SEJARAH KELATNAS INDONESIA PERISAI DIRI
Pak Dirdjo (panggilan akrab R.M. Soebandiman Dirdjoatmodjo) lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan Pura Pakualaman. Beliau adalah putra pertama dari R.M. Pakoe Soedirdjo, buyut dari Sri Paduka Paku Alam II. Sejak berusia 9 tahun beliau telah dapat menguasai ilmu pencak silat yang ada di lingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya di lingkungan Pura Pakualaman. Di samping pencak silat beliau juga belajar menari di istana Pakualaman sehingga berteman dengan Wasi dan Bagong Koessoediardja.
Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau Bandiman oleh teman-temannya ini, merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatkannya di lingkungan istana Pakualaman. Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau sekolah pendidikan guru, beliau meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki.
Â
Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur. Di sana beliau belajar silat kepada Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya. Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, beliau kembali ke barat. Sampai di Solo beliau belajar silat kepada Sajid Sahab. Beliau juga belajar kanuragan kepada kakeknya, Ki Djogosoerasmo.
Beliau masih belum merasa puas untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah Semarang. Di sini beliau belajar silat kepada Soegito dari pencak Setia Saudara, dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randugunting. Rasa keingintahuan yang besar terhadap ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih belum merasa puas dengan apa yang telah beliau miliki. Dari sana beliau menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Di sini beliau belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.
Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat beliau tidak bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Beliau yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan dan membuka perguruan silat dengan nama Eka Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang pendekar kuntao aliran Siauw Liem (Shaolin) yang bernama Jasakarsa atau dikenal juga dengan nama Jap Kie San. Jap Kie San adalah murid dari Hoo Tik Tjai alias Hoo Liep Poen yang dikenal dengan panggilan Bah Suthur. Hoo Tik Tjai adalah murid dan anak angkat Louw Djeng Tie, pendekar legendaris di dalam dunia persilatan dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Di dalam dunia persilatan, Louw Djeng Tie dijuluki sebagai Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djeng Tie di Indonesia meneruskan perguruan kungfu Garuda Emas.
Pak Dirdjo yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa lalu mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem Sie (Shaolinshi) ini dari Jap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Jap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo, Jap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.
Berbagai cobaan dan gemblengan beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu silat dari Jap Kie San. Murid Jap Kie San yang sanggup bertahan hanya enam orang, di antaranya ada dua orang yang bukan orang Tionghoa, yaitu Pak Dirdjo dan Brotosoetarjo yang di kemudian hari mendirikan perguruan silat Bima (Budaya Indonesia Mataram). Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan digabung dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari Jap Kie San, Pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.
Setelah puas merantau, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Oleh pakdenya, yaitu Ki Hadjar Dewantara (Bapak Pendidikan), Pak Dirdjo diminta mengajar silat di lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan sebagai magazijn meester di Pabrik Gula Kedaton Pleret.
Â
Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seksi Pencak Silat, yang dikepalai oleh Mohamad Djoemali. Berdasarkan misi yang diembannya untuk mengembangkan pencak silat, Pak Dirdjo membuka kursus silat melalui dinas untuk umum. Beliau juga diminta untuk mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada masa awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya. Beberapa murid Pak Dirdjo saat itu di antaranya adalah Dalmono, Soejono Hadi, dan Bambang Moediono Probokoesoemo.
Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Urusan Pencak Silat. Murid-murid beliau di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM ataupun di luar UGM, bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh Dalmono.
Tahun 1955 beliau resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Dengan tugas yang sama, yakni mengembangkan dan menyebarluaskan pencak silat sebagai budaya bangsa Indonesia, Pak Dirdjo membuka kursus silat di Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur yang berlokasi di Jalan Taman Mayangkara, Wonokromo, Surabaya. Dengan dibantu oleh Imam Ramelan, beliau mendirikan kursus silat Perisai Diri pada tanggal 2 Juli 1955.
Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan beliau. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo, dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, tetapi melebur dengan sendirinya ke silat Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Pengalaman yang diperoleh selama merantau dan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian dicurahkannya ke dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dengan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera", silat Perisai Diri diterima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.
Â
Pada tahun 1969, salah satu murid Pak Dirdjo yaitu Suparjono, menjadi staf Bidang Musyawarah PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari AD/ART organisasi-organisasi di KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama Bambang Moediono Probokoesoemo, Totok Soemantoro, Mondo Satrijo Hadi Prakoso, dan murid-murid lainnya pada tahun 1970 menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap organisasi silat Perisai Diri disetujui menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri yang disingkat Kelatnas Indonesia Perisai Diri.
Dimusyawarahkan juga mengenai pakaian seragam silat Perisai Diri yang baku, yang mana sebelumnya berwarna hitam dirubah menjadi putih dengan atribut tingkatan yang berubah beberapa kali hingga terakhir seperti yang dipakai saat ini. Lambang Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga dibuat dari hasil usulan beberapa murid Pak Dirdjo, yaitu usulan gambar dari Suparjono, Both Sudargo, dan Bambang Priyokuncoro, yang kemudian usulan dari Suparjono yang terpilih, kemudian disempurnakan dan dilengkapi oleh Pak Dirdjo.
Pada tahun 1982, Pak Dirdjo mengangkat 23 orang muridnya menjadi Pendekar. Para Pendekar yang diangkat langsung oleh Pak Dirdjo ini disebut Pendekar Historis. Pendekar Historis yang berjumlah 23 orang tersebut adalah :
- Mat Kusen, dari Surabaya.
- Suparjono, dari Surabaya.
- Noerhasdijanto, dari Surabaya.
- Hari Soejanto, dari Surabaya.
- Fransiskus Xaverius Supi'i, dari Surabaya.
- Nanang Soemindarto, dari Surabaya.
- Hari K. Lasmono, dari Surabaya.
- Siaman, dari Surabaya.
- Moh. Hidayat, dari Surabaya.
- I Made Suwetja, dari Denpasar.
- Arnowo Adji Hadiwidjaja Koosnadi Pantjaputra, dari Tangerang.
- Yahya Buari, dari Lamongan.
- Maximilian Fritz Bambang Soekotjo Noll, dari Cimahi.
- Tonny S. Kohartono, dari Surabaya.
- Mondo Satrijo Hadi Prakoso, dari Surabaya.
- Koesnadi, dari Surabaya.
- Soegiarto Mertoprawiro, dari Serang.
- Totok Soemantoro, dari Klaten.
- Moeljono, dari Nganjuk.
- Wardjiono, dari Jakarta.
- Gunawan Parikesit, dari Semarang.
- I Gusti Ngurah Dilla, dari Surabaya.
- Ruddy Djohny Kapojos, dari Surabaya.
Tanggal 9 Mei 1983, R.M. Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Sang Pencipta. Tanggung jawab untuk melanjutkan pelatihan silat Perisai Diri beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan beberapa negara lain, di antaranya yaitu Australia, Belanda, Inggris, Jerman, Swiss, Timor Leste, Prancis, Amerika Serikat, Swedia, Brunei Darussalam, bahkan di Jepang. Untuk menghargai jasa-jasanya, pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama kepada R.M. Soebandiman Dirdjoatmodjo.
Â
Di Australia, Kelatnas Indonesia Perisai Diri mulai dikembangkan di Brisbane pada tahun 1979 oleh Dadan Muharam, seorang pelatih silat Perisai Diri dari Bandung. Kelatnas Indonesia Perisai Diri berkembang pesat di Australia dengan cabang di berbagai daerah, di antaranya yaitu di Tarragindi, Kuraby, Logan, Ashmore, Burleigh Heads, Springbrook, Maleny, Nambour, Noosaville, Yandina, Gympie, Townsville, Coffs Harbour, Newcastle, Moruya Heads, Melbourne, Adelaide, Perth, dsb.
Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga dikembangkan di Belanda oleh Ronny Tjong A-Hung sejak tahun 1979. Saat ini Kelatnas Indonesia Perisai Diri di Belanda telah berkembang dengan tempat latihan di Amsterdam, Hilversum, Maarssen, Nieuwegein, Utrecht, dsb.
Pada tahun 1983, salah satu pelatih silat Perisai Diri yaitu Otto Soeharjono M.S. pindah tugas ke London, Inggris. Beliau mendirikan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Inggris Raya dan menjadi pelopor berdirinya PSF UK (Pencak Silat Federation of United Kingdom).
Both Sudargo, salah satu pendekar silat Perisai Diri yang pernah menjabat sebagai Pengurus Bidang Pembinaan Pencak Silat Olahraga PB IPSI, pada tahun 1996 ditugaskan oleh pemerintah sebagai Atase Perhubungan di Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang. Di negeri yang dikenal sebagai pusat beladiri dunia ini, beliau berhasil mengembangkan pencak silat dengan mendirikan JAPSA (Japan Pencak Silat Association). Dengan dibantu oleh Soesilo Soedarmadji, beliau mengembangkan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Jepang.
Pada tahun 1997, Chandrasa Sedyaleksana yang sedang menjalani pendidikan di Technical University of Berlin dan kemudian bekerja di Cologne membuka kembali Kelatnas Indonesia Perisai Diri di Jerman yang sebelumnya sudah pernah dirintis oleh Mokhamad Hendayun. Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Jerman memiliki tempat latihan di Bonn.
Pada tahun 2009, Fabien Markiewicz dengan dibantu oleh Chandrasa Sedyaleksana membuka latihan silat Perisai Diri di Audresseles, Prancis. Kemudian disusul oleh Graeme Fullarton yang pada tahun 2013 membuka latihan silat Perisai Diri di Ockelbo, Swedia. Latihan silat Perisai Diri di Swedia bergabung dengan Prancis, Swiss, dan Jerman, membentuk komisariat Kelatnas Indonesia Perisai Diri 4 negara dengan Chandrasa Sedyaleksana sebagai Penanggung Jawab Teknik.
Selain itu Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga berkembang di beberapa negara lainnya.
Kelatnas Indonesia Perisai Diri telah beberapa kali menggelar even kejuaraan internasional yang dikenal dengan nama Perisai Diri International Championship (PDIC), yaitu :
- Invitasi Internasional Perisai Diri I di Semarang tahun 1991
- Invitasi Internasional Perisai Diri II di Surabaya tahun 1995
- 3rd Perisai Diri International Championship di Denpasar tahun 2003
- 4th Perisai Diri International Championship di Yogyakarta tahun 2005
- 5th Perisai Diri International Championship di Bandung tahun 2007
- 6th Perisai Diri International Championship di Jakarta tahun 2010
- 7th Perisai Diri International Championship di Samarinda tahun 2012
- 8th Perisai Diri International Championship di Denpasar tahun 2014
- 9th Perisai Diri International Championship di Malang tahun 2017
Even kejuaraan ini diagendakan setiap dua tahun sekali.
Â
PENDIDIKAN DAN LATIHAN SILAT PERISAI DIRI
Tingkatan pesilat Perisai Diri dibagi dalam beberapa tingkat yang masing-masing ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Secara garis besar, tingkatan tersebut dikelompokkan dalam Tingkat Dasar dan Tingkat Keluarga.
Tingkat Dasar terdiri dari Dasar I (sabuk putih), Dasar II (sabuk hitam), dan Calon Keluarga (sabuk merah). Tingkat Keluarga (sabuk merah) terdiri dari beberapa tingkatan yang ditandai dengan warna strip di badge yang dipasang di dada kiri.
Tahapan pelajaran silat Perisai Diri terdiri dari pengenalan, pengertian, penerapan, pendalaman, dan penghayatan.
Â
Senam Kombinasi
Senam Kombinasi merupakan rangkaian gerak silat Perisai Diri yang dilatihkan kepada pesilat sebagai bahan pemanasan sebelum masuk ke sesi latihan inti. Sekilas seperti rangkaian jurus di perguruan pencak silat pada umumnya, tetapi Senam Kombinasi bukanlah rangkaian yang perlu dihafalkan sebagaimana jurus di perguruan pencak silat pada umumnya.
Tujuan dari latihan Senam Kombinasi ini adalah untuk menciptakan kebiasaan dalam melakukan teknik yang benar dan menciptakan refleks yang baik terhadap para pesilat. Latihan ini juga akan membentuk otot-otot para pesilat agar dapat beradaptasi dengan teknik Perisai Diri. Senam Kombinasi ini selalu berbeda-beda pada setiap sesi latihan, baik tangan kosong ataupun menggunakan senjata.
Teknik Senjata
Mulai tingkat Dasar akan diajarkan teknik-teknik beladiri tangan kosong. Pada tingkat selanjutnya diajarkan juga teknik permainan senjata dengan senjata wajib pisau, pedang, dan toya.
Dengan dasar penguasaan tiga senjata wajib, pisau mewakili senjata pendek, pedang mewakili senjata sedang, dan toya mewakili senjata panjang, pesilat Perisai Diri dilatih untuk mampu mendayagunakan berbagai peralatan yang ada di sekitarnya untuk digunakan sebagai senjata. Teknik tersebut juga dapat digunakan untuk memainkan senjata lain, seperti celurit, trisula, abir, tombak, golok, pedang samurai, pentungan, kipas, teken, payung, rotikalung, senapan, bayonet, double stick, dsb.
Tujuan dari pelajaran senjata adalah memberikan pemahaman bagi pesilat tentang berbagai macam senjata. Dengan mengenal karakteristik senjata, maka anggota akan cepat beradaptasi dengan berbagai senjata. Sebagai contoh, dengan mempelajari pisau, maka pesilat akan mengerti kelebihan dan kekurangan dari senjata pendek. Bahkan pesilat akan dapat mengadaptasi benda-benda serupa seperti keris sebagai senjata, atau bahkan pena dan pensil. Dengan memahami karakteristik senjata ini pula, seorang pesilat akan mengerti bagaimana cara menghadapi berbagai macam senjata bila memang keadaan sudah mendesak.
Serang Hindar
Metode praktis yang sangat penting untuk dipelajari oleh pesilat Perisai Diri adalah latihan Serang Hindar. Pada latihan ini akan diajarkan cara menyerang dan menghindar yang paling efisien, cepat, tepat, tangkas, deras, dan bijaksana. Sekalipun berhadapan langsung dengan lawan, kemungkinan cedera amat kecil karena setiap siswa dibekali prinsip-prinsip dasar dalam melakukan serangan dan hindaran. Risiko kecil pada metode Serang Hindar inilah yang melahirkan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera". Dengan motto inilah Perisai Diri menyusun program pendidikan dengan memperhatikan faktor psikologis dan kurikulumnya.
Itulah salah satu metode latihan berpasangan di silat Perisai Diri yang dikenal dengan sebutan Serang Hindar. Metode Serang Hindar ini telah diformulasikan oleh Pak Dirdjo agar bisa memberi rasa aman bagi kedua pesilat. Selama berlatih, pesilat diminta untuk melakukan serangan dan hindaran yang sesuai dengan pedoman teknik silat Perisai Diri.
Tujuan dari latihan Serang Hindar Balas ini adalah untuk melatih pesilat, terutama bagi si penghindar, untuk menghindar ke arah yang sulit dilihat oleh lawan, tetapi akan sangat mudah untuk melakukan serangan balasan. Inilah yang disebut hindaran yang mengunci posisi lawan. Si penghindar juga harus mempelajari bagaimana ia harus meletakkan langkahnya agar dapat mempercepat serangan balasan.
Sebagai ilustrasi yang sederhana, misalnya A melakukan pukulan ke arah depan, ketika pukulan tersebut dekat maka B bergerak menghindar ke samping sambil menusukkan buku tangannya ke arah mata. Dalam hal ini, maka B melakukan Beladiri.
Serang Hindar, Serang Hindar Balas, dan Beladiri akan diajarkan kepada pesilat Perisai Diri baik dari tingkat Dasar sampai tingkat yang tinggi sekalipun. Metode ini akan diaplikasikan baik menggunakan tangan kosong ataupun menggunakan senjata seperti pisau, pedang, dan toya.
Teknik Asli
Teknik silat Perisai Diri mengandung unsur 156 aliran silat dari berbagai daerah di Indonesia yang dipilah dan dikelompokkan sesuai dengan karakter dari masing-masing aliran. Teknik Asli dalam silat Perisai Diri juga digali dari aliran Siauw Liem Sie (Shaolinshi) yang dengan kreativitas Pak Dirdjo gerakan ataupun implementasinya sudah dijiwai oleh karakter pencak silat Indonesia. Hal ini yang menjadikan ilmu silat Perisai Diri mempunyai sifat unik, tidak ada kemiripan dengan silat yang lain. Disebut Asli karena mempunyai frame tersendiri, bukan merupakan kombinasi dari beberapa aliran silat.
Teknik Asli dalam silat Perisai Diri di antaranya yaitu :
- Burung Meliwis
- Burung Kuntul
- Burung Garuda
- Harimau
- Naga
- Satria
- Pendeta
- Putri
Selain teknik tersebut di atas, ada beberapa teknik yang menjadi kekayaan teknik silat Perisai Diri, di antaranya yaitu Kuda Kuningan, Lingsang, Satria Hutan, dan Kera, serta beberapa teknik dari beberapa daerah di Indonesia, di antaranya yaitu Minangkabau, Jawa Timuran, Cimande, Bawean, dan Betawen.
Teknik Minangkabau
Gerakan teknik Minangkabau mirip dengan tarian tradisional dari Minangkabau, Sumatera Barat. Salah satu tujuan dari mempelajari teknik ini adalah untuk memperkuat otot-otot paha dan otot belakang. Teknik ini juga memberikan pengalaman tentang bagaimana rasanya bila kita berada pada posisi yang merendah ke tanah. Rangkaian teknik Minangkabau diajarkan kepada pesilat yang menduduki tingkat Calon Keluarga.
Teknik Burung Meliwis
Burung Meliwis memiliki ciri khas tersendiri dalam bergerak, yaitu bergerak dengan ringan dan cepat. Tujuan dari mempelajari teknik ini adalah untuk melatih kecepatan, keringanan tubuh, dan membiasakan diri menapak dengan ujung kaki. Dengan mempelajari teknik ini, maka pesilat dengan sendirinya akan melatih otot-otot kaki, betis, dan pinggul. Rangkaian teknik Meliwis diajarkan kepada pesilat yang menduduki tingkat Putih.
Selain ujung-ujung jari, Meliwis juga menggunakan pergelangan tangannya untuk menyerang bagian-bagian seperti leher dan dagu. Teknik ini juga menggunakan pergelangan tangan bagian dalam untuk menolak dengan cara mengalihkan arah serangan lawan.
Teknik Burung Kuntul
Setelah mempelajari teknik Meliwis, pesilat tingkat Putih Hijau akan menerima pelajaran teknik berikutnya, Burung Kuntul. Bila saat berlatih Meliwis pesilat diajarkan untuk bergerak ringan, kini pesilat diajarkan untuk melibatkan tenaga saat bergerak ringan.
Dibandingkan dengan Meliwis, Kuntul tidak hanya menyerang bagian lemah, tetapi juga bagian lain seperti lutut. Teknik ini memiliki satu tendangan yang digunakan untuk merusak lutut lawan.
Untuk menyerang depan, maka Kuntul akan memposisikan dirinya sedemikian rupa, sehingga lawan menjadi berada di samping saat serangan mencapai target.
Teknik Burung Garuda
Garuda adalah simbol burung terkuat di antara jenis burung lainnya. Oleh karena itu, dibandingkan dengan teknik burung sebelumnya, Garuda memiliki kemampuan bertarung yang paling tinggi. Rangkaian teknik Garuda diajarkan kepada pesilat yang menduduki tingkat Hijau.
Saat berlatih teknik Garuda, pesilat akan dikenalkan bagaimana cara menggunakan perubahan badan sebagai tenaga tambahan saat menyerang atau menolak. Karena kemampuannya dalam menggunakan badan inilah, tenaga yang dimiliki oleh teknik Garuda menjadi lebih besar dibandingkan dengan Meliwis dan Kuntul.
Target serangan Garuda sering ke arah leher. Dengan menggunakan sikunya, Garuda akan menotok bagian leher dan mengiris leher tersebut dengan sisi luar tangan, untuk merusak tulang leher lawan sekaligus merobek kulit lawan. Tidak hanya leher, Garuda juga dapat menyerang ke bagian tengah di antara dua alis mata lawan dan mengirisnya ke sepanjang garis mata.
Dalam jarak yang sangat rapat, Garuda memanfaatkan sikunya ke bagian lemah lawan ataupun memanfaatkan tumitnya untuk melakukan tendangan jarak pendek ke arah kemaluan lawan.
Untuk melindungi diri dari serangan lawan, Garuda memanfaatkan kaki untuk menolak bagian bawah dan tangan untuk bagian tengah dan atas.
Teknik Harimau
Dibandingkan dengan Garuda, teknik Harimau memiliki kemampuan yang lebih besar, baik itu tenaga, kecepatan, keuletan, keganasan, dan fleksibilitas gerakan. Rangkaian teknik Harimau diajarkan kepada pesilat yang menduduki tingkat Hijau Biru.
Teknik ini diadaptasi dari karakter hewan aslinya yang disesuaikan dengan anatomi tubuh manusia. Kemampuan Harimau lebih baik dibanding Garuda karena teknik ini sudah menggunakan perputaran badan untuk meningkatkan kecepatan dan tenaga.
Saat menyerang, Harimau menggunakan perlengkapan seperti cakar, telapak tangan, lutut, tumit, dan telapak kaki. Saat menolak, teknik ini akan menggunakan perlengkapannya seperti kaki, tangan, dan juga cakarnya. Target sasaran yang menjadi sasaran serangan antara lain mata, muka, telinga, leher, dada, persendian, kemaluan, lutut, dan kulit.
Teknik Naga
Naga dilambangkan sebagai binatang terkuat di jajaran teknik silat Perisai Diri. Oleh karena itu, Naga diberikan pada jenjang teknik hewan terakhir di silat Perisai Diri.
Keunikan dari teknik Naga terdapat pada cara langkahnya yang selalu mengandung putaran. Hal ini dilakukan untuk menuju poros tengah lawan saat menghindar, memapas, ataupun menyerang. Tenaga yang dikeluarkan pun lebih besar dibanding teknik sebelumnya karena teknik ini telah menyatukan kemampuan perputaran badan dan perpindahan berat badan sebagai tambahan tenaganya.
Saat menyerang, teknik Naga akan merusak persendian leher, paha, dan tangan. Daerah lemah seperti dagu dan kemaluan juga bisa menjadi sasaran serangan apabila daerah tersebut terbuka.
Teknik Satria
Setelah mempelajari teknik hewan, pada tingkat Biru Merah pesilat akan mulai mempelajari teknik manusia. Teknik manusia yang pertama dipelajari adalah Satria. Pada tingkat ini, pesilat dianggap telah mampu menerapkan seluruh kemampuan dari teknik hewan pada tingkatan-tingkatan sebelumnya.
Sebagai suatu bentuk teknik manusia, Satria akan mulai meninggalkan karakter kehewanannya, seperti liar, buas, dan brutal. Satria akan berpikir tepat sebelum bertindak dan melaksanakan geraknya dengan penuh percaya diri.
Teknik Pendeta
Dalam Bahasa Jawa, pandito artinya adalah orang yang selalu memberikan falsafah jalan kebaikan kepada orang lain. Karakter ini pun terbawa ke dalam teknik itu sendiri. Teknik ini tidak menunjukan kebrutalan dan juga tidak banyak merusak ataupun menghancurkan persendian lawan. Walaupun kemampuan seorang pesilat yang mempelajari Pendeta tetap memiliki kemampuan seluruh teknik di bawahnya, namun teknik ini sendiri tidak akan merusak bila tidak diperlukan. Rangkaian teknik Pendeta diajarkan kepada pesilat yang menduduki tingkat Merah.
Teknik Putri
Teknik Putri adalah teknik tertinggi di silat Perisai Diri. Rangkaian teknik Putri diajarkan kepada pesilat mulai tingkat Merah Kuning. Karakter dari teknik ini bisa berubah-ubah. Terkadang lembut, namun tiba-tiba berubah menjadi sangat cepat dan keras, kemudian lembut kembali. Putri menggabungkan seluruh kemampuan yang ada di teknik-teknik sebelumnya, ditambah dengan kemampuan fleksibilitas gerak yang tidak baku seperti teknik lain. Tenaga yang digunakan bersifat kosong isi. Istilah ini berarti bahwa Putri akan selalu kosong tidak bertenaga, namun di dalam kekosongannya, keluar tenaga yang sangat besar saat terjadi sentuhan dengan lawan.
Teknik Olah Pernafasan
Ketika pesilat telah menduduki tingkat Biru, ia akan mulai menerima pelajaran teknik olah pernafasan yang berguna baik untuk kebugaran ataupun untuk menunjang beladiri. Teknik pernafasan Perisai Diri dibagi menjadi 3 tahap.
Tahap pertama tujuannya untuk menghimpun tenaga. Seorang pesilat akan belajar teknik pernafasan untuk meningkatkan tenaga dan membuat otot-ototnya menjadi keras. Ketika seorang pesilat telah menyelesaikan latihan pernafasan tahap 1, maka ia harus langsung melanjutkannya ke latihan pernafasan tahap 2.
Pada tahap 2 akan difokuskan untuk meledakkan tenaga. Tenaga yang telah mampu dihimpun sebagai hasil latihan pada tahap 1, kini diarahkan untuk dilepaskan dalam bentuk-bentuk teknik, baik serangan, tolakan, papasan, dan bahkan hindaran.
Seluruh pola pernafasan, cara implementasi, dan penghayatannya akan dilatihkan pada tahap ini. Oleh karena itu, pelajaran ini hanya akan diberikan kepada Pelatih yang dituntun langsung oleh seorang Pendekar.
Kerohanian
Pesilat yang memiliki keterampilan bertarung setelah mempelajari teknik silat dan teknik olah pernafasan sangat perlu diberikan pendidikan mental spiritual agar menjadi pesilat yang berbudi luhur, yang di dalam silat Perisai Diri dikenal dengan istilah pendidikan kerohanian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H