Keris merupakan senjata tradisional yang memiliki latar belakang sejarah panjang bagi masyarakat Jawa, bahkan banyak cerita-cerita legenda tentang Keris yang berkaitan dengan sejarah Kerajaan-Kerajaan di Nusantara.
Misalnya saja Keris Empu Gandring milik Ken Arok Raja Singasari, Keris Kyai Brongot Setan Kober milik Arya Penangsang Adipadi Jipang Panolan, dan masih banyak lagi kisah-kisah lainnya tentang Keris Jawa.
Pada masa lalu Keris dibuat dengan penuh filsafat, harapan dan doa-doa yang di simbolkan dengan dhapur Keris, pamor dan ricikan-ricikannya.
Keris Jawa mengandung banyak nilai-nilai falsafah dan ajaran moral yang luhur. Nilai-nilai yang tersirat dari Keris Jawa meliputi ajaran spiritual, ajaran untuk selalu bersikap rendah hati, ajaran untuk selaras dengan alam dan menghargai sesama.
Keris adalah benda pusaka yang dihormati dalam budaya masyarakat Jawa, bahkan terkadang sampai ada yang memperlakukan Keris secara berlebihan seperti layaknya menghormati ke dua orang tuanya sendiri.
Selain berfungsi sebagai senjata fisik, Keris juga memiliki filosofi yang dalam tentang kehidupan dan sarat muatan spiritual. Mungkin pada awalnya Keris di gunakan sebagai senjata untuk mempertahankan diri atau untuk berperang, tapi seiring perkembangan zaman fungsi Keris berubah menjadi benda pusaka yang penuh perlambang.
Keris juga merupakan perlambang Manunggaling Kawulo lan Gusti, sehingga kemudian Keris di anggap sebagai pedoman suci yang di maksudkan agar ketika melihat sebilah Keris, kita akan teringat pada diri pribadi yang selanjutnya ingat kepada Yang Memberi Hidup.
Bahkan nama Keris sendiri juga memiliki makna yang dalam. Keris berasal dari dua kata, yaitu Sinengker dan Aris. Dalam bahasa Jawa, "Sinengker" bisa di artikan Rahasia atau sesuatu yang disembunyikan, sedangkan "Aris" artinya bijaksana atau hati-hati.
Keris merupakan salah satu media yang digunakan oleh para leluhur orang Jawa untuk menyampaikan pesan atau wejangan secara tersirat, agar orang yang memiliki Keris dapat memiliki sikap rendah hati, tidak menonjolkan diri dan tidak sombong yang dikiaskan dengan istilah "Sinengker". Dan diharapkan juga agar memiliki sikap yang bijaksana, hati-hati, dan tidak sembrono atau gegabah yang dikiaskan dengan istilah "Aris".
Keris juga memiliki nama lain, yaitu "Dhuwung" yang berasal dari dua kata, yaitu "Udhu" dan "Kuwung". Udhu berarti sumbangan atau kontribusi, sedangkan Kuwung berarti kehormatan atau kewibawaan.
Jadi maksudnya, Keris diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan derajat, wibawa, dan kehormatan bagi pemiliknya. Karena pada zaman dahulu Keris juga merupakan simbol status sosial pemiliknya.
Ada lagi nama lain dari Keris yaitu "Curigo" yang berasal dari dua kata, yaitu "Curi" dan "Rogo". Curi dalam bahasa Jawa dapat berarti tajam, sedangkan Rogo artinya fisik atau bisa di artikan benda.
Jadi, Curigo bisa di artikan benda tajam atau senjata tajam yang mengandung pesan agar orang yang memilikinya bisa memiliki pemikiran yang tajam, cerdas atau premono.
Keris termasuk sebagai Tosan Aji yang artinya besi yang berharga, sebab dalam proses pembuatannya di iringi dengan laku tirakat dan doa-doa atau mantra-mantra sebagai wujud permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar Keris yang dibuat bisa bermanfaat bagi pemiliknya.
Karena di anggap sebagai benda pusaka yang berharga sehingga Keris seringkali di perlakukan dengan hormat dan di sakralkan serta tidak patut digunakan sembarangan, karena Keris berisi doa-doa keramat yang di panjatkan oleh sang Empu kepada Yang Maha Kuasa.
Oleh karena itu, masyarakat Jawa zaman dahulu sangat menghormati Empu pembuat Keris, bahkan setiap Kerajaan pasti memiliki Empu Keris yang hebat dan disegani. Para Empu Kerajaan tersebut bertugas membuat Keris pesanan dari Sang Raja, Pangeran, dan para Pejabat Kerajaan.
Pada masa lalu, setiap orang hanya memiliki Keris yang dibuat khusus untuk dirinya yang dipesan pada seorang Empu Keris. Karena sejatinya sebilah Keris adalah media doa yang dipanjatkan oleh sang Empu kepada TUHAN yang di khususkan kepada si pemesan Keris sesuai dengan keinginan, profesi, dan karakter dari pemesan Keris tersebut.
Secara prinsip, bagi masyarakat tradisional Keris merupakan milik pribadi, karena Keris dibuat khusus untuk pemiliknya dengan bantuan seorang Empu, dan Keris tersebut  mengandung harapan dari pemiliknya agar dapat mencapai keberhasilan lahir dan batin dalam kehidupannya.
Tonton juga videonya:
Demikian sedikit informasi tentang falsafah Keris Jawa yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H