Mohon tunggu...
Agus Wibowo
Agus Wibowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Agus Wibowo, pekerjaan swasta, tinggal di semarang

Selanjutnya

Tutup

Politik

No Value Added Created by Presiden SBY - Boediono

1 Desember 2010   03:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:08 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden SBY - Boediono merupakan satu-satunya Presiden RI / Wapres RI terburuk sepanjang sejarah Indonesia, keduanya memang tidak memiliki KAPABILITAS LEADERSHI, sehingga selama ini lebih suka melempar ISU-ISU teknis /murahan katimbang bertindak STRATEGIS.Kesukaannya melempar BOLA PANAS (ISU) kemudian ditanggapilah ISU tersebut melalui PIDATO di MEDIA.... ini dilakukan secara terus-menerus untuk menutupi KEBODOHANNYA.

Sebuah contoh bagaimana Presiden SBY dan Boediono yang asal bunyi dalam mengomentari kasus-kasus mutakhir, yang sama sekali tidak menyiratkan bahwa mereka berdua adalah seorang PRESIDEN dari sebuah NEGARA INDONESIA.

SBY "Sedang digodok aturan agar TKW dibekali HP"

Boediono "Untuk mengurang budaya korupsi perlu (1) perbaikan aturan kerja, (2) reward dan punishment, (3) melakukan renumerasi PNS"

Dalam salah satu update STATUS di media Facebook ini beberapa bulan sebelum Pemilu, tepatnya setelah perceraian antara SBY dengan JK, saya menulis catatan yang pada intinya bahwa masa depan kemenangan SBY akan banyak mengalami “kesulitan” dengan dicerainya JK dalam formasi Presiden / Wakil Presiden.
Alasan saya, saya mengamati selama ini, bahwa SBY yang cenderung memiliki profile MANAGERIAL STYLE (berfikir sistematis, logis, prosedural, indicator, administrator, homogeny, transactional, popularity, teknis), sementara JK cenderung menunjukkan profile LEADERSHIP STYLE (survival , easy going, impulsive, random, change, speed, heterogen, risk taker, trusty, strategis). Ibaratnya, SBY cenderung melakukan perhitung an matematis bahwa 1 + 1 = 2, sedangkan dimata JK, berhitung harus menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan artinya rumus matematika tidak eksak bahwa 1 + 1 = ??? (hasilnya bisa beragam).
Nah ternyata Wakil Presiden yang dipilih (Boediono) tidak jauh berbeda dengan Presidennya, bahkan lebih teoritis dan structural, dan filosofis (abstrak). Inilah posisi yang selalu saya gambarkan bahwa Bangsa Indonesia dipimpin Dosen, baik Presiden, Wapres, juga menteri2nya (karena mereka tentu cenderung memilih yang berwatak homogen).
Hal tersebut di atas dipersepsikan di masyarakat bahwa SBY itu peragu, lambat, dsb. ya karena dilatarbelakangi style yang dia miliki. Sebuah keputusan akan diambil dengan berbagai pertimbangan, sehingga bisa-bisa hasilnya sudah ‘usang’ karena terlindas perubahan dinamika masyarakat. Kurang bisa mengambil keputusan, adalah cirri khasnya, sehingga banyak kasus-kasus dibiarkan “mengambang” dan cenderung terjadi pembiaran, karena ketakutan akan resiko yang bakal dihadapinya, khawatir akan popularistasnya. Inilah yang kemudian dalam ‘text book’ dikatakan sebagai pemimpin yang tidak efektif. Guna mengalihkan perhatian rakyat terhadapnya atas kelemahannya, maka diimbangi dengan alokasi gila-gilaan keuangan Negara untuk berbagai sector. Oleh karena itu tidak heran jika hutang terus membengkak hingga diatas Rp 1700 trilyun, untuk membiayai RAPB N yang naik selama 2004 – 2009.
Sementara itu apapun kata orang tentang kelemahan JK, saya menilai bahwa “kelemahan” JK itulah sebenarnya tersembunyi banyak kekuatan yang dapat secara sengaja atau tidak sengaja memberi kekuatan bagi pasangannya (presiden). Jurus-jurus “impulsive” JK yang sering dikatakan pengamat politik sebagai bentuk intervensi terhadap Presiden, sebenarnya merupakan wujud adanya LEADERSHIP VISION yang CLEAR yang belum tentu dimilki Presiden, akan tetapi apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang harus diterapkan dalam kebijakan. Kondisi demikian ini selama ini dimanfaatkan Presiden untuk memposisikan JK sebagai ‘martil’ pelindung bagi Presiden….artinya yang jelek2 bisa dengan mudah dilempar ke JK, dan JK pun tidak perlu merasa marah, karena semua sudah dipikirkan sebelumnya, bahwa kepemimpinan yang langgeng haruslah ada salah satu pihak yang harus berperan sebagai “bemper”.
Rendahnya kapabilitas LEADERSHIP seseorang penguasa seringkali tidak disadari oleh para PEMILIH-nya, seseorang ambisius cenderung mencari POPULARITAS dengan apapun caranya. Dalam upaya mencapai posisinya, seringkali menciptakan jaringan (networking) yang tidak sehat karena cenderung menggunakan model TRANSAKSIONAL bukannya TRUSTY. Janji-janji kampanye seringkali bersifat “cool, calm, clear” seringkali lebih menarik bagi mimpi-mimpi rakyat. Disisi lain, rakyat terus digelontori dengan berbagai bentuk bantuan dana yang belakangan baru diketahui bahwa sebagian berasal dari HUTANG KOMERSIAL. Kita tentu ingat betapa tingginya perputaran dana ke masyarakat dalam berbagai bentuk menjelang PEMILU, banyak kegiatan masyarakat hingga pelosok desa, mulai BLT, PKPN Mandiri, Gaji PNS, dsb.
Sedangkan seorang LEADER , sejak awal mengedepankan TRUSTY apapun caranya, “kepercayaan” adalah AWAL PERJALANAN, sehingga pertanyaan maupun pernyataannya seringkali menjadi “blunder” bagi dirinya, karena dianggap menyinggung area “peka” yang kurang disukai rakyat, maka dalam fase ini bukan tidak mungkin kurang mendapat “RUANG” di hati rakyat, karena apa yang diharapkan RAKYAT belum tentu terpenuhi, karena sang calon bicara apa adanya. Inilah seringkali menjadi “TRAGEDI” kehidupan demokrasi liberal , orang-orang mengeksekusi pilihan pada pemimpin yang salah. Kita lihat bagaimana pernyataan Megawati, Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, dengan sangat mudah dipatahkan dalam suatu KAMPANYE.
Sekarang kita bisa lihat bersama bagaimana para pemimpin negeri ini mengatasi krisis kepercayaan terhadap LEMBAGA HUKUM, hampir tidak ada lembaga Negara yang tampil PRIMA yang bertindak sebagai LEADER, semuanya justru berusaha mencari PENYELAMATAN masing-masing dengan banyak berebut opini lewat MEDIA. Disisi lain perlawanan rakyat yang ditunjukkan melaui FACEBOOK (social media internet) justru terus tumbuh hingga tembus angka 1 juta lebih. Dengan modal ini kapanpun rakyat bisa diorganisir dan digerakkan TURUN JALAN. Bisa dibayangkan jika gerakan facebookers ini terus mengalami PEMATANGAN melalui pembelajaran dan pendalaman informasi “coments wall”, dan terus menciptakan “reaksi berantai”, maka siapapun akan sulit untuk menghentikannya.
Lemahnya para pemimpin memahami SUASANA BATIN RAKYAT akhirnya justru diikuti dengan banyaknya keluhan yang semestinya tidak harus disampaikan. Seperti kekecewaan terhadap pemberitaan National Summit 2009 yang hampir tidak mendapatkan sambutan media meski sudah menghabiskan miliaran rupiah. Rakyat juga tidak peduli dengan momentum 100 hari pertama Kabinet bekerja, bahkan press release yang disampaikan para pejabat mengenai inflasi 4%, PDB, nilai tukar rupiah, BI rate hamper tidak didengar oleh rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun