasi muda kita akan mempunyai wadah dalam menyalurkan bakat seninya dan dapat menghindarkan dari pengaruh buruk modernisasi dan globalisasi. 

Bukankah kesenian itu indah, kesenian itu universal yang dapat dinikmati oleh semua orang, bahkan oleh anak kecil sampai tua. Hal ini juga sedikit mematahkan pendapat bahwa kesenian ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat awam. Apalagi, dengan adanya kesurupan para pemain akan dianggap sebagai sebuah kesenian yang menakutkan. 

Berdasarkan pengamatan penulis, bahwa setiap diadakan pertunjukan kesenian ini tiak pernah sepi oleh penonton, hal ini menandakan bahwa mereka lebih melihat estetika dan nilai-nilai leluhur. Memang, didalam kesenian jaranan identik dengan kesurupan yang dialami oleh pemain didalamnya, mereka akan manari tanpa sadar dan bertindak diluar nalar, akan tetapi penonton tidak perlu khawatir Karen asudah ada para pawang atau bopo yang akan menangani segala kemungkinan sehingga para penonton akan nyaman. 

Justru, kesenian jaranan tanpa kesurupan akan mengurangi minat penonton, dan waktu paling ditunggu adalah pada saat kesurupan ini dan menjadi daya tarik tersendiri. Pada intinya dalam pertunjukan jaranan hanyalah untuk menghibur dan melestarikan kebudayaan leluhur. 

Terlepas dari berbagai pandangan miring sebagian orang, kesenian jaranan ini tetap mendapat sambutan hangat oleh masyarakat. Bukankah melestarikan kebudayaan adalah tugas kita sebagai generasi penerus bangsa?. Apakah kita rela budaya kita diakui oleh negara lain ataukan kita diam saja ketika kebudayaan kita perlahan lenyap digerus zaman?. Salah satu identitas bangsa adalah keberagaman, keunggulan kita adalah sebagai bangsa yang kaya akan budayanya. 

Akhir kata penulis ingin mengatakan bahwa mari kita bangkitkan dan kita jaga kearifan local agar tetap jaya. Apersiasi tertinggi kepada pada seniman-seniman yang tidak pernah lelah memperjuangkan kesenian ini agar selalu tetap ada sampai sekarang. Hal yang dapat dipetik disini adalah, mengenalkan budaya harusnlah dimulai sejak dini mungkin, agar budaya kita akan dicintai oleh masyarakatnya sendiri. oleh karena itu, peran penting dari orang tua dan msyarakat untuk terus melestarikan kearifan lokal agar kebudayaan ini bisa menjadi kesenian yang dicintai dan bisa menjadi tuan rumah sendiri. 

Dengan semangat "nguru-nguri budaya jawi", diharapkan kesenian dan kebudayaan tersebut akan terus berkembang dari masa kemasa. berbicara tentang kebudayaan artinya kita berbicara kemajemukan dan multikultural, sehingga tidak ada yang paling baik atau lebih unggul dari yang lainnya. Mari terus melestarikan kebudayaan bangsa kita, dengan terus menggemakan diseluruh tanah air kita. Kesenian itu indah karena bisa mempererat silaturahmi dan menjaga warisan leluhur bangsa. Salam budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun