Nama Mas Mansur memang tak bisa dilepaskan relasi pers dan spirit pergerakan. Publik juga perlu tahu, rata-rata tokoh pergerakan Indonesia adalah jurnalis.
The Begandrimg Institute pada Hari Per Nasional 9 Februari lalu, merilis tokoh-tokoh pergerakan yang juga seorang jurnalis. Mereka memiliki kecakapan dan ketrampilan menulis yang baik.
Pertama, Soekarno, presiden pertama RI. Sejak umur 15 tahun dia menjadi wartawan Oetoesan Hindia milik HOS Tjokroaminto. Soekarno yang kos di rumah Tjokro ikut membantu menulis di koran tersebut.
Di usia 19-20, sedikitnya 500 artikel ditulis Soekarno. Tulisan-tulisan Soekarno dikenal kritis, analitis, dan berkarakter.
Kedua, Ki Hajar Dewantara. Sebagai akademisi, dia punya kemampuan menulis yang baik. Logikanya runtut. Banyak artikel ilmiah ditulisnya dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Ki Hajar Dewantara menulis di Sediotomo, Midden Java, De Express, Oetosan Hindia, Kaoem Moeda, Tjhaja Timoer, dan Poesara.
Ketiga, dr. Soetomo. Siapa tidak kenal tokoh yang satu ini? Dia pendiri Budi Utomo, organisasi pergerakan yang pertama di Indonesia. Pernah menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Batavia.
Jarang yang tahu kalau dr. Soetomo ini seorang jurnalis. Dia pendiri surat kabar Boedi Oetomo, Pemimpin Umum Soeloeh Indonesia, pendiri Soeara Oemoem, Panjebar Semangat, Pedoman, dan Tempo.
Dan, sederet tokoh pergerakan lain yang menjadi jurnalis, di antaranya Buya Hamka (Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Suara Muhammadiyah), WR Soepratman (Sin Tit Po), Bung Tomo (Kantor Berita Domei, Kantor Berita Indonesia).
Mas Mansur memang akrab dengan tokoh-tokoh pergerakan itu. Dia juga lekat dengan sebutan empat serangkai, bersama Soekarno alias Bung Karno, Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantara.
Di masa penjajahan Belanda, Mas Mansur bergaul akrab dengan Bung Karno. Terutama saat dirinya kembali ke Surabaya setelah tiba dari Mesir untuk menuntut ilmu. Sementara Bung Karno indekos di rumah HOS Tjokroaminoto di Peneleh, Surabaya.