Dr. dr. Sukadiono, MM berjalan menuju podium, usai MC mempersilakan dirinya untuk menyampaikan sambutan. Di atas podium, rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya itu, mengambil kacamata dari saku baju toga yang dikenakannya. Dengan gerakan lembut, ia mengangkat kacamata ke wajah, sedikit mengubah posisinya agar pas di hidung dan di belakang telinga.
Siang itu, Sabtu (31/8/2024), Dyandra Convention Hall terlihat penuh. Para tamu, sebagian besar wisudawan dan wisudawati UM Surabaya, duduk dengan antusias. Lampu panggung menyinari podium dengan terang. Menyelimuti ruangan dalam suasana penuh semangat.
Pak Suko, begitu ia akrab disapa, mengetuk mikrofon beberapa kali. Dia mencoba memastikan alat tersebut berfungsi. Namun, tiba-tiba lampu mati, dan ruangan menjadi gelap gulita dalam sekejap. Suara percakapan penuh keheranan menggantikan suasana tenang sebelumnya.
Beberapa orang terlihat panik dan mulai menyalakan lampu ponsel. Sementara yang lain mencoba beradaptasi dengan situasi tak terduga ini. Di podium, Pak Suko tampak terkejut, namun tetap berusaha tenang dan meminta tim teknis segera memperbaiki situasi.
Dalam kegelapan, tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan, "Pak Rektor, dua belas tahun sudah Pak Rektor memimpin UM Surabaya. Di akhir kepemimpinan Bapak sebagai rektor, semoga keberkahan selalu menyertai Bapak. Dalam kenangan, izinkan saya bernyanyi untuk Bapak."
Lampu gedung kemudian menyala. Seorang perempuan dengan mengenakan toga berjalan dari baris belakang, membawa buket bunga. Beberapa wisudawan dan wisudawati lainnya mengangkat poster bertuliskan, "Terima Kasih Pak Rektor", "Pak Rektor Akan Terus Menjadi Inspirasi Kami", dan "We Love You Pak Rektor."
Perempuan itu mulai melantunkan lagu Sampai Jumpa milik Endank Soekamti, sebuah lagu yang sering dinyanyikan dalam acara perpisahan. Liriknya menggema di seluruh ruangan:
Datang akan pergi/Lewat 'kan berlalu
Ada 'kan tiada bertemu akan berpisah
Awal 'kan berakhir/Terbit 'kan tenggelam
Pasang akan surut bertemu akan berpisah
Hey, sampai jumpa di lain hari/Untuk kita bertemu lagi
Kurelakan dirimu pergi/Meskipun ku tak siap untuk merindu
Ku tak siap tanpa dirimu/Kuharap terbaik untukmu
Pak Suko, yang kini telah bergeser dari podium dan duduk bersama jajaran guru besar dan pimpinan rektorat UM Surabaya, tampak syahdu menyaksikan momen tak terlupakan itu. Kedua kelopak matanya tampak basah, berkilauan dalam cahaya yang lembut. Mulutnya bergetar. Telunjuk kirinya menutup hidung. Menahan perasaan haru.
Perempuan itu berjalan mendekati panggung, dan Pak Suko menyambutnya. Buket bunga diserahkan, dan Pak Suko tersenyum. Wajahnya tampak trenyuh, dihiasi senyum lembut yang menyiratkan kebahagiaan mendalam. Tepuk tangan panjang bergema di seluruh ruangan.
***
Saya mengenal Pak Suko cukup lama, sejak sekitar tahun 2000-an. Saat itu, saya masih aktif sebagai jurnalis. Sementara Pak Suko, selain menjadi dosen di UM Surabaya, juga menjabat sebagai direktur RS PKU Muhammadiyah Surabaya yang legendaris.
Rumah sakit tersebut didirikan pada 14 September 1924 dengan nama PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) Muhammadiyah. Awalnya PKU terletak di Jalan Sidodadi 57, Surabaya.
Dalam sejarahnya, banyak tokoh Muhammadiyah dan tokoh penting lainnya hadir saat peresmiannya, termasuk KH. Syudja', H. Hadikusumo, KH. Mas Mansur, dr. Soetomo, dan Direktur C.B.Z Simpang dr. Tamm.
Pak Suko adalah pimpinan kelima rumah sakit ini, meneruskan jejak Dr. Kusnuljakin, Dr. M. Soeherman, Dr. Mutadi, dan Dr. HM. Usman, Sp.FK. Di bawah kepemimpinannya dari tahun 2002 hingga 2013, rumah sakit ini mengalami banyak kemajuan.
Saya sering bertemu dengan Pak Suko, berdiskusi mengenai berbagai hal, termasuk kemajuan rumah sakit. Sebagai dokter, Pak Suko memiliki wawasan luas. Dia juga sangat well-informed terhadap perkembangan teknologi di bidang kesehatan.
Pak Suko juga dikenal sering mengadakan kegiatan yang menyentuh masyarakat kelas bawah, seperti operasi bibir sumbing dan khitanan massal gratis.
Pak Suko juga terkenal dengan kemurahan hatinya, seperti saat membantu kolega saya yang sedang mengalami kesulitan finansial untuk mendapatkan diskon biaya persalinan.
"Sudah, sampeyan urus sama Burhan," ujar Pak Suko. Burhan yang disebut Pak Suko waktu itu adalah kepala bagian keuangan RS PKU Muhammadiyah Surabaya.
Pak Suko memimpin rumah sakit tersebut selama sebelas tahun (tahun 2002 -- 2013). Posisinya kemudian digantikan oleh dr. Achmad Aziz.
***
Pak Suko berdiri di podium lagi. Kali ini, tidak ada insiden lampu mati. Pak Suko tidak lagi mengetuk mikrofon, tetapi hanya tersenyum, lembut dan penuh kehangatan. Mata yang masih basah menatap dengan penuh perhatian.
Sebelum mengucapkan salam, Pak Suko menghela napas ringan. Senyumnya semakin lebar, dan dengan nada suara yang lembut dan menenangkan, terucaplah salam yang menggema penuh kehangatan.
Pak Suko menyampaikan bahwa pencapaian dan kemajuan UM Surabaya dengan tagline "Kampus Sejuta Inovasi" adalah hasil kerja keras bersama. Ia sangat bersyukur atas dedikasi semua pihak yang ikut membangun dan mendorong kemajuan UM Surabaya.
"Dalam momentum wisuda yang terakhir ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu saya selama ini," katanya.
Pak Suko juga memohon maaf apabila dalam kepemimpinannya ada banyak hal yang belum terwujud, serta kesalahan dalam perilaku maupun ucapan, baik yang disengaja maupun tidak.
Mengakhiri pidatonya, Pak Suko menyampaikan sebuah pantun:
Nelayan berlayar arungi samudera,
Menerjang ombak berdebur kencang.
Hadirin merespons dengan semangat, "Cakep!"
Meski waktu berpisah telah tiba,
Namun kenangan indah takkan pernah hilang.
Suara Pak Suko terdengar terbata-bata. Dua kalimat terakhir di akhir pidatonya itu membuat dirinya terlihat sangat emosional.
***
Dua belas tahun bukanlah waktu singkat bagi Pak Suko untuk memimpin UM Surabaya. Di bawah kepemimpinannya, banyak prestasi telah ditorehkan.
Pembangunan Gedung At-Ta'awun dan At-Tauhid adalah dua fasilitas penting yang mencerminkan visi dan misi UM Surabaya untuk menggabungkan nilai-nilai akademik dan religius.
Pendirian Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi menjadi tonggak penting yang menegaskan komitmen UM Surabaya untuk menjadi institusi pendidikan tinggi yang unggul dalam bidang kesehatan dan medis.
Di akhir masa jabatannya, wajar jika Pak Suko mendapat penghargaan yang begitu hangat dan tulus dari semua yang telah merasakan dampak positif kepemimpinannya.
Kado terindah ini menjadi ungkapan apresiasi mendalam atas dedikasi dan kepemimpinan yang ia berikan. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H