Minggu (19/2/2023), saya diundang untuk hadir dalam acara fashion show. Penyelenggaranya jaringan hotel ternama di dunia. Venue-nya di Tunjungan Plaza (TP) 3 Surabaya.
Â
Saya tentu senang dan gembira. Sebab, jarang-jarang saya ke TP. Mal terbesar di Jawa Timur itu, memang selalu menggoda untuk dikunjungi. Selain luas dan megah, banyak produk dari brand internasional yang dijajakan di sana.
Sekitar pukul 12.00 saya tiba di lokasi acara. Tepatnya di lantai LG TP3. Tempat itu dulunya dipakai arena ice skating, namun sekarang sudah ditutup. Dipakai arena pameran dan ekspo.
Lokasi pameran disitu memang strategis. Karena seluruh pengunjung TP yang terkoneksi dari TP 1 sampai 6, dari lantai bawah sampai atas, bisa leluasa menontonnya. View-nya memang oke.
Di lokasi, saya tak bisa meninggalkan kebiasaan lama, yakni melihat riders. Yang pertama saya lihat booths. Ternyata, jaringan hotel itu tidak sedang menjual, tapi promosi dan marketing.
Tak salah bila aktivitas yang ditonjolkan dengan memperkenalkan produk, brand, usaha, atau jasa. Â Menggaet perhatian orang yang aware terhadap tawaran menginap di hotel jaringannya.
Kedua, saya lihat di belakang panggung. Yang utama sound system yang digunakan. Berapa besar kapasitas alat yang dipakai. Jenis alatnya, berikut sound engineer-nya. Kebetulan juga saya cukup banyak kenal sound engineer di Surabaya.
Ketiga, melihat traffic pengunjung. Seberapa besar animo orang mengunjungi pameran. Juga dengan para personel yang ikut menawarkan produk jaringan hotel tersebut. Juga gimmick-gimmick yang mereka gunakan untuk menggaet customer.
Setelah puas, saya menepi di samping panggung. Menunggu digelarnya fashion show. Saya mulanya berpikir, kok panggung yang dipakai catwalk-nya tidak besar? Ya, sekitar 4x4 meter persegi.
Lalu, bagaimana para model memanfaatkan medium seperti itu. Atau setidaknya ada lidah panggung, seperti yang biasa disediakan di arena fashion show. Terlebih panggung itu juga diberi meja kursi untuk acara talkshow.
Rupanya, panitia menggunakan panggung itu untuk catwalk. Melihat lintasan di samping kiri-kanan dan tengah yang digelar karpet merah. Kalau ini sangat memadai karena para model bisa berjalan berkeliling dan dekat dengan penonton. Â
***
Panggung catwalk dibuka dengan musik yang terdengar gemuruh. Seorang DJ memainkan lagu. Delapan model yang berkumpul di samping panggung lantas  berjalan beriringan, berpencar, lalu berkumpul kembali di depan panggung.
Kedelapan model itu, 7 di antaranya perempuan, satu laki-laki. Dari penampilannya, tujuh model tersebut terlihat sangat profesional yang sudah terbiasa berlenggak-lenggok. Tubuh mereka terlihat tegap dan langkah kakinya terlihat yakin.
Pengunjung TP pun tergoda. Penonton pun langsung merangsek mendekati jalur fashion show. Dari bawah terlihat banyak penonton menumpuk di pagar besi, dari lantai UG sampai lantai 6.
Meski terlihat penuh, namun tidak sampai crouded. Tidak juga ada pengamanan yang ketat. Pengunjung yang tertarik menonton bisa mendekat. Yang tidak tertarik memilih melintas saja.
Di tengah acara, ada perempuan dan laki-laki yang usianya terbilang muda. Mereka berjalan di tengah runway. Matanya mengerjap seolah menyapa penonton. Â
MC kemudian memperkenalkan kalau dua model itu disebut berkebutuhan khusus. Tepuk tangan riuh pun bergema. Banyak pengunjung yang surprise melihat penampilannya. Â Â
Fashion show tersebut digelar tunggal. Hanya memperagakan koleksi Namira Ecoprint. Produk-produk ecoprint Namira yang bermarkas di Wisma Kedung Asem Indah, Surabaya itu memang dikenal etnik dan eksklusif. Â Â Â
Penampilan kedua model difabel itu cukup memukau para pengunjung TP. Meski dengan keterbatasan, namun mereka bisa membuktikan diri tampil ekspresif.
Baik Marta maupun Angga sama-sama bisa menerjemahkan konsep fashion show. Keduanya juga terlihat tidak kelewat canggung bersama model-model profesional.
Fashion show digelar dalam dua sesi. Sesi pertama digelar pada pukul 14.00. Sesi kedua pada pukul 16.00. Dua sesi itu selalu mendapat perhatian pengunjung.
Produk-produk Namira Ecoprint yang ditampilkan para model berupa baju, helaian kain, tas, dan pernak-pernik lainnya. Juga ada jaket berbahan kulit domba dan kanguru.
***
Saya mendapat informasi siapa dia model difabel tersebut. Namanya, Martha Rahayu dan Maharatha Kumara Dewangga karib disapa Angga. Kedua tunarungu dan tunawicara. Usianya sama-sama 21 tahun.
Marta dan Angga bekerja di Arsyadina, sebuah usaha konveksi yang bermarkas di Simo Sidomulyo V Nomor 5, Surabaya. Marta dan Angga biasa mengerjakan jahitan.
Tampilnya Marta dan Angga tak lepas dari peran Yayuk Eko Agustin Wahyuni, owner Namira Ecoprint. Yayuk menemukan mereka ketika bertandang ke workshop Arsyadina.
Kebetulan, usaha ecoprint yang dirintis Yayuk Eko sejak 2019 itu, menjalin kerja sama dengan Arsyadina yang sebagian pekerjanya adalah kaum difabel.
"Selain bisa menjahit, saya tahu anak-anak itu suka ikut fashion show. Saya lihat kok punya bakat, ya kemudian saya ajak tampil di fashion show Namira Ecoprint ini," tutur perempuan yang dinobatkan sebagai Juara 1 Pengusaha Berprestasi IWAPI 2022 ini.
Penilaian Yayuk Eko itu ternyata tidak meleset. Marta dan Angga mampu menunjukkan kemampuan dirinya bisa tampil bersama model-model profesional.
"Mereka berjalan penuh percaya diri. Ini yang membuat saya terkesan dan bangga," ucap Yayuk Eko.
Baik Marta maupun Angga mengaku jantungnya sempat berdebar-debar ketika tampil di acara fashion show itu. Keduanya juga mengaku mempersiapkan diri sebaik mungkin agar tidak mengecewakan.
"Ya pastilah grogi. Apalagi ini acara besar. Dilihat banyak orang. Tapi alhamdulillah, semua bisa berjalan lancar," aku Marta dengan bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh orang tuanya, Suparmi.
Marta dan Angga tentu bersyukur dengan kesempatan ini. Yang mungkin tak mudah didapatkan orang-orang yang mengalami keterbatasan seperti mereka. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H