Bahkan, kalangan akademisi pun tak kalah gerahnya. Sabtu (14/1/2023) lalu, para akademisi dari berbagai kota mendeklarasikan berdirinya Forum Akademisi Penggemar Sepak Bola Indonesia (FAPSI) di Jakarta,
Didirikannya FAPSI berangkat dari kegelisahan para akademisi melihat kondisi sepak bola Indonesia yang sangat memprihatinkan. Mereka menilai, desakan publik yang ingin perubahan besar dalam sepak bola Indonesia sangat banyak, tapi berdampak signifikan karena suara mereka tidak pernah didengar.
Kawan baik saya, Prof Ma'mun Murod (Rektor Universitas Muhammadiyah), ikut mendukung lahirnya FAPSI. Dia bilang para akademisi harus membantu meyampaikan kegelisahan dan aspirasi masyarakat Indonesia terkait perbaikan sepak bola nasional.
Ma'mun juga setuju wacana revolusi sepak bola Indonesia. Itu sangat tepat dan menjadi keharusan di tengah kondisi sepak bola Indonesia yang minim prestasi.
 ***
Saya ingin menceritakan pengalaman Hizbul Wathan Football Club (HWFC). Klub milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim. Tahun 2021, klub ini melakoni kompetisi di Liga 2.
Awalnya, HWFC mengira akan menjalani kompetisi penuh. Ada pertandingan home and away. Karena dengan begitu, Muhammadiyah bisa menggerakkan umatnya di seluruh Indonesia, sekaligus melakukan syiar melalui sepak bola.
Tapi faktanya, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi, menggunakan sistem home tournament.Â
Ada 24 klub peserta Liga 2 dibagi menjadi empat grup. HWFC berada di grub C bersama Persis Solo, PSCS Cilacap, Persijap Jepara, PSIM Yogyakarta, dan Putra Safin Grup.
Dalam sistem home tournament ini, babak penyisihan terdiri dari dua putaran dengan double round robin. Di mana masing-masing tim akan bermain sepuluh kali. Juara grup dan runner up pada empat grup itu otomatis lolos ke babak delapan besar.