Mari kita telaah bahasa puisi , seringkali kita membaca dua baris kalimat puisi sama arti atau dua bait puisi memiliki arti yang sama. Sajian yang berlebihan tentunya, pengulangan yang sebetulnya tak perlu. Tetapi itu juga dimaklumi andai menyuguhkan kata baru yang memberi kesan seakan bukan pengulangan.
Penyair menemukan pilihan kata yang indah untuk dituangkan pada baris kedua padahal sama arti pada bari pertama, atau penyair menemukan pilihan kata baru pada bait yang akan ditulisnya setelah bait pertama seakan memberi puisi itu panjang. Padahal panjang dan pendek puisi belum tentu memberikan kesamaan bahwa puisi panjang memberi pesan panjang juga. Boleh jadi puisi pendek malah memberi pesan yang luas.
'Bulan purnama jatuh di danau malam hari apa beda dengan 'Purnama jatuh di danau . ?
Tampa menyebut kata 'bulan , kata 'purnama sudah memberikan arti bahasa puisi yang menyatakan bulan purnama. Kata 'malam hari dalam kalimat itu adalah keterangan subjek yang tak perlu. Karena kata purnama telah memberi pengertian bulan penuh di waktu malam.
Bahasa puisi merupakan bahasa bagaimana menyimpan makna luas dalam pilihan kata indah. Jika mau panjang katakan dalam cerpen , puisi esai atau novel. Tetapi semuanya itu sah-sah saja karena hak cipta ada pada Anda.
Mari kita lihat puisi berjudul 'Undangan ini:
“Undangan”
'Deretan depan undangan istimewa
kursi dengan baju putih berwiru indah.
Tertulis nama-nama yang beruntung
di pernikahan putri milyader.
Berdebar aku duduk tanpa pasangan
istri kemana pacar tak punya
kanan kiri dudukku manusia sempurna
terjepit di kemewahan acara
Tuan dan nyonya, Mas dan Mbak
serasi harmonis, klop dan pas kata terdengar mc mengenalkan.
Jangan aku jangan disebut
sudah pasti orang tak laku
.....// (rg Bagus Warsono)
Pandai nian pujangga bersyair, sedikit pesan banyak berurai kata, tetapi suka pembaca budiman membaca berulang, seakan puisi punggugah jiwa, pengalaman yang tak terkira.
Bahasa puisi aneh tapi nyata panjang puisi sedikit pesan enak dibaca. Kenapa. Karena ada hal baru dan pegalaman baru.
Tahapan yang paling tidak disukai sekaligus diharapkan penulis adalah kritik orang lain. Selama ini tabu rasanya memberi kritik pada puisi seseorang apalagi dalam segi tata bahasa. padahal kesalahan dapat dijadikan promosi di masa modern ini. Contohnya celana blu jean ada yang bagian lututnya sengaja disobek-sobek bahkan bolong, ada juga blu jean yang utuh malah dipotong, celana itu tetap di pakai dan katanya malah menambah keren bagi pemakainya. Lalu ada juga baju tambalan, kini malah tambah ngetrend, baju batik tambalan, baju batik dengan perpaduan kain polos warna-warni yang membuat batik pada baju itu semakin menyala.
Keberanian menoreh kata yang jarang disentuh orang sangat perlu agar menjadi yang pertama dan utama. Doeloe pada masa pujangga sampai angkatan '66 penyair kita piawai menggunakan bahasa nusantara indah seperti 'bak (seperti) , 'nan (yang), 'duhai , 'adinda, 'laksana , dsb. Penyair modern kadang merindukan masa lalu, sedangkan bahasa terus berkembang, khasanah bahasa Indonesia semakin menebalkan kamus bahasa. Sangat penting artinya untuk mengikuti perkembangan puisi kita. Karena itu kritikus tidak harus melihat segi isi pesan muatan puisi, tetapi bagaimana penyair membawa puisi menjadi hidup.
Tentu ini akan banyak dibantah, manakala justru sekarang puisi yang enak didengar (ketika pembacaan puisi) adalah puisi -puisi dengan bahasa yang dapat dicerna pendengar dengan mudah, contohnya dalam puisi-puisi yang dibacakan di roadshow PMK justru puisi yang cepat dipahami pemirsa yang mendapat apresiasi tinggi. (rg bagus warsono)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H