***
Saya memberi catatan khusus terkait dengan rencana Pemerintah Kota Surabaya membangun THR-TRS lagi dengan melibatkan investor atau pihak ketiga.
Pertama, ada kerja sama pengelolaan menggunakan model build operate transfer (BOT) atau bangun guna serah. Dimana pengelolaan diserahkan swasta atau konsorsium dengan jangka waktu tertentu. Jika telah melewati waktunya, semua aset menjadi milik Pemerintah Kota Surabaya.
Pengalaman di Surabaya, BOT tersebut kerap kali menjerat aset pemerintah daerah. Karena nilai kompensasi yang diterima Pemerintah Kota Suravaya sangat rendah, sementara aset pemerintah kota sudah dibangun menjadi pasar, sarana olah raga, mal, dan sebagainya.
Kedua, model kerja sama build transfer operate (BTO) atau bangun serah guna. Di mana setelah selesai dibangun oleh pihak ketiga, aset akan langsung diserahkan kepada pemerintah daerah, untuk kemudian dioperasikan oleh pihak ketiga tersebut selama jangka waktu tertentu.
Dengan model BTO ini, managemen di-handle oleh mitra selama jangka waktu kontrak, dengan perjanjian untuk berbagi keuntungan atau profit sharing.
Ketiga, dalam konteks BOT atau BTO tersebut, idealnya Pemerintah Kota Surabaya bisa lebih dulu menyiapkan perangkat kelembagaannya. Salah satunya dengan membentuk semacam badan usaha milik daerah (BUMD).
Hal itu memungkinkan jika kerja sama dengan pihak ketiga atau mitra dapat berjalan dalam skema yang lebih fleksibel, business-friendly, serta lepas dari kekakuan birokrasi. Pilihan ini juga bukan tanpa risiko. Pasalnya, tuntutan profesionalisme pengelolaan menjadi taruhannya.
Keempat, dari sudut pandang investor sejatinya bukan urusan teknis pembangunan semata, tapi regulasi. Jaminan keamanan investasi sangat diperlukan. Juga dengan kepastian pembebasan lahan. Masalah ini kerap menjadi pemicu keruwetan dalam proses pembangunan.
Tak hanya itu, Pemerintah Kota Surabaya harus bisa membuktikan diri kalau pihaknya selalu ramah dengan kehadiran investasi. Surabaya tak pernah alergi dengan masuknya investasi.