Di sebuah sudut desa, sebuah rumah kecil berisi 8 jiwa keluarga dengan empat anak dan dua kakek nenek. Ibu dan Bapak yang keseharian bekerja berjualan makanan jajanan di pasar sejak corona tak lagi berjualan.Â
Dicobanya juga membuat separuh yang seperti biasa ternyata kurang laku juga sebab bakul yang membeli dan berjualan di sekolah-sekolah tidak berjualan lagi.Â
Pendapatan yang praktis tidak ada ini mengakibatkan pinjam kesana kemari baik bahan makanan maupun uang. Akhirnya sampai juga pada ujung dimana tidak ada lagi saudara yang memberi pinjaman terpaksa apa yang ada dijual untuk bertahan.
Di lain tempat, seorang pemuda yang bekerja di tempat cucian sepeda motor hanya pulang sore hari membawa Rp.25.000,- padalahal biasanya setiap hari bisa membawa seratus ribu.Â
Pemuda itu adalah tulang punggung keluarga. Dibelikannya sekilo beras. dan bebrapa rupiah pada ibunya. Adik-adiknya yang biasa mengharap kakaknya itu membawa sekedar makanan kini hanya tangan hampa.
Majikannya di kota tak dapat memberi bantuan karena memang upah itu dibagi bersama pencuci sepeda motor lain setiap hari.
Di rumah lain , ibu penjual nasi kuning yang biasa mangkal di perempatan dengan langganan pembeli pegawai dan anak sekolah kini tak kelihatan berjualan di sana. Dicobanya untuk berjualan secara online tetapi tetap saja sepi karena memang belum menguasai pemasaran online.Â
Terpaksa ia ngider di bebrapa tetangga memang ada yang membeli tetapi tak memnuhi harapan. Banyak keluarga yang membuat sarapan pagi untuk kebutuhan keluarganya sendiri karena memang banyak tenaga di rumah.
Ibu penjual nasi kuning itu kini hidup dari menjual barang-barang miliknya satu per satu. Dalam hati ibu itu yang penting jangan sampai menjual temapat tinggalnya ,
Kisah lainnya dialami bapak penjual bubur kacang yg menggunakan gerobak dorong dan buka di malam hari di alun alun. Kini tak dijumpainya lagi bubur kacang yg membuat segar tukang ojek online berkumpul.Â
Pernah sekali waktu mencoba berangkat berjualan. Tetapi ia pulang tak seperti biasanya. keadaan sangat sepi . memang ada yg membeli tetapi tidak nongkrong di bangku di depan gerobak , satu dua orang yang membeli dibungkus plastik. akhirnya ia pulang dengan bubur kacang yg masih separo.Â
tukang ojek langganannya juga hanya mendekat dan pergi lagi. mereka menyadari untuk tdk kumpul kumpul dengan sesama teman di satu tempat. Kini pak tua itu hanya memandangi gerobaknya yang bannya mulai kempes. Terpaksa kel itu berbuat untuk berhemat sambil menunggu perubahan terjadi. dan kembali dpt berjualan lagi.
Kisah lainnya dialami keluarga pelayan rumah makan. Sejak corona sang ibu yang menjadi juru masak sekaligus pelayan di sebuah rumah makan terpaksa diliburkan oleh majikannya.
Biasanya setiap hari ibu itu membawa nasi bungkus dan sayur dan gorengan lauk yg tidak laku dan tidak bertahan jika sampai sehari. Di rumah suudah terbiasa nasi dan lauk sisa itu menjadi harapan keluarga yakni tiga anak.Â
Sedang suaminya sudah tidak ada. Terpaksa ibu itu mencari pekerjaan masak di tempat lain yakni tetangga yg mampu, namun saat corona ini tak satu pun tetangga yang mau menerimanya.
Jadilah ibu itu meminta pinjaman ke majikannya. Majikannya memberi bantuan hanya sebulan gaji itu pun sebagai pengikat kelak jika corona sdh tidak ada ibu itu harus bekerja kembali. Setelah sebulan uang dipakai habis kini tak ada uang lagi .
Jadilah ibu itu mulai menjual barang barang miliknya Akhirnya mulai ia melirik beberapa entog dan ayam yang hanya beberapa ekor untuk dijual satu per satu.Â
Padahal entog dan ayam itu sewaktu 2 membantu keluarga dengan telurnya yang bisa dijual atau ditukar beras. Akankah keluarga ibu itu dapat bertahan? Semoga diberikan jalan dan limpahan rejeki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H