Mohon tunggu...
Rg Bagus Warsono
Rg Bagus Warsono Mohon Tunggu... Editor - Sastrawan

Rg.(Ronggo) Bagus Warsono lebih dikenal dengan Agus Warsono, SPd.MSi,dikenal sebagai sastrawan dan pelukis Indonesia. Lahir Tegal 29 Agustus 1965.Tinggal di Indramayu.Mengunjungi SDN Sindang II, SMP III Indramayu, SPGN Indramayu, (S1) STIA Jakarta , (S2) STIA Jakata. Tulisannya tersebar di berbagai media regional dan nasional. Redaktur Ayokesekolah.com.Pengalaman penulisan pernah menjadi wartawan Mingguan Pelajar, Gentra Pramuka, Rakyat Post, dan koresponden di beberapa media pendidikan nasional. Mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca (HMGM) Indonesia. Tinggal di Indramayu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orang Indonesia Paling Susah Menerima Kekalahan

12 Juli 2014   19:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:32 2564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang Indonesia Itu Paling Susah Menerima Kekalahan

Demikian sejarah Indonesia menulis, karakter manusia Indonesia yang sulit menerima kekalahan. Bahkan karena yakinnya akan kemenangan sebuah nasehat slalu mengatakan bahwa kekalahan “hanyalah kemenangan tertunda”.

Zaman penjajahan doeloe banyak pertempuran-pertempuran melawan penjajhan diceritakan oleh para sejarahwan slalu berujung kemenangan, sehingga berujung muncul beberapa tokoh pahlawan nasional. Sebuah peperangan biasanya diambil menghitung jumlah prajurit, logistik, persenjataan, perjanjian, wilayah kekuasaan, pampasan dan pengakuan. Namun orang Indonesia slalu memunculkan sisi kemenangan di salah satu segi kreteria perhitungan hasil kemenangan. Jika banyak prajurit yang gugur, slalu sejarawan menyebutkan bahwa ‘beruntunglah bawaha pimpinan peperangan itu (raja, senopati, dsb) masih selamat. Jika sampai ada raja yang menyerah tanpa syarat, dimunculkan tokoh lain agar kekalahan tak terjadi.

Keunikan Indonesia ini sampai pula pada masa perang kemerdekaan. Ada beberapa perjanjian dengan pihak penjajah yang merugikan kita. Namun karena Indonesia itu tak begitu sajatunduk pada perjanjian, maka slalu perjanjian itu dibatalkan . Disinilah atas dasar rasa cinta Tanah Air kita tak akan mau menerima kekalahan pada masa itu.

Keteguhan tidak mau menerima kekalahan itu juga dibuktikan oleh Diponegoro, meski sudah ditangkap, pantang baginya untuk menyerah. Begitu juga Soekarno, tak ada kata menyerah meski harus mengalami penjara/hukuman ataupu pembuangan.

Terakhir sudah jelas-jelas kekalahan politik saat terjadi jajak pendapat tentang Timor Timur , tetap saja orang Indonesia mengatakan nan memungkiri sebuah kekalahan politik Indonesia.

Di bidang olah raga misalnya, meski kalah bertanding, slalu media kita memberikan kesan menghibur diri, dengan memberikan sanjungan akan perjuangan mati-matian membela nama bangsa ini.

Karakter ’susah menerima kekalahan’ ini melekat erat dengan sifat orang jawa yang slalu menyebut kata ‘beruntung’ bila terjadi kegagalan bahkan terjadi kecelakaan. Untung masih ada……….., untung masih hidup , untung diselamatkan, untung masih bisa dibayar, untung tidak ketinggalan , dan sebagainya.

Karakter susah menerima kekalahan ini di diwariskan juga oleh budaya nenek moyang kita. cerita-cerita kepahlawanan slalu berujung kemenangan. Cerita ludruk dan wayang slalu dimenangkan oleh tokoh yang diidolakan rakyat. Sehingga begitu tertanam di hati anak-anak kita jiwa kesatria yang pantang menyerah.

Begitu juga falsafah-falsafah digunakan dalam berbagai organisasi, “pantang menyerah’, ‘pantang putus asa’, ‘pantang mundur’, dan berbagai semboyan kedaerahan seperti ’sekali layar terkembang , pantang surut kepantai’, “rawe-rawe rantas malang-malang putung” sebagai perumpamaan agar segala yang merintangi maksud tujuan harus disingkirkan.

Demikian keistimewaan orang Indonesia. Jika orang Barat mengatakan menyerah itu sebagai gentelmant, maka sebaliknya orang Indonesia kebanyakan untuk mau mengakui kekalahan itu justru sebagai orang yang dituduh penakut, bukan ksatria , kurang gentelmant.

Sekali lagi kegagalan itu hanyalah kemenangan tertunda begitu kata banyak motivator. Kita belum siap menerima kekalahan. Menerima kekalahan berarti malu . Dan malu ini dianggap sampai anak cucu. Meski ada juga orang yang legowo dan mau menerima kekalahan , hanya terdapat pada orang-orang yang menyadari bahwa setiap pertarungan bentuk apa pun slalu ada kalah dan menang. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun