Mohon tunggu...
Mohamad Agus Yaman
Mohamad Agus Yaman Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman

kreator Prov. Kep. Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peristiwa Perang Ketupat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Bagian 2)

3 Januari 2020   09:28 Diperbarui: 3 Januari 2020   09:30 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pencak silat Bangka Sanggar Seni Rebang Emas (Maulana, Sartono, Yudi)

Palang umpan dijatuhkan ke dalam laut bersama umpannya. Setelah tiba waktunya yang dinanti-nanti sang dukun datang lagi untuk melihat hasil palangnya. 

Waktu itu memang benar-benar terjadi bahwa palang dukun itu berhasil dan ada buaya yang terperangkap di dalam palang. Sang dukun kemudian cepat melaporkan hasilnya kepada Ketua 4 (empat), melaporkan juga pada Gegading dan masyarakat bahwa ada buaya yang iri dengki terhadap masyarakat dan buaya tersebut harus dihukum.

Dukun bersama-sama orang kampung secara gotong royong mengikat buaya tersebut kemudian di arak keliling kampung untuk disaksikan oleh seluruh masyarakat. Kemudian oleh sang dukun, oleh Gegading, Ketua 4 bersama masyarakat menuju ke tempat yang bernama  KELEKAK KOTA atau BENTENG KOTA yang sampai sekarang  benteng tersebut masih tegak berdiri. Di sana telah disediakan lubang besar dan disanalah buaya itu di bunuh secara beramai-ramai oleh masyarakat hingga buaya itu mati. 

Lubang itu di timbun dengan tanah dan oleh sang Dukun, di atas tanah bekas lubang tersebut di tanam dengan durian dan diberi nama Beye artinya Durian Buaya. 

Durian tersebut sampai sekarang masih tegak berdiri yang letaknya dekat Benteng Kota. Bila di tempilang musim durian tiba, hasilnya masih dapat dinikmati oleh generasi-generasi sekarang ini. 

Setelah selesai upacara tersebut penduduk kampung beramai-ramai menuju balai yang telah disediakan. Dengan gembira Gegading dan Ketua empat mengenakan pakaian adat dan terlihat gagah, begitu juga dengan sang Dukun. Atas perintah Ketua Empat dan Gegading bersama-sama menuju ke pantai di iringi dengan bunyi-bunyian gendang yang membentuk satu garis lurus. 

Di pantai telah disediakan tempat duduk para undangan waktu itu diantaranya : Gegading, Ketua Empat, Batin, Demang, dan tuan Konteler. (nama-nama pejabat tersebut sekarang telah berubah menjadi para utusan-utusan pemerintah dan kepala-kepala desa). 

Para undangan ini diundang untuk menyaksikan upacara, sementara sang Dukun beserta pengikutnya pada waktu itu tidak serta karena masih ada tugas lain yaitu menaber rumah penduduk (menolak bala rumah penduduk) dengan mayang kelapa yang telah dilumuri dengan tepung taber beserta se isi rumah pada betisnya. 

Siapa yang telah di taber berarti telah terhindar dari marabahaya baik bahaya di laut maupun di darat. Tiap rumah yang didatangi memberikan ketupat untuk di bawa ke laut untuk kemudian dukun bersama pengikutnya menuju ke pantai sambil meletakkan semua ketupat tadi pada tikar yang telah disediakan. Bagi yang perutnya telah lapar ketupat tersebut boleh untuk dimakan.

Di tengah-tengah keramaian yang penuh sesak oleh masyarakat sang Dukun masih ada lagi tugasnya yaitu di tanjung  sambil meletakkan ketupat, bubur merah dan bubur putih, ayam panggang dan lain-lainnya di atas batu-batu besar sambil mengucapkan manteranya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun