Kota Blora merupakan sebuah kabupaten yang terdapat di Jawa tengah, lebih tepatnya di sebelah timur Semarang. Jika ditempuh dari Semarang, perjalanan bisa ditempuh kurang lebih 4 jam. Mayoritas penduduknya adalah petani, sedangkan bahasa kesehariannya adalah bahasa Jawa. Apabila kita mengunjungi kota ini, kita akan disuguhi pemandangan alam yang masih asri. Disekeliling kita akan melihat hamparan sawah-sawah yang menghijau serta hutan jati yang lebat.Â
Oleh karena itu kota Blora juga dikenal sebagai kota Jati. Oleh karena itu, maka tidak heran jika kita bisa dengan mudah menemui pengrajin kayu di sana. Penulis lahir di desa Kedungwungu, kecamatan Todanan sehingga hafal benar bagaimana kondisi sosial masyarakat disana. Selain penghasil jati, bagi yang suka dengan traveling juga akan dimanjakan oleh wisata alam disana. Sebut saja Goa Terawang, sebuah tempat wisata alami yang berupa goa batu yang sudah ada sejak dulu, tempatnya masih alami dan diarea hutan Perhutani yang amsih dirawat dan dijaga dengan baik.Â
Selain Goa Terawang yang legendaris itu, Gunung Cengklik juga bisa menjadi opsi menghilangkan kejenuhan kehidupan kota. Udara yang segar, pemandangan yang hijau dapat memanjakan mata kita oleh hijaunya hamparan sawah dan hutannya.
Apabila belum puas kita bisa naik ke Gunung Puteh, gunung yang berdekatan dengan Gunung Cengklik. Dari gunung ini kita bisa menikmati keindahan alamnya, walau harus bersusah payah untuk bisa sampai ke puncaknya. Selain keindahan wisatanya, Blora juga terkenal dengan kesenian Barongan. Kesenian ini merupakan kearifan lokal yang masih terjaga sampai sekarang. Kesenian ini telah ada secara turun temurun. Barongan juga kesenian yang begitu populer di kota Blora.Â
Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat dalam setiap pertunjukan yang digelar, tidak jarang Blora mengadakan festival Barongan yang diikuti oleh paguyuban-paguyuban Barongan yang ada di kota Blora ini. Oleh kepedulian pemerintah setempat dan semangat dari seniman-seniman barongan di Blora sehingga ikon sebagai kota Barongan melekat menjadi ikon kota ini.
Barongan ini merupakan kesenian yang dimainkan secara kelompok, terdiri dari pemain jaranan, pemain barongan, Pujangganom serta pemain pendukung lainnya. Dalam pementasannya kesenian ini diiringi oleh gamelan.Â
Gamelan meruoakan alat musik tradisional seperti gong, ganong, gendang, serompet. Seiring berjalannya waktu, alat musik mengalami kemajuan seperti penggunaan gitar, drum ataupun organ tunggal. Barongan sendiri adalah perwujudan dari harimau besar yang kuat dan sakti. Dalam pertunjukannya saru barongan dimainkan oleh dua orang didalamnya, yaitu satu sebagai kepalanya dan satu lagi sebagai bagian tubuh bagian belakang. Akan tetapi tidak jarang juga hanya dimainkan satu orang saja didalamnya.Â
Pemain pendukung lainnya adalah para sesepuh atau yang dipanggil "Bopo", pakaian yang dikenalannya biasanya hitam-hitam. Para bopo ini memegang "pecut" yang jika diayunkan akan menghasilkan suara yang keras. Bopo inilah yang mengendalikan barongan dalam pementasan. Berdasarkan ceritanya, pecut tersebut mempunyai lesaktian untuk menaklukkan harimau sakti yang disebut barongan ini. Adapaun pecut tersebut dinamakan "pecut amandiman".Â
Sedangkan pemandu acara tersebut disebut "Dalang", tokoh inilah yang mengatur jalannya cerita pemenetasan dimulai dari awal sampai akhir. Dalang biasanya menggunakan bahasa Jawa Halus atau bahasa "kromo".Â
Selain membawakan jalan ceritanya, dalang juga wajib menghafal lagu-lagu gending Jawa. Karena dalam pementasan Barongan juga disertai dengan lagu-lagu Jawa. Walaupun di masa modern ini lagu-lagu yang dibawakan sudah banyak mengalami perubahan dan tidak terpaku pada lagu jawa kuno. Agar kemasan pementasan lebih menarik, lagu yang dibawakan juga lebih modern, seperti campursari ataupun lagu dangdut yang lagi hits. Seorang Dalang juga ditemani oleh "Sinden", yaitu permpuan yang hafal yang hafal dan mengerti lagu Jawa.Â
Penulis melihat ada beberapa kesamaan jalan cerita kesenian Barongan ini dengan kesenian di daerah lain, seperti Jawa Timur dengan Reog Ponorogonya atau kesenian Jaranan di kediri. Persamaan dalam cerota tersebut terdapat pada kisah perjalanan seorang ksatria untuk meminang putri dari Kediri yang terkenal cantik sehingga menjadi rebutan raja-raja di tanah Jawa pada masa itu. Tokoh-tokoh yang terdapat didlaam pementasan Barongan dan Kesenian Jaranan di Kediri juga mempunyai banyak kesamaan yaitu adalnya tokoh Patih Pujanggaanom, sama-sama mempunyai prajurit.Â
Sedangkan perbedaanya adalah pada bentuk tariannya, bentuk dari Barongan itu sendiri. Pada Reog Ponodogo berupa kepala singa dan di atasnya terdapat burung merak di atasnya sedangkan pada barongan Blora tidak ada. Jaranan Kediri walaupun ada tokoh hariamau akan tetapi yang lebih ditonjolkan atau menjadi peran utama adalah Caplokan, berbentuk kepala naga dengan memakai mahkota di dalamnya. Meskipun mempunyai banyak persamaan dan perbedaan di masing-masing daerah, tetap saja dalam pementasan mempunyai ciri khas yang berbeda-beda baik dari segi gerak tarinya, alat dan properti yang digunakan serta tokoh didalamnya.Â
Pada Bafongan Blora terdapat dua pasulan penari yang menaiki jaran yang terbuat dari kepang. Yaitu pasukan pria dan pasulan perempuan. Acara pementasan Barongan akan diawali oleh penampilan tarian barong, kemudian dilanjutlan oleh tarian jaranan putri kemudian tarian Pujnaggaanom. Setelah selesai, dilanjutkan dengan tarian jaranan putra. Sedangkan swsi terakhir adalah tarian "rampokan", artinya semua pemain akan menari bersama kecuali Pujangga anom.Â
Pada akhirnya sesi pertunjukan yang paling dinantinkan oleh penonton adalah kesurupan. Pada akhir pertunjukan rampokan biasanya pemain akan mengalami kesurupan dan akan bertingkah aneh di luar kebiasaan. Disinilah peran bopo dalam mengendalikan pemain yang sedang lesurupan agar tidak membahayakan pemain lain ataupun penonton.Â
Setelah disadarkan kemudian pertunjukan pun selesai. Urutan acara maupun durasi acara dapat berubah melihat kondisi dilapangan dan kreasi oleh paguyuban tersebut. Kesenian Barongan tidak hanya berkembang di kota Blora akan tetapi sudah berkembang di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Kota Batam. Umumnya, para perantau yang membawa kesenian daerah Blora ini dan dilestarikan tanpa merubah pakem kesenian tersebut. Di Kota Batam BMJ atau Blora Mustiko Joyo merupakan sebuah wadah yang membawa kesenian Barongan asli Blora di kota Batam.
Semangat seniman-seniman Barongan di kota Batam dan keinginan untuk "nguri-nguri budaya Jawi" telah mewujudkan kesenian ini bisa eksis sampai 2018 dan semakin berkembang ke depannya. Di bawah payung BMJ yang merupakan warga asli Blora kesenian Barongan dapat dikenal dan dinikmati di kota Batam yang multikultural ini. Semoga kedepannya semakin berkembang sehingga tidak goyah oleh kebudayaan asing. Setidaknya bisa membawa pesan kepada generasi muda untuk mencintai budaya sendiri dan tetap memelihara kearifan lokal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI