Mohon tunggu...
Mohamad Agus Yaman
Mohamad Agus Yaman Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman

kreator Prov. Kep. Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cultural Universal di "Pulau Kecilku" yang Bermasyarakat Multikultural

12 Oktober 2020   10:53 Diperbarui: 12 Oktober 2020   11:00 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak kecil memasukkan minyak tanah ke botol lampu untuk memperingati Malam 7 Likur di desa Mancung Kec Kelapa pada 10 akhir Ramadhan | foto: maulana@able

Masyarakat Bangka Belitung

Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari dua pulau yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil lainnya. Sebelumnya Pulau Bangka dan Pulau Belitung merupakan daerah taklukan dari Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. 

Setelah itu menjadi daerah jajahan Inggris dan kemudian dilaksanakan serah terima kepada pemerintah Belanda yang diadakan di Muntok pada tanggal 10 Desember 1816.

Pada masa penjajahan Belanda, terjadilah perlawanan yang tiada henti-hentinya yang dilakukan oleh Depati Barin, kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Depati Amir dan berakhir dengan pengasingan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur oleh Pemerintahan Belanda. Selama masa penjajahan tersebut banyak sekali kekayaan yang berada di pulau ini diambil oleh penjajah.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi ke-31 oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. 

Ibukota Provinsi BABEL ini adalah Pangkalpinang. Dengan batas wilayah sebelah Barat dengan Selat Bangka, sebelah Timur dengan Selat Karimata, sebelah Utara dengan Laut Natuna, sebelah Selatan dengan Laut Jawa.

Pulau Bangka Belitung merupakan wilayah perairan. Sedangkan sisanya adalah daratan yang terdiri dari pulau-pulau kecil, dimana termasuk didalamnya dua pulau Bangka dan Belitung. Kondisi ini menjadikan basis kepariwisataan provinsi adalah wisata bahari.

Dengan kekayaan bawah lautnya dan pantai-pantai yang berpasir putih, ditambah dengan ornamen-ornamen batu granit yang besar dan kehidupan masyarakat pantai yang sangat kental dengan budaya masyarakat lautnya.

Deretan perahu di tepi pantai Bangka (foto:maulana@able)
Deretan perahu di tepi pantai Bangka (foto:maulana@able)

Karakter masyarakatnya adalah masyarakat melayu pesisir yang didalamnya banyak terjadi percampuran budaya dengan komposisi masyarakat yang sangat heterogen dan merupakan masyarakat yang terbuka. 

Etnis Cina merupakan salah satu etnis yang mempunyai historis tersendiri di daerah ini karena selain merupakan masyarakat mayoritas kedua, juga membentuk karakter budaya tersendiri di Kepulauan Bangka Belitung. 

Etnis ini datang pada saat kesultanan Johor singgah di pulau Bangka untuk melanjutkan perjalanan menuju Kesultanan Palembang. Kesultanan Johor tersebut mengetahui kalau tanah di pulau Bangka mengandung biji timah maka didatangkanlah pekerja dari daratan cina.

etnis Cina saat sembahyang (foto: maulana@able)
etnis Cina saat sembahyang (foto: maulana@able)

Di masa sekarang ini Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah didiami oleh berbagai macam suku, mulai dari suku jawa, sunda, bugis, padang, dan suku lainnya.

Orang Jawa di Bangka Belitung

Suku Jawa yang ada di Bangka Belitung berasal dari Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. 

Sebagian besar mereka membuat perkampungan yang  biasa dinamakan "kampung Jawa". Mereka juga terdapat di daerah pedesaan Bangka dan Belitung, hampir di tiap sudut daerah terutama di pulau Bangka. Orang jawa sangat mudah dikenali dari logat bicaranya, adn apapun pekerjaannya, dimanapun tempat tinggalnya orang Jawa cukup mudah dikenali.

Etnis Sunda

Masyarakat Sunda di Bangka pada dasarnya sudah harus dilandasi oleh sikap saling mengasihi, saling mengasah atau mengajari, dan saling mengasuh sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban, kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan. 

Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Sunda yang kental. Sedangkan yang sudah lama menetap menggunakan bahasa Bangka namun dengan logat Sunda yang tetap dikenal. Kebanyakan orang Sunda mengutamakan tinggal di perkotaan, seperti di pusat kota Pangkal pinang dan Sungailiat dan kota lainnya.

Orang Minangkabau

Orang minang relatif aman di daerah orang lain, merantau jauh dari asalnya. Mereka memperkenalkan budayanya dalam hal seni tari dan masakannya yang terkenal seperti tari piring dan masakan padangnya yang lezat.

Orang minang aman di negeri orang karena mereka adalah orang-orang yang hebat. Mereka tidak menjadi beban bagi semua daerah yang mereka tempati, mereka kebanyakan membuka rumah makan sehingga bagi daerah lain orang minang tidak merugikan.

Di Bangka Belitung orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka gemar berdagang dan dinamis. 

Mereka dalam perantauannya di Bangka bermukim di kota-kota. Mereka memiliki masakan khas yang populer seperti; rendang, sambal hijau, dan sebagaina yang sangat digemari orang Indonesia bahkan sampai mancanegara.

Etnis Bugis

Orang-orang maritim yang terkenal hingga sekarang adalah dari Suku Bugis, karena mereka bertebaran diseluruh perairan Indonesia bahkan Asia. Orang Bugis ini menyebar hampir ke seluruh daerah Indonesia menggunakan perahu untuk mencari kehidupan baru di daerah lain, mereka lebih memilih tinggal di pesisir karena lebih mudah ke laut. 

Walau telah menyebar, orang bugis tetap berpegang pada tradisi budaya mereka yang diajarkan oleh para orangtua mereka. Bugis di zaman melayu kuno sudah berkeliaran dalam pelayaran, sebagai kapten, ABK bahkan menjadi panglima perang. 

Di Bangka Belitung, masyarakat Bugis tinggal di perkampungan yang mereka bangun sendiri seperti kampung Nelayan, sekitar pelabuhan, desa Kurau, Sungai Due dan pesisir-pesisir lainnya.

Perahu-perahu milik masyarakat asli Bangka (foto:maulana@able) 
Perahu-perahu milik masyarakat asli Bangka (foto:maulana@able) 

Cultural universal

Sistem religi

Penduduk Kepulauan Bangka Belitung sebagian besar merupakan masyarakat yang beragama Islam dan menjunjung tinggi kerukunan beragama. Ditinjau dari agama yang dianut terlihat bahwa penduduk provinsi Bangka Belitung memeluk agama Islam, Budha, agama Kristen Protestan, agama Katholik, Hindu, Khong Hu Chu dan lainnya. Tidak pernah ada perselisihan antar agama, semua hidup dalam kerukunan.

kemasyarakatan

Masyarakat Bangka adalah masyarakat yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, sikap kegotongroyongan yang kuat. Itu bisa kita lihat dari acara sedekahan orang sekampung, acara nganggung, nujuh hari, perang ketupat dan acara lainnya. Penduduk Pulau Bangka dan Pulau Belitung semula dipercaya di huni orang-orang suku laut, seperti suku Skak. Suku ini dalam perjalanan sejarah yang panjang membentuk proses kulturisasi dan akulturasi. 

Orang-orang laut itu sendiri berasal dari berbagai pulau. Orang laut dari Belitung berlayar dan menghuni pantai-pantai di Malaka. Sementara mereka yang sudah berasimilasi menyebar ke seluruh Tanah Semenanjung dan pulau-pulau di Riau. Kemudian kembali dan menempati lagi Pulau Bangka dan Belitung. 

Sedangkan mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar ke Bangka. Datang juga kelompok-kelompok Orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada gelombang berikutnya, ketika mulai dikenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan menetap di Bangka Belitung. 

Lalu datang pula orang dari Johor, Siantan yang Melayu, campuran Melayu-Cina, dan juga asli Cina, berbaur dalam proses akulturasi dan kulturisasi. Kemudian datang pula orang-orang Minangkabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan beberapa suku lain yang sudah lebih dulu melebur.

Lalu jadilah suatu generasi baru: Orang Melayu Bangka Belitung. Namun di sisi lain, ada juga juga pedalaman di daerah Kecamatan Belinyu, dusun Pejem yang dikenal dengan suku Lom. Orang yang terkenal dengan sebutan "tujuh bubung".

Suku ini sampai sekarang belum diketahui pasti adakah mereka suku pertama menempati hutan pulau Bangka karena daerahnya tertutup dari dunia luar dan sampai kini masih menutup diri dari kemajuan teknologi. Dipercaya mereka telah ada sebelum kerajaan Majapahit dan Sriwijaya menguasai pulau Bangka Belitung.

Pak Batman (seniman/pemain gendang) merupakan masyarakat Keturunan suku Skak (foto:Screenshot dari kumpulan video musik tradisi Bangka)
Pak Batman (seniman/pemain gendang) merupakan masyarakat Keturunan suku Skak (foto:Screenshot dari kumpulan video musik tradisi Bangka)

Bahasa yang paling dominan digunakan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Bahasa Melayu. Sepeerti yang sudah saya tulis pada artikel sebelumnya, bahaya Melayu disebut sebagai bahasa daerah, namun seiring dengan keanekaragaman suku bangsa, bahasa lain yang digunakan di Bangka Belitung antara lain bahasa Mandarin, bugis dan bahasa Jawa, tapi bahasa ini biasanya mereka gunakan pada sesama suku. 

Sedangkan bahasa yang lebih mudah dikuasai tiap kabupaten, desa maupun dusun adalah bahasa kota Sungailiat. Bahasa Sungailiat mudah dikenali dan mudah di mengerti oleh tiap daerah di Bangka Belitung.

Bahasa melayu sudah menjadi bahasa wajib dari tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam. Dan apakah bahasa melayu itu milik orang-orang melayu? Jelas tidak. 

Kalau kita meneliti lebih jauh, melayu itu dari segi maritim dan para arkeolog yang menemukan situs-situs dan prasasti-prasasti yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu sudah dapat di lihat jalur jelajah wilayah Melayu yang tersebar di antara laut jawa, selat malaka, laut cina selatan dan samudra hindia, jadi masyarakat melayu berkarakter maritim, di mana laut menjadi sarana utama dalam pertukaran budaya melayu, dan melayu sudah ada di Nusantara sebelum Islam masuk ke Nusantara. Pada zaman Hindu - Budha melayu sudah ada dengan berbahasa dan membaca tulisan yang sama dengan pembawaan hindu - budha.

Kekuatan budaya melayu

Mengapa pada masa lalu budaya eropa begitu sulit menyebarkan budayanya pada masyarakat Indonesia? Begitu pula sekarang, budaya barat begitu hati-hati dipilih oleh pemimpin-pemimpin, pemuka-pemuka agama maupun pemuka adat di Indonesia. 

Dulu, budaya eropa masuk ke Indonesia melalui laut dan disaring oleh maritim melayu yang tersebar diperairan laut jawa, selat malaka, laut cina selatan dan samudra hindia, itu sebabnya dari dulu indonesia kuat dalam budaya melayu. 

Seandainya maritim tidak menyaring budaya eropa, dipastikan tata cara, seni dan budaya indonesia sekarang sangat berbeda. Dengan disaringnya oleh melayu, adab Indonesia tetap terjaga.

Bahasa melayu menjadi kemudahan bagi penyebaran agama islam di nusantara, namun melayu sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit dan kerajaan Sriwijaya, penemuan itu terbukti dari bahasa prasasti kota kapur dengan bahasa sansekerta-nya, candi-candi di Jambi, Thailand dan daerah lainnya. Terbukti bahwa melayu pada saat itu mengerti bahasa sansekerta dan bisa membaca tulisan Hindu Budha.

Seperti tulisan yang ada di prasasti  Kota Kapur, di desa Kota Kapur kecamatan Mendo Barat adalah termasuk prasasti yang tertua. Pada perkembangan zaman, Akar melayu tersapu setelah masuknya sikap politik pada petinggi masyarakat, karena melayu adalah adab kesopanan, harga diri, rendah hati bukan suatu kelicikan untuk menguntungkan diri sendiri maupun golongan tertentu. 

Orang yang demikian ini apakah layak menyandang predikat "orang melayu atau "tetua yang harus dihormati", seperti contohnya : saat acara makan malam atau makan bersama, seorang pemimpin seharusnya menunggu bawahannya makan, setelah merasa semuanya mendapat jatah yang sama, maka pemimpin baru memulai untuk makan.

Perumpamaan memilih pemimpin harus dikenali adalah: pada zaman dulu dan mungkin zaman sekarang masih ada mushola yang berbentuk rumah panggung berlantai papan. 

Sekelompok wanita ingin sholat berjamaah tapi tidak menemukan imam, saat itu ada seorang laki-laki tampan, tinggi besar dan gagah membawa seeekor ayam jantan, dan para wanita pun memintanya untuk menjadi imam, laki-laki itu tidak bisa menolak karena permintaan itu cukup sulit di tolak. 

Pada rakaat pertama sangat bagus karena laki-laki begitu fasih menjadi imam, pada rakaat kedua laki-laki itu tidak juga beranjak dari sujudnya, 15 menit tidak juga beranjak, ternyata dia melihat ayam yang dia ikatkan di bawah lantai panggung mushola takut ayamnya hilang atau melarikan diri, Ternyata laki-laki itu adalah penyabung ayam. Jadi, ada baiknya kita memilih pemimpin itu adalah pada orang yang kita kenal.

Mata pencaharian

Pertambangan Biji Timah

Bijih timah adalah sumber daya alam yang paling bernilai di Provinsi ini, bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan. Di sini terdapat satu perusahaan menambang bijih timah, PT Timah Tbk dan satu perusahaan asing, PT Koba Tin. 

Di luar area kuasa pertambangan PT Timah Tbk dan kontrak karya (KK) PT Koba Tin, kegiatan penambangan juga diusahakan oleh pengusaha Tambang Inkonvensional dan masyarakat secara tradisional yang juga memberikan nilai ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.

Masyarakat kecil ngelimbang timah (mencari biji timah) dengan alat sederhana dapat berupa piring plastik | foto: maulana@able
Masyarakat kecil ngelimbang timah (mencari biji timah) dengan alat sederhana dapat berupa piring plastik | foto: maulana@able
(foto: maulana@able)
(foto: maulana@able)

Pertanian

Bukan hanya pertambangan timah saja yang ada di Bangka Belitung, tetapi juga sektor pertanian dan perikanan, hanya saja sektor pertanian belum maksimal, terlihat dari perbandingan besarnya luas lahan dan lahan yang telah digunakan untuk pertanian.

Masyarakat Bangka Belitung juga ini memiliki lahan sawah beririgasi teknis dan teririgasi non teknis. Selain sawah, ada juga ladang padi. Ladang dan sawah ini kebanyakan dilakukan oleh masyarakat perkampungan di samping menanam lada. Mayoritas etnis Cina menanam  sayur mayur, palawija, hortikultura dan sebagainya, yang hasilnya di jual dipasar modern maupun tradisional.

Provinsi ini juga memiliki potensi perikanan laut yang cukup besar. Selain potensi perikanan tangkap potensi perikanan budidaya, baik budidaya ikan air payau maupun ikan air tawar yang layak dikembangkan. 

Usaha ikan air tawar ini sangat potensial karena Bangka Belitung banyak terdapat sungai ataupun danau (kulong) murni dan kolong eks pertambangan timah yang dibiarkan terlantar begitu saja.

Perkebunan memiliki arti strategis untuk menunjang perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Komoditas unggulan perkebunan rakyat yang telah di tekuni secara turun-temurun adalah lada dan karet. 

Sedangkan kelapa sawit merupakan komoditas baru dan banyak diusahakan oleh perusahaan besar swasta. Bangka Belitung merupakan daerah penghasil dan pengekspor lada putih yang sejak dulu terkenal dengan nama Muntok White Pepper. 

Pewter timah

Selain pertambangan dan pertanian, sebagian dari masyarakat juga ada sebagai pengerajin Pewter Timah merupakan kerajinan khas Bangka Belitung dan satu-satunya yang ada di Indonesia dengan bahan bakunya berasal dari timah. 

Kerajinan ini sangat populer dan terkenal telah terbukti setiap ada pameran-pameran baik di skala Regional, Nasional dan Internasional. Kerajinan Pewter banyak digemari oleh para pengunjung atau wisatawan yang datang langsung ke pulau Bangka Belitung, kerajinan ini berbentuk Kapal Penisi, gantungan kunci, bingkai, piala dan masih banyak lagi lainnya.

Kerajinan Akar Bahar

Kerajinan akar bahar juga merupakan salah satu kerajinan yang satu-satunya ada di pulau Bangka, bahan baku yang diambil dari dasar laut perairan pulau Bangka adalah salah satu bentuk souvenir atau cindera mata yang cukup fantastik. Bentuk kerajinan tersebut selain berupa tongkat komando juga perhiasan seperti: gelang, kalung, vas bunga, gantungan kunci dan lain-lain.

Kerajinan Renda

Kerajinan Renda yang ada di buat masyarakat Belinyu, merupakan kerajinan tangan, juga kerajinan kayu ibul yang bahan bakunya banyak tersebar di seluruh hutan Bangka, di buat seperti peralatan dapur, patung, tongkat, asbak dan semuanya dikerjakan oleh tangan masyarakat sebagai penunjang kehidupan mereka.

Anyaman

Ada juga kerajinan bambu, purun, anyaman pandan, kerajinan rotan dan juga masyarakat Bangka Belitung memproduksi makanan seperti: kretek, kerupuk, kemplang, terasi, pempek, pantiaw, otak-otak, siput gonggong dan makanan dari hasil laut lainnya.

Mata pencaharian para pendatang.

Minoritas masyarakat Jawa berprofesi sebagai petani, sedangkan di perkotaan seperti kota Pangkal pinang, Sungailiat dan Mentok, Toboali dan Koba mereka berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, karyawan swasta, pedagang, usahawan, dan lain-lain. Di sudut-sudut kota mereka sebagai pekerja/penambang timah dan buruh harian. Masyarakat Jawa cukup mendominasi tenaga kerja.

Masyarakat Sunda lebih banyak bekerja di perkantoran, baik pemerintahan maupun swasta. Ada yang sudah menjadi kepala dinas, pegawai negeri sipil, tenaga kontrak dan usahawan.

Suku Bugis lebih banyak menempatkan mata pencahariannya sebagai nelayan, karena itu mereka lebih banyak tinggal di pesisir-pesisir pantai. Orang Padang atau Minang banyak membuat usaha rumah makan. 

Hampir di tiap kota di Bangka Belitung rumah makan Padang berdiri dengan ciri khas arsitektur rumah gadang dan para pramusaji yang identik membawa piring-piring kecil dari telapak tangan hingga ke lengan. 

Ada sebagian orang Minang juga membuka usaha dagang peralatan rumah tangga, penjahit dan penjual pakaian. Sedangkan usaha dagang yang mudah dikenal dan pertama kali ada di Bangka adalah usaha dagang "Serba serbu". 

Usaha dagang ini menggunakan mobil pick-up, dipenuhi peralatan rumah tangga, lalu berkeliling kota dan pedesaan dengan memasang musik sekeras-kerasnya melalui Microphone maupun Toa agar menarik perhatian pembeli dan mudah dikenali. 

Kemudian pada hari-hari libur mereka akan menetap pada satu perkampungan lalu menyewakan tempat kosong di halaman rumah penduduk dan membuka tempat penjualan sehari, dua hari hingga seminggu, kemudian pindah ke perkampungan lainnya.

Bahasa

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa penduduk Pulau Bangka Belitung yang semula dihuni orang-orang suku laut, membentuk proses kulturisasi dan akulturasi. Orang-orang laut itu sendiri berasal dari berbagai pulau. 

Orang laut dari Belitung berlayar dan menghuni pantai-pantai di Malaka. Sementara mereka yang sudah berasimilasi menyebar ke seluruh Tanah Semenanjung dan pulau-pulau di Riau. 

Kemudian kembali dan menempati lagi Pulau Bangka dan Belitung. Sedangkan mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar lagi ke Bangka. Datang juga kelompok-kelompok Orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. P

ada gelombang berikutnya, ketika mulai di kenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan menetap di Bangka Belitung. Lalu datang pula orang dari Johor, Siantan yang Melayu, campuran Melayu-Cina, dan juga asli Cina, berbaur dalam proses akulturasi dan kulturisasi. 

Kemudian datang pula orang-orang Minangkabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan beberapa suku lain yang sudah lebih dulu melebur. Lalu jadilah suatu generasi baru: Orang Melayu Bangka Belitung.

Dalam segi huruf dan logat bicara, perbedaan antar kota sangat jelas seperti :

Kota Sungailiat (Bangka Induk)

Bahasa Sungailiat lebih dominan huruf "e", contoh : "mane ku tau" (mana saya tahu), "dimane?" (dimana?), "kemane", (kemana) persis seperti ucapan "e" betawi.

Kota Toboali (Bangka Selatan)

Bahasa Toboali lebih dominan huruf "h" di awal atau di akhir kata dan "eng", namun ada karakter bahasa Indonesia dan Sungailiat diantaranya, umpamanya "Aku dak takhen ugeh" (aku tidak mengerti/mana saya tahu/saya tidak tahu juga) atau "engka, dihanin, " (kamu, disana). 

Kota Mentok (Bangka Barat)

Bahasa Mentok dominan huruf "e" ("e" disini berbeda irama dengan "e" Sungailiat) "e" mentok seperti bahasa melayu malaysia, contohnya : "siape?, ape?, dimane?".

Belinyu

Daerah Belinyu lebih mirip bahasa Palembang (Sumatera Selatan) namun secara irama sedikit berbeda (lebih mendayu) contohnya : "Apo, Siapo, Dimano," ( apa, siapa, dimana), dan kalimat mendayu, "nyo dak apo kato nyo lah, "nyo" arti kata (dia).

Banyak lagi perbedaaan yang ada di tiap desa/dusun/kampung. Setiap kampung memiliki perbedaan dalam logat/irama dan makna katanya, contoh kecilnya; "buk" (nasi), "suduk" (sendok), "kemeh" (buang air kecil/kencing), dan masih banyak lagi, bahasa-bahasa ini tidak dipergunakan orang Sungailiat walau jarak Kota Sungailiat dengan perkampungan-perkampungan itu tidaklah jauh.

Seperti yang sudah saya jelaskan, dari sudut bahasa yang mudah dimengerti tiap kota dan kampung-kampung adalah bahasa Sungailiat. Bahasa Sungailiat mudah di mengerti semua masyarakat Bangka Belitung. 

Namun sebaliknya, orang Sungailiat kurang mengerti bahasa orang kampung maupun bahasa kota lain, kecuali orang Sungailiat tersebut berasal dari kota atau kampung lain yang dimaksud.

Sungai yang ada di Bangka (foto: maulana@able)
Sungai yang ada di Bangka (foto: maulana@able)

Bahasa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Bahasa Melayu dan seiring dengan keanekaragaman suku bangsa, bahasa lain yang digunakan antara lain bahasa Cina khek (orang china daratan menyebut orang cina Bangka adalah Cina khek atau cina kampung), dan sebagian orang melayu Bangka dapat memahami bahasa khek dan mampu berbicara bahasa tersebut.

Etnis Cina (foto:maulana@able)
Etnis Cina (foto:maulana@able)

Awal terbentuknya bahasa-bahasa yang ada di Bangka Belitung, berawal dari masyarakat melayu, masyarakat yang ada di sumatera, johor, siantan, sebagian kalimantan dan lainnya. Seperti Bahasa daerah Mentok termasuk salah satu anak cabang dari rumpun melayu johor dan sumatera. 

Walaupun ada perbedaan, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu Malaysia, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya (hampir sama dimiliki orang melayu Sumatera dan Johor). 

Sementara itu bahasa kota Sungailiat justru bahasa yang mandiri, cukup berbeda dengan Melayu Sumatera dan Johor. Selain itu, dalam masyarakat penutur bahasa Sungailiat itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam di alek bergantung kepada daerahnya masing-masing seputaran Kota Sungailiat. Seperti : desa Kenanga, Parit padang, air hanyut dan lain sebagainya. Daerah ini masuk dalam lingkungan Kota Sungailiat, namun berbeda bahasa dan irama.

Sistem pengetahuan

Banyak sistem pengetahuan yang ada di provinsi ini, misalnya pertanian, perdagangan/bisnis, hukum negara, hukum adat, seni budaya, tradisi, perundang-undangan, pemerintahaan, politik, dan sebagainya. 

Masyarakat wajib mempelajarinya karena dengan adanya sistem pengetahuan, masyarakat menjadi mengetahui dunia luar dan sangat bermanfaat untuk kehidupan Bangka Belitung kedepannya, karena berpengaruh pada pekerjaan seseorang. 

Masyarakat mempelajarinya dari pergaulan di dalam masyarakat maupun dari luar daerah, pendatang, televisi, majalah, surat kabar, radio, internet dan lain-lain, cukup masyarakat mengetahui/menguasainya, karena banyak informasi yang mudah di dapat melalui media sosial.

Peralatan dan teknologi

Tambang inkonvensional (TI) sudah sangat di kenal diseluruh kalangan masyarakat. Peralatan yang digunakan tidak terlalu sulit didapat, cukup ekskavator, pompa semprot air. 

Kemudian dimana akan dilakukan penambangan pasir timah. Pastinya adalah tanah milik pribadi atau orang-orang terdekat ataupun teman-teman. Di era reformasi, orang-orang Bangka Belitung mencari lokasi penambangan secara bebas, TI berkembang pesat menjadi ribuan, tersebar diseluruh pulau Bangka. Kegiatan TI illegal semakin membludak hingga sulit di kontrol pemerintah dan aparat.

Pembangunan Smelter (pabrik pengolahan pasir timah menjadi balok timah) meningkat tajam. Dalam hal pertanian lada, ladang, sawah dan sawit, masyarakat yang memiliki modal besar menggunakan alat-alat berat dan lengkap, seperti; traktor roda 2, traktor roda 4, power therser, pompa air RMU (Rice Milling Unit ) dan sebagainya. 

Untuk area perkebunan yang luas di Bangka Belitung, menggunakan mesin Power Sprayer untuk penyemprot hama, gulma dan penyemprot pupuk cair di area perkebunan. Pemotong rumpun dan Chain Saw yang bisa dimanfaatkan untuk membersihkan area perkebunan.

Traktor tangan, pompa air, mesin pengairan skala mikro, mesin pengolah beras, mesin pengering, rol karet gulungan padi, diesel engine, welder, generator set, dan kapal aluminum. 

Sedangkan kerajinan, makanan ringan seperti kretek, krupuk, terasi, rusip dan kemplang kebanyakan masyarakat masih menggunakan alat-alat tradisional, seperti: alat pemasak dari tungku, perapian kayu, penggorengan, dan sebagainya. Namun bagi usahawan yang memiliki modal lebih memilih peralatan modern.

Di kalangan nelayan yang mayoritas berasal dari keturunan Bugis mengunakan perahu bermesin bertenaga besar, dan ada yang menggunakan mesin dompeng untuk ukuran perahu kecil dan sedang. 

Perahu yang besar biasanya digunakan untuk nelayan yang mencari ikan hingga ke pertengahan pulau Kalimantan yang bisa menampung ratusan ton ikan dan bisa menginap di tengah laut berminggu-minggu.

Pantai Tanjung Pesona Sungailiat Bangka (foto:maulana@able)
Pantai Tanjung Pesona Sungailiat Bangka (foto:maulana@able)

Kesenian

Meski banyak suku yang menetap di Kepulauan Bangka Belitung. Percampuran antara masyarakat Melayu, Bugis, Jawa, Batak, Buton, Sunda, Madura, Flores, Bali, dan Keturunan Tionghoa (Cina) menciptakan berbagai macam seni budaya.

Di bidang kebudayaan, adat istiadat masyarakat setempat tentu saja menjadi dominan diselenggarakan, bahkan untuk ukuran tertentu bisa di eksploitasi menjadi daya tarik pariwisata tersendiri. Beberapa adat istiadat yang kerap dilakukan masyarakat misalnya:

Upacara adat, pawai budaya, tari -- tarian, dan sebagainya :

  • Taber, Taber adalah upacara adat Bangka Belitung, terdiri dari taber laut, taber darat, taber sungai, taber kampong dan taber hutan, merupakan upacara tradisi bersamaan dengan dilakukannya pesta-pesta adat daerah, dengan tujuan untuk membuang balak (musibah) dan membuang sial (kesialan). Upacara Taber telah dilaksanakan sejak zaman dulu dan terus berkesinambungan menjadi sebuah tarian dengan tujuan untuk menghibur masyarakat. Namun hanya ada beberapa taber yang bertahan.
  • Ceng Beng, ritual ceng beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya. Kegiatan ritual dmulai dengan membersihkan kuburan (pendem), biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap tanggal 5 April kalender masehi. Kegiatan ini dilaksanakan sejak dini hari hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakkan sesajian.
  • Sembahyang Rebut, setiap tanggal 15 bulan 7 tahun Imlek, warga Tionghoa di Bangka Belitung selalu mengadakan ritual sembahyang rebut atau yang sering disebut Chiong Si Ku di setiap kuil dan kelenteng dimana puluhan umat memberikan penghormatan yang diiringi dengan panjatan doa keselamatan dan keberkahannya. Menjelang tengah malam, jamuan-jamuan yang dihidangkan sudah dirasa cukup dinikmati oleh para arwah, sehingga prosesi ritual dilanjutkan dengan upacara rebutan sesaji yang berada di atas altar persembahan.
  • Kongian, adalah nama lain bagi Tahun Baru Imlek. Latar belakang sejarah diadakan untuk merayakan musim semi yang biasanya datang seekor binatang yang disebut "Nian" dari pegunungan atau laut untuk mengganggu orang-orang yang dimanifestasikan dalam bentuk barongsai. Lalu orang menggunakan gaun merah dan menyalakan petasan untuk mengusir Nian. Oleh karena itu juga disebut Kongian Tahun Baru Imlek yang berarti mengusir atau menangkal Nian.
  • Nganggung adalah tradisi ketika masyarakat Bangka di kampung-kampung membawa dulang berisi makanan yang ditutupi tudung saji untuk dimakan bersama di masjid atau balai desa. Tradisi biasanya dilaksanakan pada hari raya-hari raya seperti Maulud Nabi atau Tahun Baru Hijriah. Masyarakat di Mendo Barat setiap tahun melaksanakan acara ini.
  • Perang Ketupat, perang ketupat biasanya dilaksanakan di Pantai Pasir Kuning di Tempilang. Waktu pelaksanaan acara ini dilaksanakan sebelum memasuki bulan puasa. Upacara ritual ini dimaksudkan untuk menyatakan rasa syukur. Atraksi utamanya adalah ketika sekumpulan orang saling berperang dengan menyerang kelompok lain menggunakan ketupat.
  • Upacara Buang Jong, upacara tradisional ini adalah ritual suci suku Sawang, suku asli dari pulau Belitung. Upacara ini diselenggarakan di tepi pantai dengan cara menghanyutkan sebuah kapal kecil yang dihiasi daun kelapa dan beberapa macam bahan persembahan didalamnya. Upacara ini bertujuan untuk memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang mungkin dapat menimpa mereka selama mengarungi lautan.
  • Upacara Maras Taun, Maras Taun merupakan salah satu budaya asli masyarakat Belitung, berupa pesta rakyat dalam rangka mensyukuri panen padi. Setelah pembacaan do'a, upacara maras taun dilanjutkan dengan acara pemotongan lepat gede yang merupakan puncak acara. Lapat gede dipotong oleh kepala daerah / gubernur atau bupati yang kemudian hasil potongannya dibagikan kepada pengunjung.
  • Lomba Kater, lomba kater biasanya menggunakan perahu yang di bagian kiri dan kanan terdapat pelampung dari bambu sebagai penyeimbang sehingga perahu tidak bisa tenggelam / oleng. Kegiatan ini merupakan kalender tetap pemerintah kabupaten Belitung Timur.
  • Rebo Kasan; Upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, agar mereka terhindar dari bencana sebelum ke laut mencari ikan.
  • Ceriak Nerang; Upacara yang dilakukan setelah panen padi sebagai puji syukur pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mandi Belimau; Dilaksanakan seminggu sebelum awal Ramadhan di pinggir Sungai Limbung.
  • Lesong Panjang; Upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen.
  • Nirak Nanggok, Upacara adat untuk menunjukan rasa syukur atas kebaikan, dilakukan di Desa Membalong, Belitung.
  • Tari Sambut, Tarian ini merupakan tari khas Bangka Belitung, biasanya dilakukan saat masyarakat menyambut tamu-tamu istimewa. Tari ini biasanya berjumlah 5 wanita, satu yang paling depan menggenakan busana adat pengantin Bangka Belitung ( berwarna merah atau ungu ) dan empatt penari lainnya biasa disebut dayang juga mengenakan busana sama namun lebih sederhana (tidak mengenakan paksian), 1 pria membawa payung berbentuk tinggi mirip payung kerajaan jaman dulu. Pria ini akan memayungi penari utama kemudian beralih memayungi tamu kehormatan yang disambut tersebut. Tarian ini juga akan lengkap bilamana menambah 2 penari pria dibelakang membawa tudung dulang sebagai simbol adat nganggung, dan 2 pesilat sebagai pembuka dari tari sambut tersebut.
  •  Tari tradisi Kedidi, tari ini sudah saya tulis lengkap pada artikel sebelumnya. Kesenian kedidi ini bertempat di desa Mendo kecamatan Mendo Barat. Tari kedidi pada dasarnya bersifat pelipur lara, biasanya diiringi alunan dambus dengan lagu berjudul "Tinggi Bawang". Tari kedidi kemudian menjadi lebih menarik ketika dengan perkembangan variasi memasukkan unsur silat, kemudian dinamakan silat kedidi.
  • Silat Bintit, seni bela diri ini dikhususkan untuk membela pulau Bangka dari penjajah Belanda dan Jepang, dan merupakan seni bela diri yang hampir punah karena hanya sedikit orang tua yang masih menguasai silat ini, dan gerakan kaki dalam seni bela diri ini hampir sama dengan silat kedidi. Seni bela diri bintit ini dianggap hampir punah, walau sempat terekam pada acara "perang ketupat", dan silat ini cukup sulit mempelajarinya karena hanya beberapa orang tua saja yang masih menguasainya. Pada masa penjajahan, silat ini dikuasai oleh Haji Sahaq, dan juga M. Yamin dan orang-orang seperguruan mereka. Silat ini memiliki karakter gerak tubuh direndahkan dengan wajah menunduk (mengintip kelemahan daerah pinggang dan kaki lawan), karena sikapnya lebih pada penyerangan kaki. Gerakannya pun sangat sensitif, lebih pada melirik tajam daripada melihat langsung mata lawan. Karakter unik inilah yang menjadi daya tarik silat bintit.
  • Musik dan Tari Dambus, Masyarakat Bangka Belitung biasanya menghibur diri atau menimbulkan keinginan untuk berdincak (joget), dincak dambus inilah yang akhirnya dinamakan tari dambus, kemudian berkembang menjadi bedincak bedaek, menggambarkan keunikan tradisi daerah yang indah dan eksotik.

(gambar gambus)

Pengerajin alat musik Gambus (foto: maulana@able)
Pengerajin alat musik Gambus (foto: maulana@able)
  • Silat / Pencak Kedidi, seni bela diri tradisional pulau Bangka ini juga hampir punah karena dikuasai oleh beberapa orang tua saja. Silat Kedidi dalam sejarah kecamatan mendo barat diperlihatkan oleh bapak kamarulzaman pada tahun 2007 yang hampir berusia 90 tahun dan meninggal pada pertengahan 2013, disampaikan olehnya kalau silat kedidi tersebut ia pelajari dari Abdul latief dari Mendo Barat pada jaman penjajahan Belanda. Silat kedidi berkarakter tubuh direndahkan dan lebih mengandalkan kekuatan kaki,  olah gerak tangan dan keterampilan tubuh.

Keragaman akan seni budaya yang dimiliki Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sekarang sudah semestinya saya berbangga. Sehingga dapat saya simpulkan bahwa nilai budaya, seni, busana adat dan perbedaan istiadat antar suku diserahkan kepada kebijakan masing-masing masyarakat, tetua adat, lembaga adat dan pemerintah setempat dipersilahkan membuat ketentuan dan ideologi masing-masing, pada akhirnya semua budaya tersebut adalah budaya Indonesia. 

Akhirnya azas melayu berupa pembekalan pada generasi muda agar bisa menetralisir masuknya pengaruh media sosial dan teknologi modern, tapi tidak membatasi bentuk dari teknologi.

anak kecil memasukkan minyak tanah ke botol lampu untuk memperingati Malam 7 Likur di desa Mancung Kec Kelapa pada 10 akhir Ramadhan | foto: maulana@able
anak kecil memasukkan minyak tanah ke botol lampu untuk memperingati Malam 7 Likur di desa Mancung Kec Kelapa pada 10 akhir Ramadhan | foto: maulana@able

Sholat Idul Fitri di tanah lapang (foto: maulana@able)
Sholat Idul Fitri di tanah lapang (foto: maulana@able)

Berbicara masalah ragam seni budaya yang ada di Indonesia pasti tidak akan pernah ada habisnya. Mengingat begitu banyaknya ragam seni budaya yang terdapat mulai dari Sabang sampai Merauke serta pulau-pulau kecil di Indonesia dengan berbagai macam suku bangsa yang semuanya memiliki ragam seni budaya masing. 

Tapi semua terangkum menjadi satu yaitu sebuah ragam seni budaya yang ber- BHINEKA TUNGGAL IKA dengan menunjukkan adat ketimuran dan berazaskan Pancasila.

Seiring do'a dan ucapan terima kasih saya kepada orang-orang yang telah memberi pengetahuan kepada saya saat mengikuti DIALOG BUDAYA MELAYU, Pekanbaru Riau dan Orasi Ilmiah oleh :

  • Tengku Nasaruddin Said Effendy, lahir 9 november 1936 di dusun Tanjung Malim, Desa Kuala Panduk, Pelalawan.
  • Taufik Abdullah, lahir 3 Januari 1936, lulusan UGM fakultas Sastra dan Kebudayaan, dan Kepala Bagian Umum Majalah Ilmu Pengetahuan ( Biro MIPI ) tahun 1962-1963 dan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ).
  • Sangkot Marzuki, lahir di Medan, Sumatera Utara, 2 Maret 1944, Direktur Lembaga Eijkman sejak 1992. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ( 1968 ), Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand ( M.Sc.,1971 ) dan Universitas Monash, Australia ( Ph.D.,1976 ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun